Skip to main content

RESUM BUKU PENGANTAR ILMU SEJARAH KARYA DR. KUNTOWIJOYO

Judul : Pengantar Ilmu Sejarah
Penulis : DR. Kuntowijoyo
Penerbit : Yayasan Bentang Budaya
Tahun penerbit : 1995
Kota terbit : Yogyakarta
Desain Sampul : Hard Cover yang hanya bertuliskan judul buku.
Tata letak : Center
Pracetak : Heppy L. Rais, Dwi Agus M.
Warna cover : Cokelat
Tebal buku : vii + 209 halaman
Definisi sejarah
Sejarah biasa diartikan sebagai sesuatu atau peristiwa yang telah terjadi dimasa lalu. Namun sebenarnya, sejarah adalah rekonstrkusi masa lalu. Jangan mendeskripsikan sebagai pembangunan kembali masa lalu untuk kepentingan masa lalu itu sendiri, itu bukan dinamakan sejarah.

Lalu sesuatu yang diirekonstruksi sejarah adalah sesuatu yang telah dialami oleh seseorang, dari perkataannya, dari pekerjaannya, dari perasaannya, dan lain sebagainya. Sejarawan dapat menulis apa saja, dengan memenuhi syarat untuk disebut sebagai sejarah.
Guna sejarah
Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya. Kenyataan bahwa sejarah terus ditulis, di semua peradaban dan di sepanjang waktu, menjadi bukti bahwa sejarah itu diperlukan.
Fungsi unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam penulisan sejarah memiliki peran yang penting. Unsur instrinsik mengkategorikan sejarah sebagai ilmu, cara mengetahui masa lampau, pernyataan pendapat , dan profesi. Sedangkan unsur ekstrinsik berfungsi sebagai liberal education. Untuk mempersiapkan mereka yang siap lewat pemikiran filosofis untuk diterjunkan di semua lembaga pendidikan di Indonesia, entah itu SD ataupun Perguruan Tinggi.
Sejarah penulisan sejarah
Hanya karena sejarah modern saat ini dianggap berasal dari eropa, maka pembahasan mendetail akan membahas perkembangan sejarah penulisan sejarah, atau historiografi di Eropa. Sejarah historiografi di Eropa akan dilihat sebagai gejala yang terikat dengan waktu dan kebudayaan di zamannya.
Sejarah historiografi tersebut bermula di zaman yunani dan romawi. Diawal sejarah historiografi tersebut, penulisan sejarah terkait dengan peristiwa yang unik, dan terjadi dimasa lampau. Karya-karya historiografi saat itu di dominasi oleh kisah-kisah perang, konspirasi, kehancuran suatu bangsa, dan pemikiran serta retorika seseorang dalam menanggapi suatu sejarah.
Ketika berpindah ke zaman Kristen dan zaman pertengahan, historiografi mulai didominasi oleh karya-karya yang menentang kebudayaan yunani dan romawi membudayakan paganism, dan menjunjung tinggi kebudayaan Kristen. Alasan utamanya adalah agama Kristen saat itu mendominasi Eropa.
Penulisan sejarah di Eropa saat itu memiliki dua pusat, yaitu gereja dan negara, dengan , pendeta dan raja sebagai pelaku utamanya. Hasilnya berupa annals (catatan peristiwa penting dalam kalimat pendek) chronicles (penggambaran/deskripsi peristiwa secara luas), sejarah umum dan biografi. Model penulisannya berbeda dengansebelumnya, karena zaman tersebut menolak penulisan yang kritis dan faktual seperti di zaman Yunani dan Romawi silam.
Kemudian perkembangan historiografi selanjutnya menanjak ke era reformasi, dan Renaissance di Eropa. Para penulis dizaman tersebut mencerminkan cita-cita Renaissance yang ingin mengembalikan semangat pagan serta kebudayaannya, yunani dan romawi. Teologi yang mendominasi historiografi diaman Kristen dahulu tidak lagi menjadi fokus dan lukisan tentang keajaiban telah berkurang.
