GERAKAN KEBANGKITAN DI
DUNIA ISLAM
Gerakan
modernisasi dunia Islam yang dilakukan para pembaru muslim, memiliki semangat
juang besar dalam membangkitkan semangat umat Islam untuk bangkit kembali menguasasi
sains dan teknologi, di samping melakukan gerakan pemurnian ajaran Islam yang
merupakan inti dari gerakan tersebut. Gerakan pembaruan yang dilakukan para
tokoh tersebut bergema di seluruh penjuru dunia Islam. Oleh karena itu, banyak
di antara negara-negara muslim mengikuti gerakan pembaruan tersebut, sehingga
lahirlah suatu tatanan baru dalam dunia Islam, yaitu kebangkitan melawan
imperalisme Barat.
Usaha
untuk
memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya yang dikenal dengan gerakan moderanisasi atau pembaruan didorong oleh dua faktor yang saling mendukung. Pertama, pemurnian ajaran Islam dan unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam itu. Kedua, menimba gagasan-gagasan pembaruan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Yang pertama seperti gerakan Wahhabiyah yang dipelopori oleh Muhammad bin Abd Al Wahhab (1703-1787 M) di Arabia, Syah Waliyullah (1703-1762 M) di India, dan Gerakan Sanusiyyah di afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair. Sedangkan yang kedua, tercemari dalam pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa Islam. Pelajar-pelajar muslim asal India juga banyak yang menganut ilmu ke Inggris.
memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya yang dikenal dengan gerakan moderanisasi atau pembaruan didorong oleh dua faktor yang saling mendukung. Pertama, pemurnian ajaran Islam dan unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam itu. Kedua, menimba gagasan-gagasan pembaruan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Yang pertama seperti gerakan Wahhabiyah yang dipelopori oleh Muhammad bin Abd Al Wahhab (1703-1787 M) di Arabia, Syah Waliyullah (1703-1762 M) di India, dan Gerakan Sanusiyyah di afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair. Sedangkan yang kedua, tercemari dalam pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa Islam. Pelajar-pelajar muslim asal India juga banyak yang menganut ilmu ke Inggris.
·
Kebangkitan
dalam Bidang Ilmu Pengetahuan, Pendidikan dan Politik
Menyadari
kekalahan dan kelemahan dalam berbagai aspek kehidupan dari bangsa-bangsa
Barat, umat Islam mulai bangkit kembali untuk mengejar ketinggalan dan
keterbelakangan. Bangsa yang pertama kali merasakan ketinggalan itu adalah
Turki Usmani dan Mesir.
Kesadaran
itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk belajar dari Eropa. Di
Turki para sultan mengirim duta-dutanya ke Eropa untuk mengetahui kemajuan yang
dicapai bangsa barat. Dari informasi yang diterima dari para duta tersebut,
sultan akhirnya melakukan pembaruan dalam bidang politik dan militer. Karena di
situlah letak kemajuan dan kemenagan Barat atas dunia Islam.
Gerakan
pembaruan itu dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memang
tidak dapat dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul
adalah gagasan Pan-Islamisme (Persatuan
Islam sedunia) yang mula-mula didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan
Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir
Islam terkenal Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897 M).
Jamaluddin
Al-Afghanilah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan didominasi Barat dan
bahayanya. Oleh karena itu, ia mengabadikan dirinya untuk memperingatkan dunia
Islam akan hal itu dan melakukan usaha-usaha
yang teliti untuk pertahanan. Umat Islam, menurutnya, harus meninggalkan
perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Akan tetapi, ia
juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam.
Karena itu, Al-Afghani dikenal sebagai bapak nasionalisme dalam Islam.
Gerakan
Pan-Islamisme yang bergelora itu mndorong sultan Kerajaan Turki Usmani, Abdul
Hamid II (1876-1909 M), untuk mengundang Jamaluddin Al-Afghani ke Istambul, ibu
kota Turki Usmani. Gagasan dengan cepat mendapat smabutan hangat di
negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi Al-Afgahani tersebut
menjadi dua bagian kekuasaan sultan, sehingga Al-Afghani tidak diizinkan
berbuat banyak di Istambul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat
redup, terutama setelah Turki Usmani bersama sekutunya, Jerman kalah dalam
Perang Dunia I, dan kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa Kamal Attaturk, tokoh
yang justru mendukung gagasan nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara
kebangsaan.
