banyak orang yang bertanya apa sih jurusan Ilmu Sejarah itu?,
sebagai seorang yang kuliah di Jurusan Ilmu Sejarah, saya akan mendeskripsikan apa yang menjadi kajian dalam Jurusan Ilmu Sejarah.
berikut adalah penjelasan saya menurut buku Pengantar Ilmu Sejarah karya DR. Kuntowijoyo.
Definisi
sejarah
Sejarah
biasa diartikan sebagai sesuatu atau peristiwa yang telah terjadi dimasa lalu. Namun
sebenarnya, sejarah adalah rekonstrkusi masa lalu. Jangan mendeskripsikan
sebagai pembangunan kembali masa lalu untuk kepentingan masa lalu itu sendiri,
itu bukan dinamakan sejarah.
Lalu
sesuatu yang diirekonstruksi sejarah adalah sesuatu yang telah dialami oleh
seseorang, dari perkataannya, dari pekerjaannya, dari perasaannya, dan lain
sebagainya. Sejarawan dapat menulis apa saja, dengan memenuhi syarat untuk
disebut sebagai sejarah.
Guna
sejarah
Orang tidak
akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya. Kenyataan bahwa sejarah terus
ditulis, di semua peradaban dan di sepanjang waktu, menjadi bukti bahwa sejarah
itu diperlukan.
Fungsi
unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam penulisan sejarah memiliki peran yang
penting. Unsur instrinsik mengkategorikan sejarah sebagai ilmu, cara mengetahui
masa lampau, pernyataan pendapat , dan profesi. Sedangkan unsur ekstrinsik
berfungsi sebagai liberal education. Untuk mempersiapkan mereka yang
siap lewat pemikiran filosofis untuk diterjunkan di semua lembaga pendidikan di
Indonesia,
entah itu SD ataupun Perguruan Tinggi.
Sejarah
penulisan sejarah
Hanya
karena sejarah modern saat ini dianggap berasal dari eropa, maka pembahasan
mendetail akan membahas perkembangan sejarah penulisan sejarah, atau
historiografi di Eropa. Sejarah historiografi di Eropa akan dilihat sebagai
gejala yang terikat dengan waktu dan kebudayaan di zamannya.
Sejarah historiografi
tersebut bermula di zaman yunani dan romawi. Diawal sejarah historiografi
tersebut, penulisan sejarah terkait dengan peristiwa yang unik, dan terjadi
dimasa lampau. Karya-karya historiografi saat itu di dominasi oleh kisah-kisah
perang, konspirasi, kehancuran suatu bangsa, dan pemikiran serta retorika
seseorang dalam menanggapi suatu sejarah.
Ketika
berpindah ke zaman Kristen dan zaman pertengahan, historiografi mulai didominasi oleh karya-karya yang
menentang kebudayaan yunani dan romawi membudayakan paganism, dan menjunjung
tinggi kebudayaan Kristen. Alasan utamanya adalah agama Kristen saat itu
mendominasi Eropa.
Penulisan sejarah di Eropa saat itu memiliki dua pusat,
yaitu gereja dan negara, dengan , pendeta dan raja sebagai pelaku utamanya.
Hasilnya berupa annals (catatan peristiwa penting dalam kalimat pendek) chronicles
(penggambaran/deskripsi peristiwa secara luas), sejarah umum dan biografi.
Model penulisannya berbeda dengansebelumnya, karena zaman tersebut menolak
penulisan yang kritis dan faktual seperti di zaman Yunani dan Romawi silam.
Setidaknya, penulisan sejarah dimasa itu lebih melihat ke
belakang, dan pada umumnya, historiografinya menggunakan bahasa latin.
Abad selanjutnya, yaitu zaman penemuan daerah baru.
Penemuan daerah-daerah baru pada abad 15 , 16, dan 17 mempunyai pengaruh
penting bagi historiografi selanjutnya. Hampir seluruh bangsa Eropa yang
mempunyai akses ke laut menyumbang
pertumbuhan historiografi. Pada zaman ini juga masalah sosial menjadi tema
utama. Historiografi didominasi oleh karya-karya pelaut atau kisah kisah yang
menceritakan penemuan daerah baru, atau dikenal sebagai new world.
Dengan adanya penulisan semacam itu diharapkan bangsa Eropa memiliki semangat
untuk bertualang ke dunia baru tersebut.
Zaman rasionalisme dan pencerahan menyumbang sejarah
historiografi yang cukup banyak. Di zaman itu paham rasional menjadi acuan
utama untuk penulisan sejarah, atau historiografi. Dengan adanya kaum
rasionalis dari universitas telah meluaskan pandangan orang Eropa secara
geografis. Topik yang hangat dibahas adalah sejarah peradaban.
Historiografi di abad XIX ditandai dengan penghargaan
kembali pada Zaman Pertengahan (middle ages), munculnya filsafat
sejarah, munculnya teori “Orang Besar”, timbulnya nasionalisme, dan munculnya
liberalisme sebagai akibat dari berbagai revolusi yang terjadi baik dari
Inggris, Amerika, Prusia, dan tahun 1830 serta 1848.
Pada akhir abad XIX dan abad XX, historiografi terbagi
menjadi dua, yaitu sejarah kritis,dan sejarah baru. Di zaman ini, model
historiografi bertansformasi dengan penekanan ilmu sosial. Hal ini sangat
besebrangan dengan historiografi klasik, yang menekankan retorika, dan kritik. Sekalipun
ada kecenderungan untuk menekankan sejarah naratif, seperti pada sejarah
mentalitas dan sejarah kebudayaan, tetap saja ilmu sosial dipentingkan dan
menjadi pusat pembahasan penulisan sejarah di zaman tersebut.
Sejarah sebagai ilmu dan seni
Tidak semua peradaban memisahkan ilmu dengan seni. Di
Jawa hingga abad 19 kedua hal tersebut masih menjadi satu. Tradisi kraton di
Jawa terdapat pencampuran antara ilmu dan seni. Bukan hanya ilmu dan seni yang
tercampur, tetapi teologi, filsafat, dan ramalan pun tercampur dalam seni.
Sejarah sebagai ilmu, atau empiris, adalah sejarah
dikategorikan sebagai ilmu-ilmu empiris, sangat bergantung pada pengalaman
manusia, dan rekaman pengalaman berupa dokumen. Dokumen tersebut diteliti
menjadi fakta, fakta dinterpretasi, dan interpretasi melahirkan tulisan sejarah
yang memiliki garis besar berupa fakta.
Penegasan sejarah adalah ilmu empiris setidaknya memiliki
argumen yang menarik. Setidaknya, meskipun ilmu sejarah berbeda dengan ilmu
alam, ilmu sejarah itu sama-sama merupakan ilmu alam, sama-sama berdasarkan
pengalaman, pengamatan, dan penyerapan.
Perbedaannya, ilmu alam itu dapat dilakukan
berulang-ulang, atau percobaannya dapat dilakukan berulang-ulang. Sedangkan
sejarah, tidak dapat mengulangi percobaan karena yang dikatakan sejarah adalah
suatu peristiwa yang bersifat unik, dan partikularistik, yang berarti hanya
dapat dilakukan sekali saja.
Sejarah itu punya objek. Hal ini menegaskan bahwa sejarah
itu bukanlah sesuatu yang tidak jelas. Objek sejarah adalah waktu. Objek
tersebut mempunyai bahasan khusus yang tidak dimiliki oleh ilmu lain secara khusus.
Sejarah memiliki teori. Teori sejarah sama seperti teori
pada ilmu lainnya, perbedaannya teori dalam ilmu sejarah adalah manusia dan
waktu, sedangkan ilmu lainnya berupa pengetahuan dan wacana. Selain itu,
sejarah juga punya tradisi yang disetiap tradisinya memiliki teori. Hal ini
menegaskan bahwa sejarah juga mempunyai teori yang juga dimiliki oleh ilmu yang
lain.
Sejarah mempunyai generalisasi. Sejarah menarik
kesimpulan-kesimpulan umum, hanya saja kalau ilmu yang lain kesimpulannya
bersifat nomotetis dan sejarah lebih bersifat idiografis. Generalisasi sejarah
seringkali merupakan koreksi atas kesimpulan-kesimpulan ilmu lain.
Sejarah itu punya metode. Untuk penelitian, sejarah punya
metode sendiri yang menggunakan pengamatan. Jika ternyata suatu pertanyaaan
tidak didukung oleh bukti sejarah, maka pernyataan tersebut ditolak. Metode
sejarah itu bersifat terbuka dan hanya tunduk pada fakta. Metode sejarah
mengharuskan orang untuk berhati-hati dengan penarikan suatu kesimpulan terlalu
ekstrim.
Sejarah mempunyai nilai seni. Sejarah memerlukan intuisi.
Seorang sejarawan biasanya memerlukan ilmu bantu dalam meneliti suatu sejarah.
Apa yang harus dilakukan setiap langkahnya memerlukan kepandaian individu dalam
memutuskan apa yang harus dilakukan. Sering terjadi untuk memilikh suatu
penjelasan, bukan peralatan ilmu yang berjalan tetapi intuisi, hal yang sama
dengan cara kerja para seniman.
Sejarah memerlukan imajinasi. Dalam pekerjaannya,
sejarawan harus dapat membayangkan apa yang telah terjadi sesudah itu. misalnya
ketika ia menulis tetang priyayi awal abad 20, sejarawan harus punya gambaran
mungkin priyayi itu anak cucu bangsawan atau raja yang turun statusnya.
Intinya, sejarawan harus memiliki imajinasi ketika ingin menulis suatu
peristiwa sejarah, memiliki gambaran seolah-olah dia menyaksikan peristiwa itu,
menggambarkan segala aspek yang dapat meyakinkan bahwa peristiwa itu benar
terjadi, tentunya sesuai dengan fakta sejarah.
Sumbangan seni dalam ilmu sejarah memberikan karakter
tersendiri. Sumbangan tersebut berupa seni sastra dalam mengklasifikasi karakter
seseorang pada biografi dan struktur yang membangun suatu tulisan. Alur atau
plot tentu sangat dibutuhkan ketika kita menulis apapun. Sekalipun alur dalam
sastra berbeda dengan alur pada sejarah, tetapi tetap ada persamaan.
Pendidikan sejarawan
Seorang sejarawan memiliki tahapan dalam pendidikannya
mempelajari sejarah. Sejarah tersebut tidak terpusat pada pengertiannya secara
umum saja. Sejarah sebagai ilmu dipecah atau disebar dalam berbagai macam
konsentrasi yang berbeda-beda. Berdirinya Budi Utomo, Sarekat Islam, dan
Indische Partij yang mengawali pergerakan nasional dikategorikan dalam Sejarah
Pergerakan Nasional. Reformasi serta kerusuhan terbesar dalam sejarah
Indonesia, kerusuhan 6 Mei 1998, dikategorikan dalam studi Sejarah Reformasi di
Indonesia. Intinya, sejarah tersebut memiliki klasifikasi tertentu yang
membahas suatu peristiwa yang sesuai dengan objek studinya.
Sejarawan tidak hanya memerlukan studi tentang sejarah
saja dalam mempelajari sejarah, tetapi juga memerlukan studi lain yang disebut
ilmu bantu sejarah. Ilmu bantu tersebut tentunya bertujuan untuk membantu
subjektifitas dalam penulisan, sehingga hasilnya dapat mendekati objektif.
Suatu masyarakat dikatakan masyarakat jika memiliki tatanan sosial, dan pranata
sosial, hal ini dapat dibahas dalam ilmu sosiologi dan sosiologi tersebut dapat
membantu penulisan sejarah, permukaan bumi yang memilki tekstur yang
berbeda-beda dan beragam macamnya dapat dipelajari dalam geografi, atau
demografi, dan ilmu tersebut merupakan ilmu bantu sejarah.
Dengan kata lain,
ilmu bantu serta turunan ilmu sejarah sendiri memilki keterkaitan yang saling
melengkapi dalam mempelajari sejarah dengan baik dan benar dan bagi seorang
sejarawan, hal ini harus dipelajari demi mempelajari sejarah dengan benar.
Penelitian sejarah
Sejarah memerlukan penelitian. Seperti ilmu-ilmu lainnya,
penilitan dalam sejarah memiliki tahapan yang merupakan standar operasional
prosedur. Pemilihan topik yang merupakan prosedur awal dalam melakukan
penelitian, terbagi menjadi dua konsentrasi, yaitu kedekatan emosional, dan
kedekatan intelektual. Keduanya dimaksudkan untuk menegaskan pentingnya
objektifitas dan subjektifitas dalam penelitian sejarah.
Setelah melakukan pemindaian topik, tahapan selanjutnya
adalah rencana penelitian. Dalam penelitian setidaknya diperlukan perencanaan
yang baik untuk menentukan tahapan yang harus dilakukan, seperti pemilihan
masalah, historiografi, sumber sejarah, dan lain sebagainya. Disini diperlukan
kebijakan seorang sejarawan dalam merencanakan penelitian tersebut, supaya
penelitian dapat berjalan dengan baik, terstruktur, dan mencapai hasil yang
diinginkan.
Dalam penelitian sejarah, pengumpulan sumber menjadi
tahapan yang sangat menentukan. Karena ketika melakukan penelitian sejarah,
sumber penelitian yang tunggal itu akan terasa janggal mengingat sejarah
memiliki subjektifitas yang beragam macam dan tidak ada yang bersifat objektif,
tetapi mendekati objektif. Atas dasar itulah, pengumpulan sumber memiliki
konsentrasi yang bertingkat. Sumber lisan yang didapatkan langsung dari saksi
sejarah, atau orang yang hidup dimasa peristiwa tersebut berlangsung, sumber
kuantitatif berupa pajak, akunting, dan catatan jurnal lainnya yang dibutuhkan
untuk penegasan fakta sejarah yang diteliti merupakan metode-metode yang
dilakukan ketika mengumpulkan sumber sejarah.
Setelah mengumpulkan sumber-sumber yang kredibel, dan
faktual, tahapan selanjutnya adalah interpretasi. Usaha sejarawan untuk
menkait-kaitkan sumber yang satu dengan satu sumber yang lainnya, penafsiran,
dan lain sebagainya dapat dikatakan sebagai picu subjektifitas seorang
sejarawan. Pasalnya, dalam tahapan ini seorang sejarawan dituntut untuk
menafsirkan sumber yang didapatkannya sesuai dengan pemikiran dirinya sendiri.
Dengan kata lain, subjektifitas sejarawan tersebut akan diperlukan dalam
interpretasi. Segala analisis, serta sintesis antara fakta dan konsep dilakukan
untuk mencapai hasil penelitian yang mendekati objektif.
Terakhir adalah simpulan. Generalisasi terhadap data-data
yang kita beberkan ataupun penjelasan yang lainnya dibutuhkan untuk memberikan
kesimpulan kepada orang lain terhadap penelitian yang dilakukan. Hal tersebut
menuntut profesionalitas seorang sejarawan dalam bertanggung jawab atas data,
fakta, analisis, sumber-sumber yang terkait, dan segala bentuk materi yang
mendukung penelitian sejarah tersebut. Tanggung jawab itu terletak dalam
lampiran dan catatan.
Sejarah dan ilmu-ilmu sosial
Berbicara mengenai ilmu sosial lainnya, sejarah memiliki
hubungan yang baik, sehingga antara ilmu sosial lain tersebut dengan ilmu
sejarah memiliki hubungan timbal balik yang baik pula. Sejarah menjadi dasar
yang dapat mengembangkan ilmu-ilmu sosial, sebaliknya, ilmu-ilmu sosial
tersebut melahirkan sejarah baru yang lebih familiar, sejarah modern.
Kontribusi sejarah untuk ilmu-ilmu sosial adalah sejarah
sebagai kritik terhadap ilmu sosial. Max Weber dalam metodologi ilmu sosial
menggunakan tipe yang abstrak untuk mempermudah penelitian bagi sejarawan,
namun sebenarnya tipe tersebut tidak didukung dengan historis yang faktual.
Kemudian, permasalahan sejarah dapat menjadi permasalahan
ilmu sosial. Barington Moore Jr menulis Social Origins Of Dictatorship and
Democracy menggunakan generalisasi yang menjelaskan tiga konsep menuju
dunia modern, dan tiga hal tersebut adalah konsep sosial yang masing-masing
ditilik dari kronik sejarah yang terjadi dimasa Revolusi Eropa, Perang Dunia,
dan Komunisme di Eropa Timur.
Pendekatan sejarah yang bersifat diakronis menambah
dimensi baru pada ilmu sosial yang bersifat sinkronis. Clifford Geertz, menulis
tentang argikultural yang menjelaskan analisisnya tentang perubahan ekologi di
Jawa dibuku pertamanya, dan kota Mojokuto yang menjadi basis operasional pertanian
yang maju pada abad 19 dibuku keduanya. Kedua karya tersebut menjadi contoh
bagaimana sejarah yang menekankan proses dapat membantu ilmu sosial yang
menekankan struktur.
Setelah mengetahui kegunaan sejarah terhadap ilmu sosial,
kegunaan ilmu sosial terhadap sejarah pun perlu diketahui, karena keduanya
memiliki hubungan timbal balik yang baik. Sejarah Baru menjadi bukti yang kuat
bahwa ilmu-ilmu sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap ilmu sejarah.
Sosiologi yang menekankan konsep sosiologi, perubahan sosial, solidaritas dan
hal-hal yang terkait dengan konsep sosiologi, perlu dikuasai oleh seorang
sejarawan ketika menulis sejarah sosial.
Ilmu politik dengan istilah-istilah semacam political
culture, organisasi, sistem politik dan demokrasi juga memberikan kontribusi
yang baik kepada sejarah. Sehingga pendekatan sejarah dengan bantuan ilmu
politik dapat dilakukan.
Kemudian antropologi juga menyumbang dasar-dasar
antropologi sosial,politik, ekonomi serta konsep-konsep simbol, sistem kepercayaan,
folklore, dan lain sebagainya pun memberikan kemudahan dalam melakukan
penelitian sejarah ketika meninjau sisi masyarakat dan kebudayaan yang
diteliti, dengan pendekatan antorpologi.
Siapa saja berhak menulis sejarah ekonomi, baik itu
ekonom, sejarawan, ataupun orang yang diluar kedua disiplin ilmu tersebut,
dengan syarat ; memahami kaidah penelitian ekonomi dan sejarah. Sejarawan yang
ingin menulis sejarha ekonomi harus paham konsep-konsep ekonomi makro dan
mikro, serta konsep dasar ekonomi lainnya. Begitu pula dengan ekonom, ketika
dia ingin menulis tentang sejarah ekonomi, dia harus memahami sejarah
perkembangan ekonomi, model-model ekonomi dinasti China, jalur sutra, dan
konsep-konsep dasar ekonomi yang berkembang dalam sejarah. Sehingga kedua disiplin
ini memiliki keterikatan yang baik dalam menentukan sejarah.
Kekuatan-kekuatan sejarah
Sering dianalogikan seperti orang yang memancing. Ketika
senar pancingannya terbawa arus, dia berpikir air ditempat tersebut alirannya
deras. Lalu ia berpindah kesana sesuai dengan naluri pemancingnya. Sebenarnya
dia lupa kalau air yang menjadi deras itu disebabkan karena kemiringan
tanahnya. Bahkan mungkin dia lupa bahwa air itu mengalir ke bawah dan tanah di
bawah sungai itu menurun.
Model seperti ini dapat dianalogikan dengan konsep apa
itu kekuatan sejarah. Kebanyakan dari kita mungkin hanya mengenal suatu
peristiwa dengan memahami peristiwa tersebut secara tunggal tanpa mengetahui
pemicu yang ada pada peristiwa-peristiwa sebelumnya. Itulah kekuatan sejarah. Sejarah
menilai peristiwa dari prosesnya, baru melihat hasil dari proses dalam
peristiwa tersebut.
Konsepnya banyak, segala macam intuisi yang bersifat
politis merupakan kekuatan sejarah. Jalur Sutera atau silk road yang memicu
perkembangan ekonomi asia juga termasuk kekuatan sejarah. Agama yang
mengajarkan konsep menuhankan tuhan yang satu, tanpa memberikan tandingan atau
sekutu bagi-Nya juga merupakan kekuatan sejarah. Ideologi, Seni, Mitos,
Militer, dan semua itu adalah bagian dari kekuatan sejarah.
Inti dari kekuatan sejarah adalah, sesuatu yang berproses
dan memiliki hulu ledak berupa peristiwa yang unik, partikularistik, dan monumental
serta menjadi pandangan yang diperhatikan oleh orang. Pandangan yang
dimaksudkan disini adalah orang akan mengetahui sejarah dari peristiwa yang
berlangsung tersebut, dan orang tidak mengetahui picu yang meledakkan peristiwa
tersebut. Sejarah selalu berfungsi dalam menentukan segala peristiwa
monumental, karena sejarah bukan mengajarkan kita hanya mengayunkan tombak kedepan,
tetapi juga menarik busur panah kebelakang.
Generalisasi sejarah
Penyimpulan dari suatu yang bersifat khusus menjadi
pengertian secara umum adalah pengertian dari generalisasi. Generalisai dalam
sejarah memiliki cabang yang beragam macam tergantung dengan kebutuhan dan
konsep dasarnya. Penyimpulan yang bersifat menyamakan bagian dengan keseluruhan
adalah model dari generalisasi konseptual. Pendeksripsian umum yang menilik
penyimpulannya berdasarkan judul buku adalah model dari generalisasi tematik.
Generalisasi sistemik, struktural, kultural, dan sosial adalah contoh-contoh
dari tingkatan-tingkatan generalisasi dalam sejarah yang bermacam ragamnya.
Namun garis besarnya yang menjadi poin penting, adalah
dalam setiap generalisasi tersebut selalu ada yang bersifat penyederhanaan suatu peristiwa yang dianggap
kompleks dan pengecekan teori secara lua, yang dikenal sebagai simplifikasi,
dan saintifikasi. Kedua hal itu tidak dapat dilepaskan dari generalisasi karena
merupakan garis besar pembentuk generalisasi itu sendiri.
Kesalahan-kelasahan sejarawan
Sebagai seorang manusia, tentunya sejarawan juga tidak
terlepas dari kesalahan entah itu kesalahan dalam meneliti sejarah, ataupun
memberikan pernyataan akan sesuatu. Sejarah itu kebenarannya absolut, tapi
kebenaran sejarah yang ada dalam pemikiran sejarawan itu nisbi, sangat mungkin
sekali terjadi kesalahan. Mungkin saja berupa kebanyakan pertanyaan, atau
mungkin kesalahan yang katakanlah fatal, yaitu salah menentukan topik, ketika
melakukan penelitian, bersifat terlalu empiris, yang bukan bagian penting dalam
penulisan sejarah, salah mengumpulkan sumber, menganggap pendapat sebagai fakta
adalah bentuk-bentuk kesalahan yang sangat mungkin ada pada diri seorang
sejarawan ketika berhadapan dengan sejarah.
Sejarah dan pembangunan
Mayoritas orang menganggap sejarah sebagai suatu yang
hanya bersifat pragmatis, tidak memiliki kegunaan yang praktis. Inilah yang
menjadi blunder besar, karena sejarah tidak dianggap sebagai intelijensi
bersama. Buktinya, banyak orang yang ketiksa berbicara masalah ilmu sosial,
sejarah ditinggalkan karena dianggap tidak berguna.
Kenyataan yang seperti itu justru menjadi suatu ironi,
sangat disayangkan kalau sekarang banyak dari mereka meninggalkan sejarah hanya
karena tidak memiliki kegunaan praktis. Sejarah itu bukan seperti itu! perlunya
penegasan bahwa sejarah memiliki kegunaan dalam menentukan perencanaan dan
penilaian, dengan tiga hal, yaitu paralelisme sejarah, serajah perbandingan,
dan evolusi sejarah. Tiga hal yang sama ketika membahas kasus pembangunan
semisal pembangunan pertanian, ekonomi, dan seterusnya.
Ini mengeaskan kembali bahwa sejarah memiliki kegunaan
dalam menentukan masa depan yang lebih baik, entah dari sisi ekonominya, sisi
edukasinya, atau sisi-sisi pembangunan lainnya. Adanya perbandingan sejarah
dapat membandingkan sejarah reformasi dengan sejarah revolusi, dan menentukan
masa depan Indonesia dengan arah politik yang lebih jelas, dan terstruktur.
Adanya paralelisme sejarah yang dapat menjelaskan hubungan yang terjadi antara
sejarah Majapahit, dengan sejarah Sriwijaya, Nasionalisme kuno yang dimulai
dengan menyatukan Nusantara oleh Gajah Mada. Setidaknya kedua hal diatas dapat
menepis kenyataan bahwa sejarah bukan hanya pragmatis, tetapi juga memiliki
kegunaan praktis, untuk pembangunan dimasa depan.
Ramalan sejarah
Ramalan sejarah bukanlah sesuatu yang pokok, hanya
disarankan untuk dilakukan karena mempelajari sejarah sendiri juga memiliki
kegunaan untuk menentukan masa depan. Tetap pekerjaan sejarawan adalah
rekonstruksi masa lalu, tetapi hendaknya memeperhatikan masa lalu tersebut
dengan harapan untuk memberikan masa depan yang lebih baik.
Politik akan mengalami rasionalisasi dan demokratisasi
berkat meningktanya daya baca. Masyarakat akan mengalami pembagian/kalsifikasi
berdasarkan kelas dan ekonomisasi berkat liberalisasi perdagangan. Agama akan
menghadapi sekularisasi dan transedentalisasi karena modernisasi. Dan budaya
akan menghadapi positivisme dan teknologisme karena kemajuan IPTEK.
Itu mungkin gambaran mengenai ramalan tentang masa depan
Indonesia kita dari berbagai macam konsentrasi dimasa nanti, namun ramalan
adalah ramalan, dan hanya bersifat mungkin, dan mungkin. Tidak ada seorang pun
mengetahui persis masa depan seperti apa, termasuk sejarawan. Bahkan, masa lalu
dan masa kini pun hanya sebagian yang diketahui.
Hanya Allah yang tahu apa yang sebenarnya, Wallahua’lam
bis-shawaab.
how smart you are :D
ReplyDelete:D i am not smart but thank you
ReplyDeleteHahahaha em ngak ba :p
ReplyDelete