Setidaknya, penulisan sejarah dimasa itu lebih melihat ke belakang, dan pada umumnya, historiografinya menggunakan bahasa latin.
Abad selanjutnya, yaitu zaman penemuan daerah baru. Penemuan daerah-daerah baru pada abad 15 , 16, dan 17 mempunyai pengaruh penting bagi historiografi selanjutnya. Hampir seluruh bangsa Eropa yang mempunyai akses ke laut menyumbang pertumbuhan historiografi. Pada zaman ini juga masalah sosial menjadi tema utama. Historiografi didominasi oleh karya-karya pelaut atau kisah kisah yang menceritakan penemuan daerah baru, atau dikenal sebagai new world. Dengan adanya penulisan semacam itu diharapkan bangsa Eropa memiliki semangat untuk bertualang ke dunia baru tersebut.
Zaman rasionalisme dan pencerahan menyumbang sejarah historiografi yang cukup banyak. Di zaman itu paham rasional menjadi acuan utama untuk penulisan sejarah, atau historiografi. Dengan adanya kaum rasionalis dari universitas telah meluaskan pandangan orang Eropa secara geografis. Topik yang hangat dibahas adalah sejarah peradaban.
Historiografi di abad XIX ditandai dengan penghargaan kembali pada Zaman Pertengahan (middle ages), munculnya filsafat sejarah, munculnya teori “Orang Besar”, timbulnya nasionalisme, dan munculnya liberalisme sebagai akibat dari berbagai revolusi yang terjadi baik dari Inggris, Amerika, Prusia, dan tahun 1830 serta 1848.
Pada akhir abad XIX dan abad XX, historiografi terbagi menjadi dua, yaitu sejarah kritis,dan sejarah baru. Di zaman ini, model historiografi bertansformasi dengan penekanan ilmu sosial. Hal ini sangat besebrangan dengan historiografi klasik, yang menekankan retorika, dan kritik. Sekalipun ada kecenderungan untuk menekankan sejarah naratif, seperti pada sejarah mentalitas dan sejarah kebudayaan, tetap saja ilmu sosial dipentingkan dan menjadi pusat pembahasan penulisan sejarah di zaman tersebut.
Sejarah sebagai ilmu dan seni
Tidak semua peradaban memisahkan ilmu dengan seni. Di Jawa hingga abad 19 kedua hal tersebut masih menjadi satu. Tradisi kraton di Jawa terdapat pencampuran antara ilmu dan seni. Bukan hanya ilmu dan seni yang tercampur, tetapi teologi, filsafat, dan ramalan pun tercampur dalam seni.
Sejarah sebagai ilmu, atau empiris, adalah sejarah dikategorikan sebagai ilmu-ilmu empiris, sangat bergantung pada pengalaman manusia, dan rekaman pengalaman berupa dokumen. Dokumen tersebut diteliti menjadi fakta, fakta dinterpretasi, dan interpretasi melahirkan tulisan sejarah yang memiliki garis besar berupa fakta.
Penegasan sejarah adalah ilmu empiris setidaknya memiliki argumen yang menarik. Setidaknya, meskipun ilmu sejarah berbeda dengan ilmu alam, ilmu sejarah itu sama-sama merupakan ilmu alam, sama-sama berdasarkan pengalaman, pengamatan, dan penyerapan.
Perbedaannya, ilmu alam itu dapat dilakukan berulang-ulang, atau percobaannya dapat dilakukan berulang-ulang. Sedangkan sejarah, tidak dapat mengulangi percobaan karena yang dikatakan sejarah adalah suatu peristiwa yang bersifat unik, dan partikularistik, yang berarti hanya dapat dilakukan sekali saja.
Sejarah itu punya objek. Hal ini menegaskan bahwa sejarah itu bukanlah sesuatu yang tidak jelas. Objek sejarah adalah waktu. Objek tersebut mempunyai bahasan khusus yang tidak dimiliki oleh ilmu lain secara khusus.
Sejarah memiliki teori. Teori sejarah sama seperti teori pada ilmu lainnya, perbedaannya teori dalam ilmu sejarah adalah manusia dan waktu, sedangkan ilmu lainnya berupa pengetahuan dan wacana. Selain itu, sejarah juga punya tradisi yang disetiap tradisinya memiliki teori. Hal ini menegaskan bahwa sejarah juga mempunyai teori yang juga dimiliki oleh ilmu yang lain.
Sejarah mempunyai generalisasi. Sejarah menarik kesimpulan-kesimpulan umum, hanya saja kalau ilmu yang lain kesimpulannya bersifat nomotetis dan sejarah lebih bersifat idiografis. Generalisasi sejarah seringkali merupakan koreksi atas kesimpulan-kesimpulan ilmu lain.
Sejarah itu punya metode. Untuk penelitian, sejarah punya metode sendiri yang menggunakan pengamatan. Jika ternyata suatu pertanyaaan tidak didukung oleh bukti sejarah, maka pernyataan tersebut ditolak. Metode sejarah itu bersifat terbuka dan hanya tunduk pada fakta. Metode sejarah mengharuskan orang untuk berhati-hati dengan penarikan suatu kesimpulan terlalu ekstrim.
Sejarah mempunyai nilai seni. Sejarah memerlukan intuisi. Seorang sejarawan biasanya memerlukan ilmu bantu dalam meneliti suatu sejarah. Apa yang harus dilakukan setiap langkahnya memerlukan kepandaian individu dalam memutuskan apa yang harus dilakukan. Sering terjadi untuk memilikh suatu penjelasan, bukan peralatan ilmu yang berjalan tetapi intuisi, hal yang sama dengan cara kerja para seniman.
Sejarah memerlukan imajinasi. Dalam pekerjaannya, sejarawan harus dapat membayangkan apa yang telah terjadi sesudah itu. misalnya ketika ia menulis tetang priyayi awal abad 20, sejarawan harus punya gambaran mungkin priyayi itu anak cucu bangsawan atau raja yang turun statusnya. Intinya, sejarawan harus memiliki imajinasi ketika ingin menulis suatu peristiwa sejarah, memiliki gambaran seolah-olah dia menyaksikan peristiwa itu, menggambarkan segala aspek yang dapat meyakinkan bahwa peristiwa itu benar terjadi, tentunya sesuai dengan fakta sejarah.
Sumbangan seni dalam ilmu sejarah memberikan karakter tersendiri. Sumbangan tersebut berupa seni sastra dalam mengklasifikasi karakter seseorang pada biografi dan struktur yang membangun suatu tulisan. Alur atau plot tentu sangat dibutuhkan ketika kita menulis apapun. Sekalipun alur dalam sastra berbeda dengan alur pada sejarah, tetapi tetap ada persamaan.
Pendidikan sejarawan
Seorang sejarawan memiliki tahapan dalam pendidikannya mempelajari sejarah. Sejarah tersebut tidak terpusat pada pengertiannya secara umum saja. Sejarah sebagai ilmu dipecah atau disebar dalam berbagai macam konsentrasi yang berbeda-beda. Berdirinya Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij yang mengawali pergerakan nasional dikategorikan dalam Sejarah Pergerakan Nasional. Reformasi serta kerusuhan terbesar dalam sejarah Indonesia, kerusuhan 6 Mei 1998, dikategorikan dalam studi Sejarah Reformasi di Indonesia. Intinya, sejarah tersebut memiliki klasifikasi tertentu yang membahas suatu peristiwa yang sesuai dengan objek studinya.
Sejarawan tidak hanya memerlukan studi tentang sejarah saja dalam mempelajari sejarah, tetapi juga memerlukan studi lain yang disebut ilmu bantu sejarah. Ilmu bantu tersebut tentunya bertujuan untuk membantu subjektifitas dalam penulisan, sehingga hasilnya dapat mendekati objektif. Suatu masyarakat dikatakan masyarakat jika memiliki tatanan sosial, dan pranata sosial, hal ini dapat dibahas dalam ilmu sosiologi dan sosiologi tersebut dapat membantu penulisan sejarah, permukaan bumi yang memilki tekstur yang berbeda-beda dan beragam macamnya dapat dipelajari dalam geografi, atau demografi, dan ilmu tersebut merupakan ilmu bantu sejarah.
Dengan kata lain, ilmu bantu serta turunan ilmu sejarah sendiri memilki keterkaitan yang saling melengkapi dalam mempelajari sejarah dengan baik dan benar dan bagi seorang sejarawan, hal ini harus dipelajari demi mempelajari sejarah dengan benar.
Penelitian sejarah
Sejarah memerlukan penelitian. Seperti ilmu-ilmu lainnya, penilitan dalam sejarah memiliki tahapan yang merupakan standar operasional prosedur. Pemilihan topik yang merupakan prosedur awal dalam melakukan penelitian, terbagi menjadi dua konsentrasi, yaitu kedekatan emosional, dan kedekatan intelektual. Keduanya dimaksudkan untuk menegaskan pentingnya objektifitas dan subjektifitas dalam penelitian sejarah.
Setelah melakukan pemindaian topik, tahapan selanjutnya adalah rencana penelitian. Dalam penelitian setidaknya diperlukan perencanaan yang baik untuk menentukan tahapan yang harus dilakukan, seperti pemilihan masalah, historiografi, sumber sejarah, dan lain sebagainya. Disini diperlukan kebijakan seorang sejarawan dalam merencanakan penelitian tersebut, supaya penelitian dapat berjalan dengan baik, terstruktur, dan mencapai hasil yang diinginkan.
Dalam penelitian sejarah, pengumpulan sumber menjadi tahapan yang sangat menentukan. Karena ketika melakukan penelitian sejarah, sumber penelitian yang tunggal itu akan terasa janggal mengingat sejarah memiliki subjektifitas yang beragam macam dan tidak ada yang bersifat objektif, tetapi mendekati objektif. Atas dasar itulah, pengumpulan sumber memiliki konsentrasi yang bertingkat. Sumber lisan yang didapatkan langsung dari saksi sejarah, atau orang yang hidup dimasa peristiwa tersebut berlangsung, sumber kuantitatif berupa pajak, akunting, dan catatan jurnal lainnya yang dibutuhkan untuk penegasan fakta sejarah yang diteliti merupakan metode-metode yang dilakukan ketika mengumpulkan sumber sejarah.
Setelah mengumpulkan sumber-sumber yang kredibel, dan faktual, tahapan selanjutnya adalah interpretasi. Usaha sejarawan untuk menkait-kaitkan sumber yang satu dengan satu sumber yang lainnya, penafsiran, dan lain sebagainya dapat dikatakan sebagai picu subjektifitas seorang sejarawan. Pasalnya, dalam tahapan ini seorang sejarawan dituntut untuk menafsirkan sumber yang didapatkannya sesuai dengan pemikiran dirinya sendiri. Dengan kata lain, subjektifitas sejarawan tersebut akan diperlukan dalam interpretasi. Segala analisis, serta sintesis antara fakta dan konsep dilakukan untuk mencapai hasil penelitian yang mendekati objektif.
Terakhir adalah simpulan. Generalisasi terhadap data-data yang kita beberkan ataupun penjelasan yang lainnya dibutuhkan untuk memberikan kesimpulan kepada orang lain terhadap penelitian yang dilakukan. Hal tersebut menuntut profesionalitas seorang sejarawan dalam bertanggung jawab atas data, fakta, analisis, sumber-sumber yang terkait, dan segala bentuk materi yang mendukung penelitian sejarah tersebut. Tanggung jawab itu terletak dalam lampiran dan catatan.
Sejarah dan ilmu-ilmu sosial
Berbicara mengenai ilmu sosial lainnya, sejarah memiliki hubungan yang baik, sehingga antara ilmu sosial lain tersebut dengan ilmu sejarah memiliki hubungan timbal balik yang baik pula. Sejarah menjadi dasar yang dapat mengembangkan ilmu-ilmu sosial, sebaliknya, ilmu-ilmu sosial tersebut melahirkan sejarah baru yang lebih familiar, sejarah modern.
Kontribusi sejarah untuk ilmu-ilmu sosial adalah sejarah sebagai kritik terhadap ilmu sosial. Max Weber dalam metodologi ilmu sosial menggunakan tipe yang abstrak untuk mempermudah penelitian bagi sejarawan, namun sebenarnya tipe tersebut tidak didukung dengan historis yang faktual.
Kemudian, permasalahan sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu sosial. Barington Moore Jr menulis Social Origins Of Dictatorship and Democracy menggunakan generalisasi yang menjelaskan tiga konsep menuju dunia modern, dan tiga hal tersebut adalah konsep sosial yang masing-masing ditilik dari kronik sejarah yang terjadi dimasa Revolusi Eropa, Perang Dunia, dan Komunisme di Eropa Timur.
Pendekatan sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu sosial yang bersifat sinkronis. Clifford Geertz, menulis tentang argikultural yang menjelaskan analisisnya tentang perubahan ekologi di Jawa dibuku pertamanya, dan kota Mojokuto yang menjadi basis operasional pertanian yang maju pada abad 19 dibuku keduanya. Kedua karya tersebut menjadi contoh bagaimana sejarah yang menekankan proses dapat membantu ilmu sosial yang menekankan struktur.
Setelah mengetahui kegunaan sejarah terhadap ilmu sosial, kegunaan ilmu sosial terhadap sejarah pun perlu diketahui, karena keduanya memiliki hubungan timbal balik yang baik. Sejarah Baru menjadi bukti yang kuat bahwa ilmu-ilmu sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap ilmu sejarah. Sosiologi yang menekankan konsep sosiologi, perubahan sosial, solidaritas dan hal-hal yang terkait dengan konsep sosiologi, perlu dikuasai oleh seorang sejarawan ketika menulis sejarah sosial.
Ilmu politik dengan istilah-istilah semacam political culture, organisasi, sistem politik dan demokrasi juga memberikan kontribusi yang baik kepada sejarah. Sehingga pendekatan sejarah dengan bantuan ilmu politik dapat dilakukan.
Kemudian antropologi juga menyumbang dasar-dasar antropologi sosial,politik, ekonomi serta konsep-konsep simbol, sistem kepercayaan, folklore, dan lain sebagainya pun memberikan kemudahan dalam melakukan penelitian sejarah ketika meninjau sisi masyarakat dan kebudayaan yang diteliti, dengan pendekatan antorpologi.
Siapa saja berhak menulis sejarah ekonomi, baik itu ekonom, sejarawan, ataupun orang yang diluar kedua disiplin ilmu tersebut, dengan syarat ; memahami kaidah penelitian ekonomi dan sejarah. Sejarawan yang ingin menulis sejarha ekonomi harus paham konsep-konsep ekonomi makro dan mikro, serta konsep dasar ekonomi lainnya. Begitu pula dengan ekonom, ketika dia ingin menulis tentang sejarah ekonomi, dia harus memahami sejarah perkembangan ekonomi, model-model ekonomi dinasti China, jalur sutra, dan konsep-konsep dasar ekonomi yang berkembang dalam sejarah. Sehingga kedua disiplin ini memiliki keterikatan yang baik dalam menentukan sejarah.
Kekuatan-kekuatan sejarah
Sering dianalogikan seperti orang yang memancing. Ketika senar pancingannya terbawa arus, dia berpikir air ditempat tersebut alirannya deras. Lalu ia berpindah kesana sesuai dengan naluri pemancingnya. Sebenarnya dia lupa kalau air yang menjadi deras itu disebabkan karena kemiringan tanahnya. Bahkan mungkin dia lupa bahwa air itu mengalir ke bawah dan tanah di bawah sungai itu menurun.
Model seperti ini dapat dianalogikan dengan konsep apa itu kekuatan sejarah. Kebanyakan dari kita mungkin hanya mengenal suatu peristiwa dengan memahami peristiwa tersebut secara tunggal tanpa mengetahui pemicu yang ada pada peristiwa-peristiwa sebelumnya. Itulah kekuatan sejarah. Sejarah menilai peristiwa dari prosesnya, baru melihat hasil dari proses dalam peristiwa tersebut.