Gagasan
nasionalisame yang berasal dari Barat itu masuk ke negeri-negeri muslim melalui
persentuhan umat Islam dengan Barat, yang menjajah mereka dan dipercepat oleh
banyaknya pelajar muslim yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga
pendidikan “Barat” yang didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada
mulanya banyak mandapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam karena dipandang
tidak sejalan dengan semangat ukhuwah islamiah. Akan tetapi. Gerakan ini
berkembang cepat setelah gagasan Pan-Islamisme redup.
Di
Mesir, Muhammad Ali Pasha (1765-1849M) tampil untuk memajukan ilmu pengetahuan
dengan mendirikan berbagai lembaga pendidikan dan penerjemah, sehingga pada
masyarakat Mesir menjadi negara maju. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh
At-Tahtawi (1801-1873 M). Berkat usahanya, banyak diterjemahkan buku-buku Barat
tentang berbagai ilmu pengetahuanmodern, dan dikarang pula buku-buku baru serta
menerbitkan berbagai surat kabar dan majalah.
Penerjemahan
buku-buku berjalan dengan lancar, terutama setelah didirikan Sekolah Penerjemah
tahun 1836 M. Sekolah ini kemudian diserahkan kepada Muhammad Ali Pasha kepada
At-Tahtawi. Di sekolah ini terdapat para ahli yang memiliki keahlian sesuai
dengan bidang masing-masing, sehingga sekolah ini membagi empat bagian. Bagian
ilmu pasti, bagian ilmu kedokteran, bagian ilmu fisika, dan bagian sastra.
Ide-ide
pembaruan Islam yang dilakukan para pembaru tidak hanya dalam bidang
keagamaan., tetapi juga pembaharuan dalam bidang-bidang sosial politik,
sehingga melahirkan kebangkitan kembali dunia Islam. Dalam bidang politik, yang
dimulai dengan tumbuhnya kesadaran bahwa sistem politik Islam ketika itu sudah
menyimpang dari sumber-sumber ajaran Islam. Seperti masalah khalifah yang
sebetulnya adalah milik umat Islam, telah berubah menjadi milik suatu golongan
tertentu sehingga yang berkuasa hanya orang-orang tertentu yang menguasai
negara.
Ancaman
yang datang menghadang umat Islam, baik yang dari faktor internal maupun
eksternal, merupakan suatu bahaya yang mengancam kesatuan umat Islam.
Terjadinya persaingan kekuasaan antara umat Islam di Mesir, Arab, dan Turki,
menjadi sebab terpecahnya ukhuwah islamiyah. Disamping itu, penjajahan yang
dilakukan bangsa barat juga menjadi faktor penyebab rusaknya hubungan
persaudaraan Islam, yang sering kali menimbulkan peperangan diantara umat
Islam.
Untuk
mengatasi persoalan itu, umat Islam dan negara-negara Islam seperti Mesir dan
Turki yang berusaha memperkuat angkatan militernya, disamping pembaruan
dibidang-bidang lainnya. Gerakan politik yang paling menonjol dilakukan oleh
Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897 M) yang melahirkan Pan Islamisme di dunia
Islam. Untuk mencapai idenya ini Jamaluddin mendirikan Partai Nasional
(Al-Hizbul Wathan) di Mesir, memperjuangkan pendidikan universal,
menyelenggarakan kebebasan pers, dan sebagainya.
Jamaluddin
Al-Afghani menghendaki pemerintah Republik yang di dalamnya terdapat kebebasan
mengeluarkan pendapat, dan kewajiban kepala negara untuk tunduk kepada
undang-undang dasar.
Apabila
di Mesir bangkit Nasionalisme Mesir, di bagian negeri Arab lainnya lahir
gagasan nasionalisme Arab yang segera menyebar dan mendapat sambutan hangat
sehingga nasionalisme itu berbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Demikianlah
yang terjadi di Mesir, Syiria, Lebanon, Palestina, Irak, Hijaz, Afrika Utara,
Bahrain, dan Kuwait. Semangat persatuan Arab itu diperkuat pula oleh usaha
Barat untuk mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab dan di negeri
yang dihuni mayoritas Arab. Namun, berbeda dengan negeri-negeri yang
menyuarakan aspirasi nasionalnya, “bangsa” Arab berada di beberapa wilayah
kekuasaan, bukan saja karena banyaknya kerajaan tradisional, tetapi juga dan
terutama karena wilayahnya yang bisa dibagi-bagi oleh penjajah.
Cita-cita
mendirikan satu negara Arab menghadapi tantangan yang sangat berat. Paling
tidak, untuk mencapai cita-cita itu, mereka harus melalui dua tahap. Pertama, memerdekakan wilayah
masing-masing dari kekuasaan penjajah. Kedua,
berusaha mendirikan negara kesatuan Arab. Pada tanggal 12 Maret 1945,
mereka berhasil mendirikan Liga Arab. Akan tetapi, terbentuknya Liga Arab itu
belum berarti cita-cita utama, berdirinya negara Arab bersatu, sudah tercapai.
Apalagi, ketika itu kekuasaan Barat masih tetap bercokol di sana.
Selain
Jamaluddi Al-Afghani, tokoh lain yang terkenal sebagai tokoh modernisasi Isalam
dari Mesir adalah Syaikh Muhammad Abduh (1849-1905 M). Ketika di Al-Azhar,
Abduh bertemu dengan Jamaluddin Al-Afghani yang datang ke Mesir, Abduh sangat
terkesan dengan pemikiran-pemikiran pembaruan Al-Afghani. Dan ia pun melakukan
gerakan modernisasi Islam bersama Al-Afghani. Ide-ide pembaruannya antara lain
ditulis dalam majalah Al-Manar, Al-Ahram, dan Al-Waqaiq Al-Mishriyyah yang terbit di Mesir. Muhammad Abduh juga
menulis beberapa buku yang berisi ide-ide pembaruannya, seperti Al-Islam Dinul Ilmi wa Al-Madaniyah, dan
Risalah At-Tauhid.
Akibat
perlawanannya terhadap penguasa, Abduh dan Jamaluddin diasingkan ke Paris,
Prancis selama 1 tahun. Di Paris mereka menerbitkan Majalah Al-Urwatul Wutsqa, yang berisi ide-ide modernisasi Islam untuk
meraih kembali kebangkitan Islam dan melawan penjajah Barat. Majalah Al-Urwatul Wutsqa sangat berpengaruh di
seluruh dunia Islam sebagai media modernisasi Islam. Di samping Muhammad Abduh,
tokoh lainnya adalah Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M) yang ide-ide
pembaruannya juga memiliki pengaruh besar baik di Mesir maupun di dunia Islam
pada umumnya.
Di
India, sebagaiamana halnya di Turki dan Mesir, gagasan Pan Islamisme yang
dikenal dengan gerakan khilafat juga mendapat pengikut. Sayyid Amir Ali
(1848-1928 M) adalah salah seorang pelopornya. Namun, gerakan ini segera pudar
setelah usaha menghidupkan kembali khilafah yang dihapuskan Mustafa Kamal
Attaturk di Turki tidak mungkin lagi. Yang populer adalah gerakan nasionalisame
yang diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Akan tetapi, gagasan
nasionalisme itu pula segera ditinggalkan sebagian besar tokoh-tokoh Islam
karena di dalamnya kaum muslimin yang minoritas tertekan oleh kelompok Hindu
yang mayoritas. Persatuan antara dua komunitas besar Hindu dan Isalam sulit
diwujudkan. Oleh karena itu, umat Islam di anak benua India ini tidak menganut
nasionalisme, tetapi Islamisme, yang dalam masyarakat India dikenal dengan nama
komunalisme. Gerakan Komunalisme Islam ini disuarakan oleh Kongres Nasional
dukungan mayoritas penganut agama Hindu. Benih-benih gagasan Islamisme tersebut
sebenarnya sudah ada sebelum Liga Muslimin berdiri, dilontarkan oleh Sayyid
Ahmad Khan (1817-1898 M), kemudian mengkristal pada masa Iqbal (1876-1938 M)
dan Muhammad Ali Jinnah (1876-1948).
Di
Indonesia, partai politik besar yang menentang penjajahan di Indonesia adalah
Sarekat Islam (SI), didirikan tahun 1912 di bawah pimpinan HOS Tjrokroaminoto,
partai ini merupakan kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh
H. Samanhudi tahun 1905. Tidak lama kemudian partai-partai politik lainnya
berdiri seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), didirikan oleh Soekarno
(1927), Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-baru_, didirikan oleh Mohammad Hatta
(1931), Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) yang menjadi partai politik tahun
1932, dipelopori oleh Mukhtar Luthfi.
Demikian
pula organisasi-organisasi Islam di Indonesia, turut pula berjasa dalam
menentang imperialisme, diantaranya adalah Muhammadiyah berdiri tahun 1912 oleh
K.H. Ahmad Dahlan, Nahdlatul Ulama (NU) berdiri tahun 1926 oleh K.H. Hasyim
Asy’ari, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) berdiri tahun 1932 oleh Syaikh
Sulaiman Ar-Rasuli, dan lain-lain.
Gagasan-gagasan
nasionalisme dan gerakan-gerakan untuk membebaskan diri dari kekuasaan
imperialisme Barat yang kafir juga bangkit di negeri-negeri Islam lainnya. Oleh
karena itu, dalam kurun waktu yang hampir bersamaan satu demi satu
negara-negara Islam akhirnya dapat melepaskan diri dari Imperialisme Barat.
Gerakan modernisasi Islam untuk meraih kebangkitan dunia Islam telah
berpengaruh sedemikian kuat ke seluruh wilayah dunia Islam. Sehingga
membangkitkan kekuatan baru untuk melepaskan diri dari kekuasaan imperialisme
Barat.
Munculnya
gerakan pembaruan dalam Islam, merupakan wujud dari bentuk kesadaran umat Islam
dari ketertinggalan dan keterbelakangan mereka.Banyaknya persoalan yang
dihadapi umat Islam, baik persoalan intern seperti adanya penyimpangan ajaran Islam
dari ajaran sebenarnya, persaingan antar penguasa muslim, dan sebagainya, serta
persoalan ekstern umat yang ditimbulkan dari tekanan penjajahan bangsa-bangsa
Barat, yang menuntut segera diatasi dan dipecahkan masalahnya.
Umat Islam menyadari bahwa untuk mengatasi
kekuatan bangsa-bangsa Barat tidaklah mudah, tanpa melakukan konsolidasi keyakinan
umat serta menghimpun semangat juang umat Islam.Tanpa hal tersebut pahlawan terhadap
penjajah tidak akan berhasil.
Gerakan Pan Islami yang dilakukan Jamaluddin
Al-Afghani merupakan cikal bakal dari gerakan kestuan untuk menentang penjajah.
Karena pada tahun 1838 M gerakan ini telah membangkitkan semangat baru umat
Islam dengan tujuan memajukan umat dengan jalan mempergunakan aliran pemikiran
modern dengan bentuk persatuan seluruh umat Islam di bawah satu pemerintahan
Islam, seperti zaman para khalifah.
Gerakan Pan-Islamisme dan perstuan umat
Islam, merupakan suatu gerakan yang sangat revolusioner dan transparan menentang
keberadaan penjajah Barat di dunia Islam. Di dalam faham tersebut terdapat suatu
keyakinan bahwa untuk memajukan umat Islam harus dilakukan melalui perjuangan fisik
dan pemikiran untuk mengusir kaum penjajah dari dunia Islam.
Dalam menghadapi bangsa barat,
gerakan persatuan umat Islam tersebut menggelorake seluruh penjuru dunia islam.
Bahkankedalamwilayah Islam yang sedang berada dalam cengkeraman penjajah bangsa
Barat seperti Indonesia dan malaysia pada saat itu.
Proses penyebaran informasi mengenai
adanya gerakan perlawanan terhadap para penjajah Barat oleh umat Islam,
dilakukan melalui sarana informasi gerakan ini. Sehingga umat Islam dari seluruh
dunia bangkit kesadaran mereka setelah menyaksikan sendiri gerakan persatuan umat
Islam yang mereka setelah menyaksikan sendiri gerakan persatuan umat islam yang
mereka lihat di Mekah. Sepulang dari haji, mereka mendirikan organisasi atau perkumpulan
untuk menentang penjajah asing wilayah masing-masing.
Gerakan penentangan terhadap penjajah
ini juga dilandasi oleh ide-ide nasionalisme, yaitu suatu kesadaran kebangsaan atas
haknya sebagai pemilik sah tanah air yang tidak boleh diganggu oleh bangsa manapun.
Di samping itu berkembang pula ide patriotisme, yakni kepahlawanan dan kepeloporan
untuk bangkit sebagai pahlawan di dalam mempertahankan tanah air dari penjajahan
bangsa asing.
Pengaruh dari gerakan menentang terhadap
imperialisme Barat ini sangat berhasil di kalangan dunia islam. Di mana-mana menggelora
sikap patriotis medan nasionalisme di wilayah dunia Islam untuk mengusir penjajahan.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete