Skip to main content

Tradisi Pesantren

Tradisi pesantren merupakan kerangka sistem pendidikan Islam tradisional di Jawa dan Madura, yang dalam perjalanan sejarahnya telah menjadi obyek penelitian para sarjana yang mempelajari Islam di Indonesia. Beberapa kumpulan karangan tentang pesantren yang ditulis oleh sekelompok intelektual Islam di Indonesia turut membantu menambah pengetahuan kita tentang pesantren. Tetapi karangan-karangan ini belum membahas pesantren dalam kaitannya secara luas dengan struktur sosial, keagamaan dan politik dari masyarakat Islam di pedesaan di Jawa.

1.    Pola Umum Pendidikan Islam Tradisional
Untuk dapat memahami hakekat daripada pesantren, perlulah kita terlebih dahulu memahami ciri-ciri pendidikan Islam tradisional di Jawa dan Madura. Disini penulis mengambil studi kasus tentang dua lembaga pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Bagi seorang Jawa, untuk dapat mengucapkan 2 kalimat syahadah, mengerjakan kewajiban sembahyang lima waktu dan membaca Qur’an, diperlukan latihan dan pendidikan elemnter yang secara tradisional diberikan dalam pengajian-pengajian yang diselenggarakan di rumah guru-guru ngaji di langgar atau di masjid.
Namun, pendidikan pembacaan Quran merupakan jenjang pertama, bagi beberapa anak dari keluarga tertentu mereka masih melanjutkan pelajaran seperti menterjemahkan buku-buku Islam klasik, memperdalam bahasa Arab sebagai alat untuk memperdalam buku-bukut tentang fiqih, usul fiqih, hadis, adab, tafsir tauhid, tarikh, tasawwuf, dan akhlaq. Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kekuasaan, uang, dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan.
Di antara cita-cita pendidikan pesantren adalah latihan untuk dapat berdiri sendiri dan membina diri agar tidak menggantungkan sesuatu kepada orang lain kecuali kepada Tuhan. Para kyai selalu menaruh perhatian dan mengembangkan watak pendidikan individual. Dalam tradisi pesantren dikenal pula sistem pemberian ijazah, dalam pesantren Ijazaha itu berbentuk pencantuman nama dalam suatu ratai transmisi pengetahuan yang dikeluarkan oleh gurunya terhadap muridnya yang telah menyelesaikan pelajarannya dengan baik tentang suatu buku tertentu sehingga si murid tersebut dianggap menguasai dan mengajarkannya kepada orang lain. Tradisi ijazah ini hanya dikeluarkan untuk murid-murid tingkat tinggi dan hanya mengenai kitab-kitab besar dan masyhur.
2.    Musafir Pencari Ilmu
Dalam Islam, seorang pencari ilmu dianggap sebagai seorang musafir yang berhak menerima zakat dari orang-orang kaya. Orang yang memberikan zakat kepada pencari ilmu atau guru-guru yang mengabdikan tenaga dan pikirannya untuk mengajarkan ilmunya, dianggap menyerahkan amal jariyah. Dari kenyataan ini bisa daimbil kesimpulan bahwa pendidikan sangat ditekankan dalam Islam, dan para sarjana-sarjana Islam menganggap dan menerimanya sebagai kewaijban mereka untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain tanpa mengharap suatu imbalan.
Islam mengajarkan bahwa perjalanan atau kewajiban mencari ilmu tidak ada ujung akhirnya. Sebagai akibat daripada ajaran-ajaran ini maka salah satu aspek penting daripada sistem pendidikan pesantren ialah tekanan pada murid-muridnya untuk terus-menerus berkelana dari satu pesantren ke pesantren yang lain. Dengan demikian pengembaraan merupakan ciri utama kehidupan pengetahuan di pesantren dan menyumbangkan  adanya kesatuan sistem pendidikan pesantren, dan merupakan stimulasi bagi kegiatan dan kemajuan ilmu.

3. Sistem Pengajaran
Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah disebut sistem bandongan atau sistem weton. Dalam sistem ini sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Sementara itu, terdapat sistem pengajaran lain dalam sistem pendidikan Islam tradisonal bernama sistem sorogan, dimana murid harus mempunyai kesabaran, kerajinan, dan ketaatan. Guru mengawasi, menilai dan membimbing murid secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai bahasa Arab.

4.        Latar belakang Sejarah: Perubahan-perubahan Tradisi Pesantren
Semenjak datangnya Kolonial Belanda di Indonesia, mengubah berbagai tradisi-tradisi yang ada di dalam pesantren. Dengan diperkenalkannya sistem pendidikan barat, para lulus sekolah menengah dan universitas merupakan contoh ideal bagi golongan terdidik Indonesia, yang semakin menggantikan kedudukan Kyai sebagai kelompok inteligensia dan pemimpin-pemimpin masyarakat.
Ini berarti bahwa anak-anak muda yang cerdas dan penuh ambisi akan semakin tertarik kepada pendidikan barat, sebab mereka akan menikmati kesempatan memperoleh pekerjaan pada sektor birokrasi dan perusahaan modern yang semakin terbuuka bagi penduduk pribumi. Dengan berkembangnya sistem madrasah dalam lingkungan pesantren pada abad 20, mengakibatkan tradisi santri berkelana ke pelbagai pesantren pun mulai hilang. Hal ini karena diterapkannya sistem kelas yang bertingkat-tingkat dan ketergantungan pada ijazah formal sebagai tanda keberhasilan murid, yang mengakibatkan murid atau santri harus tinggal dalam satu pesantren saja selama bertahun-tahun.


Elemen-elemen Sebuah Pesantren
1.    Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan para kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam lingkungan komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal. Pondok, asrama bagi para santri merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional Islam yang berkembang di negara lain.
Sistem pondok bukan saja elemen paling penting dari tradisi pesantren, tapi juga penopang utama bagi pesantren untuk terus berkembang. Hal ini dapat memudahkan para santri untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru, sehingga tidak mengalami kesukaran.
2.    Masjid
Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional. Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesatren dan diangap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah dan sembahyang Jumat dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.

3.    Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik
Sekarang, meskipun kebanyakan pesantren telah memasukka pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik tetap diberikan sebagai upaya untuk meneruska tujuan utama pesantren mendidik calon-calon ulama, yang setia kepada faham Islam tradisional. Kitab-kitab klasik dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu: kitab-kitab dasar, kitab-kitab tingkat menengah, dan kitab-kitab besar.

4.    Santri
Santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren, menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan-lingkungan pesantren, seorang alim hanya hanya bisa disebut kyai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik.
Menurut tradisi pesantren, terdapat dua kelompok santri:
1)      Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren.
2)      Santri Kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa disekililing pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.


5.    Kyai
Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Sejak Islam masuk ke Jawa, para kyai telah menikmati kedudukan sosial yang tinggi. Di bawah pemerintahan Kolonial Belanda, para Sultan di Jawa lebih banyak menaruh perhatiannya terutama kepada aspek-aspek politik daripada aspek kesultanan, dan dalam pengertiannya yang konkrit membiarkan masalah-masalah Islam ditangani oleh para kyai. Dengan demikian, secara tidak langsung kebijaksanaan para sultan ini telah memperkuat pemisahan antara kekuasaan agama dan politik.  
Untuk menjadi seorang kyai, seorang calon harus berusaha keras melalui jenjang yang bertahap. Pertama-tama, ia biasanya merupakan anggota para kyai. Setelah menyelesaikan pelajarannya di berbagai pesantren, kyai pembimbingnya yang terakhir akan melatihnya untuk untuk mendirikan pesantrennya sendiri.


Hubungan Intelektual dan Kekerabatan Sesama Kyai

Perkembangan sebuah pesantren bergantung sepenuhnya kepada kemampuan pribadi kyainya. Kyai merupakan elemen paling pokok dari sebuah pesantren. Itulah sebabnya kelangsungan hidup sebuah pesantren sangat bergantung pada kemampuan pesantren tersebut untuk memperoleh seorang kyai pengganti yang berkemampuan cukup tinggi pada waktu ditinggal mati kyai yang terdahulu.

1.    Hubungan Kekerabatan: Geneaologi Sosial Pemimpin Pesantren
Dari satu generasi ke generasi penerusnya, para kyai selalu menaruh perhatian istimewa terhadap pendidikan putera-putera mereka sendiri untuk dapat menjadi pengganti pimpinan dalam lembaga-lembaga pesantren mereka. Kebanyakan selain mengambil dari anak-anaknya sendiri, juga mengambil dari anak-anak besan dari kyai tersebut yang juga keturunan kyai. Kebanyakan kyai juga mengawinkan anak-anak terutama perempuan untuk dikawinkan dengan murid-muridnya yang pandai dan potensial terutama juga dari keturunan kyai, untuk menjadi pemimpin pesantren.
Dengan cara ini, para kyai saling terjalin dalam ikatan kekerabatan yang intensitas tali temalinya sangat kuat. Selanjutnya, kuat dan luasnya hubungan tali kekerabatan antar kyai tersebut telah menghasilkan integrasi dan persatuan kyai.

Keluarga Kyai di Jawa
Para kyai telah mengembangkan suatu tradisi yang mapan bahwa keturunan mereka (terutama anak laki-laki dan cucu laki-laki) dan keluarga mereka terdekat (terutama mantu laki-laki), memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat menjadi anggota kelompok kyai. Secara sosiologis, kelompok kyai tidak dapat dianggap sebagai kelompok yang terbuka karena kuatnya perasaan mereka sebagai suatu grup dan kuatnya keterikatan mereka kepada prinsip perkawinan endogamous antara sesama keluarga kyai.
Istri, anak-anak, cucu kyai, dan demikian juga menantu-menantunya memperoleh prestise sosial yang khusus. Istri dan putri-putrinya yang telah menikah memperoleh gelar “nyai”. Di Jawa Timur, putera, cucu, dan menantu laki-laki diberi julukan “gus”. Seorang kyai selalu mengharapkan mereka (gus-gus) menjadi calon-calon yang potensial sebagai pimpinan pesantren di masa mendatang. Jika seorang kyai tidak punya pura, salah seorang menantunya laki-laki akan diarahkan menjadi calon utama. Ini berarti bahwa seorang kyai selalu memberikan didikan khusus kepada gus-gus untuk menjamin adanya seorang pengganti kepemimpinan pesantrennya.

Hubungan Kekerabatan yang Ideal Menurut Pandangan Kyai
Para kyai di Jawa menganggap unit rumah tangga sebagai lembaga yang paling pokok bagi masyarakat Islam. Unit rumah tangga merupakan lembaga dimana suatu generasi mempersiapkan generasi penerus untuk kelestarian masyarakat Islam, dimana kepatuhan dan semangat untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban kemasyarkatan menurut Islam mulai ditanamkan.
Di luar batas anggota rumah tangga, yang perlu dibina berikutnya ialah kelompok kerabat. Mereka yang mempunyai hubungan darah diharapkan bisa saling menolong, bekerja sama dan merasa terikat satu sama lain. Para kyai seringkali mengutip ayat-ayat Quran yang mengajarkan agar kita memperlakukan keluarga terdekat dengan sebaik-baiknya. Mereka mengikuti tradisi nabi bahwa perlakuan yang baik kepada anggota keluarga merupakan nilai yang sangat tinggi dan perlu dipegang teguh.

2.    Genealogi Intelektual
Sejak Islam masuk di Jawa, para kyai selalu terjalin oleh intellectual chains (rantai intelektual) yang tidak terputus. Dalam tradisi pesantren, rantai transmisi disebut sanad, dan setiap individu disetiap sanad disebut isnad. Ini berarti bahwa antara satu pesantren dengan pesantren lain, baik dalam satu kurun zaman maupun satu generasi ke generasi berikutnya, terjalin hubungan intelektual yang  mapan hingga perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan pesantren sebenarnya sekaligus dapat  menggambarkan sejarah intelektual Islam tradisional.

Hubungan yang Ideal Antara Guru dan Murid
Dalam tradisi pesantren, perasaan hormat dan kepatuhan murid kepada gurunya adalah mutlak dan tidak boleh putus, artinya berlaku seumur hidup si murid. Kepercayaan dan penghormatan kepada guru didasarkan kepada keyakinan bahwa gurunya adalah seorang alim yang terpilih. Di samping itu para guru mencurahkan waktu dan tenaganya mengajar murid-muridnya karena si guru merasa bertanggung jawab di depan Allah untuk menyalurkan ilmu yang dimilikinya kepada muridnya. Saling ketergantungan antara murid dan guru, saling pengertian antara satu dan yang lainnya, kebersamaan, kesabaran, ketulusan dan kecintaan antara guru dan murid, semuanya merupakan faktor yang sebenarnya menjamin kelangsungan kehidupan pesantren.

3.    Peranan Hadratus-Syekh dalam Perkembangan Islam di Jawa
Pararel dengan semakin meningkatnya kemasyhuran Hdratus Syekh, Islam modern yang tersalur dalam berbagai gerakan keagamaan mulai tersebar dan memperoleh sambutan yang cukup luas di hampir semua kota besar dan kecil di Jawa. Pengaruh Hadratus-Syekh yang besar di kalangan para Kyai di Jawa Timur dan Jawa Tengah menyebabkan para kyai dan pengikut-pengikutnya segera mendukung Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi wadah perjuangan para pemimpin Islam tradisional. Sebagaimana dirumuskan dalam Anggaran Dasar NU tahun 1927, organisasi tersebut bertujuan untuk memperkuat kaum muslimin kepada salah satu mazhab empat dan melakukan kegiatan-kegiatan yang menguntungkan para anggotanya sesuai dengan ajaran Islam.
Kedudukan Hadratus-Syekh  sangat penting karena pengaruhnya yang demikian kuat dalam lingkungan kaum Islam tradisional di pedesaan dapat turut menjamin bagi kelangsungan peranan Islam dalam pergerakan kebangsaan secara keseluruhan. Pengaruh Hadratus Syekh yang luar biasa disebabkan karena suksesnya mengembangkan Pesantren Tebuireng sebagai pesantren paling besar dan paling penting di Hawa pada abad ke-20. Pesantren Tebuireng menjadi sumber ulama dan sumber pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. 
sumber :

Tradisi Pesantren, Karya: Zamakhsyari Dhofier Jakarta: LP3ES, 1982

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN ILMIAH PROSES PEMBUATAN TAPE KETAN DAN TUAK

Kata Pengantar Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah kepada hamba-Nya, khususnya bagi penulis yang telah mampu menyelesaikan laporan ilmiah yang berjudul ‘’ cara membuat Tape Ketan dan Tuak ’’. Dalam menulis laporan ilmiah ini, alhamdulillah penulis tidak mendapatkan kendala – kendala, sehingga penyelesaiannya dapat dikerjakan dengan baik. Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada Sabaruddin Ahmad S.Pd, selaku guru pembimbing yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga laporan ilmiah ini dapat terselesaikan. Disini kami juga menyampaikan, jika seandainya dalam penulisan laporan ilmiah ini terdapat hal – hal yang tidak sesuai dengan harapan, untuk itu kami dengan senang hati menerima masukan, kritikan dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ilmiah ini. Semoga apa yang diharapkan kami, selaku penulis dapat dicapai dengan sempurna. Singkawang, 14 febuari 2013 Penulis ...

KEMERDEKAAN NEGARA- NEGARA ISLAM DARI IMPERIALISME

KEMERDEKAAN NEGARA- NEGARA ISLAM DARI IMPERIALISME              Gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka yang bebas dari pengaruh politik Barat. Disamping paskan itu, perjuangan mereka juga didukung oleh seluruh umat Islam di berbagai wilayah setempat yang menjadikan “kekuatan” yang dahsyat sehingga mereka dapat melepaskan diri dari belenggu imperialisme. Perjuangan mereka biasanya terwujud dalam bebrapa bentuk kegiatan, seperti (1) gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata, dan (2) gerakan pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan itu. Negara berpenduduk mayoritas muslim yang pertama kali berhasil memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitupadatanggal 17 Agustus 1945. Indonesia mer...

PETUNJUK PRAKTIKUM UJI KANDUNGAN BAHAN MAKANAN

PETUNJUK PRAKTIKUM UJI KANDUNGAN BAHAN MAKANAN A.    TUJUAN Mengetahui adanya karbohidrat, lemak, dan protein pada makanan. B.     ALAT DAN BAHAN Alat 1.        Tabung reaksi 2.        Mortar 3.        Plat tetes 4.        Kertas buram 5.        Pembakar Spirtus Bahan 1.        Larutan benedict (Fehling A + Fehling B) 2.        Larutan lugol 3.        Larutan biuret (NaOH 20% + CuSO4 0,1 M) 4.        Berbagai bahan makanan C.     CARA KERJA I.       UJI KARBOHIDRAT (AMILUM) 1.     Hancurkan bahan makanan yang akan diuji menggunakan mortar porselein. 2.     Masukkan masing-masing baha...