Konsepnya banyak, segala macam intuisi yang bersifat politis merupakan kekuatan sejarah. Jalur Sutera atau silk road yang memicu perkembangan ekonomi asia juga termasuk kekuatan sejarah. Agama yang mengajarkan konsep menuhankan tuhan yang satu, tanpa memberikan tandingan atau sekutu bagi-Nya juga merupakan kekuatan sejarah. Ideologi, Seni, Mitos, Militer, dan semua itu adalah bagian dari kekuatan sejarah.
Inti dari kekuatan sejarah adalah, sesuatu yang berproses dan memiliki hulu ledak berupa peristiwa yang unik, partikularistik, dan monumental serta menjadi pandangan yang diperhatikan oleh orang. Pandangan yang dimaksudkan disini adalah orang akan mengetahui sejarah dari peristiwa yang berlangsung tersebut, dan orang tidak mengetahui picu yang meledakkan peristiwa tersebut. Sejarah selalu berfungsi dalam menentukan segala peristiwa monumental, karena sejarah bukan mengajarkan kita hanya mengayunkan tombak kedepan, tetapi juga menarik busur panah kebelakang.
Generalisasi sejarah
Penyimpulan dari suatu yang bersifat khusus menjadi pengertian secara umum adalah pengertian dari generalisasi. Generalisai dalam sejarah memiliki cabang yang beragam macam tergantung dengan kebutuhan dan konsep dasarnya. Penyimpulan yang bersifat menyamakan bagian dengan keseluruhan adalah model dari generalisasi konseptual. Pendeksripsian umum yang menilik penyimpulannya berdasarkan judul buku adalah model dari generalisasi tematik. Generalisasi sistemik, struktural, kultural, dan sosial adalah contoh-contoh dari tingkatan-tingkatan generalisasi dalam sejarah yang bermacam ragamnya.
Namun garis besarnya yang menjadi poin penting, adalah dalam setiap generalisasi tersebut selalu ada yang bersifat penyederhanaan suatu peristiwa yang dianggap kompleks dan pengecekan teori secara lua, yang dikenal sebagai simplifikasi, dan saintifikasi. Kedua hal itu tidak dapat dilepaskan dari generalisasi karena merupakan garis besar pembentuk generalisasi itu sendiri.
Kesalahan-kelasahan sejarawan
Sebagai seorang manusia, tentunya sejarawan juga tidak terlepas dari kesalahan entah itu kesalahan dalam meneliti sejarah, ataupun memberikan pernyataan akan sesuatu. Sejarah itu kebenarannya absolut, tapi kebenaran sejarah yang ada dalam pemikiran sejarawan itu nisbi, sangat mungkin sekali terjadi kesalahan. Mungkin saja berupa kebanyakan pertanyaan, atau mungkin kesalahan yang katakanlah fatal, yaitu salah menentukan topik, ketika melakukan penelitian, bersifat terlalu empiris, yang bukan bagian penting dalam penulisan sejarah, salah mengumpulkan sumber, menganggap pendapat sebagai fakta adalah bentuk-bentuk kesalahan yang sangat mungkin ada pada diri seorang sejarawan ketika berhadapan dengan sejarah.
Sejarah dan pembangunan
Mayoritas orang menganggap sejarah sebagai suatu yang hanya bersifat pragmatis, tidak memiliki kegunaan yang praktis. Inilah yang menjadi blunder besar, karena sejarah tidak dianggap sebagai intelijensi bersama. Buktinya, banyak orang yang ketiksa berbicara masalah ilmu sosial, sejarah ditinggalkan karena dianggap tidak berguna.
Kenyataan yang seperti itu justru menjadi suatu ironi, sangat disayangkan kalau sekarang banyak dari mereka meninggalkan sejarah hanya karena tidak memiliki kegunaan praktis. Sejarah itu bukan seperti itu! perlunya penegasan bahwa sejarah memiliki kegunaan dalam menentukan perencanaan dan penilaian, dengan tiga hal, yaitu paralelisme sejarah, serajah perbandingan, dan evolusi sejarah. Tiga hal yang sama ketika membahas kasus pembangunan semisal pembangunan pertanian, ekonomi, dan seterusnya.
Ini mengeaskan kembali bahwa sejarah memiliki kegunaan dalam menentukan masa depan yang lebih baik, entah dari sisi ekonominya, sisi edukasinya, atau sisi-sisi pembangunan lainnya. Adanya perbandingan sejarah dapat membandingkan sejarah reformasi dengan sejarah revolusi, dan menentukan masa depan Indonesia dengan arah politik yang lebih jelas, dan terstruktur. Adanya paralelisme sejarah yang dapat menjelaskan hubungan yang terjadi antara sejarah Majapahit, dengan sejarah Sriwijaya, Nasionalisme kuno yang dimulai dengan menyatukan Nusantara oleh Gajah Mada. Setidaknya kedua hal diatas dapat menepis kenyataan bahwa sejarah bukan hanya pragmatis, tetapi juga memiliki kegunaan praktis, untuk pembangunan dimasa depan.
Ramalan sejarah
Ramalan sejarah bukanlah sesuatu yang pokok, hanya disarankan untuk dilakukan karena mempelajari sejarah sendiri juga memiliki kegunaan untuk menentukan masa depan. Tetap pekerjaan sejarawan adalah rekonstruksi masa lalu, tetapi hendaknya memeperhatikan masa lalu tersebut dengan harapan untuk memberikan masa depan yang lebih baik.
Politik akan mengalami rasionalisasi dan demokratisasi berkat meningktanya daya baca. Masyarakat akan mengalami pembagian/kalsifikasi berdasarkan kelas dan ekonomisasi berkat liberalisasi perdagangan. Agama akan menghadapi sekularisasi dan transedentalisasi karena modernisasi. Dan budaya akan menghadapi positivisme dan teknologisme karena kemajuan IPTEK.
Itu mungkin gambaran mengenai ramalan tentang masa depan Indonesia kita dari berbagai macam konsentrasi dimasa nanti, namun ramalan adalah ramalan, dan hanya bersifat mungkin, dan mungkin. Tidak ada seorang pun mengetahui persis masa depan seperti apa, termasuk sejarawan. Bahkan, masa lalu dan masa kini pun hanya sebagian yang diketahui.
Hanya Allah yang tahu apa yang sebenarnya, Wallahua’lam bis-shawaab.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

LAPORAN ILMIAH PROSES PEMBUATAN TAPE KETAN DAN TUAK

Kata Pengantar Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah kepada hamba-Nya, khususnya bagi penulis yang telah mampu menyelesaikan laporan ilmiah yang berjudul ‘’ cara membuat Tape Ketan dan Tuak ’’. Dalam menulis laporan ilmiah ini, alhamdulillah penulis tidak mendapatkan kendala – kendala, sehingga penyelesaiannya dapat dikerjakan dengan baik. Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada Sabaruddin Ahmad S.Pd, selaku guru pembimbing yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga laporan ilmiah ini dapat terselesaikan. Disini kami juga menyampaikan, jika seandainya dalam penulisan laporan ilmiah ini terdapat hal – hal yang tidak sesuai dengan harapan, untuk itu kami dengan senang hati menerima masukan, kritikan dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ilmiah ini. Semoga apa yang diharapkan kami, selaku penulis dapat dicapai dengan sempurna. Singkawang, 14 febuari 2013 Penulis  

KEMERDEKAAN NEGARA- NEGARA ISLAM DARI IMPERIALISME

KEMERDEKAAN NEGARA- NEGARA ISLAM DARI IMPERIALISME              Gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka yang bebas dari pengaruh politik Barat. Disamping paskan itu, perjuangan mereka juga didukung oleh seluruh umat Islam di berbagai wilayah setempat yang menjadikan “kekuatan” yang dahsyat sehingga mereka dapat melepaskan diri dari belenggu imperialisme. Perjuangan mereka biasanya terwujud dalam bebrapa bentuk kegiatan, seperti (1) gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata, dan (2) gerakan pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan itu. Negara berpenduduk mayoritas muslim yang pertama kali berhasil memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitupadatanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka dari penjajahan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh