BAB 1 PENDAHULUAN
Latar belakang masalah
Banjir sering
kali terjadi di daerah dataran rendah, daerah aliran sungai (DAS), ataupun
banjir yang diakibatkan oleh faktor atau tindakan manusia seperti membuang
sampah di sungai dan saluran air ataupun penebangan hutan yang keterlaluan
sehingga berkuranganya hutan sebagai daerah resapan air , seperti yang terjadi
Di Manado, banjir bandang dan longsor pada Rabu
(15/1/14), di Sulawesi Utara (Sulut) meninggalkan kepedihan mendalam.Bukan
hanya kerugian infrastrukur dan korban jiwa,
banjir ini juga sangat memberikan dampak yang negative seperti memutus
arus transportasi, menutup pusat perbelanjaan, dan di wilayah pesisir, sejumlah
nelayan turut terkena dampak cuaca buruk.
Banjir bandang dan
longsor melanda beberapa kabupaten dan kota, seperti Manado, Tomohon, Minahasa
dan Minahasa Utara. Kota Manado dikepung beberapa kawasan Daerah Aliran Sungai
yang rawan bencana banjir. Diantaranya, DAS Tondano di Kelurahan Paal Dua,
Kampung Tubir, DAS Sawangan di Kelurahan Paal Empat, DAS Kali di Kelurahan
Karombasan, Ranotana, Wanea, Bahu dan beberapa tempat lainnya. Banjir kembali
menerjang Manado tanggal 15 Januari 2014. Banjir kali ini merupakan banjir terbesar dalam 14 tahun
terakhir di Manado.Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) melansir, banjir bandang yang melanda Provinsi Sulawesi Utara akibat
anomali cuaca yang tidak lazim. “Ada depresi atau tekanan udara dari Filipina
yang dampaknya dirasakan di Sulawesi Utara”. Kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya di
Jakarta, Jumat (17/1). Anomali cuaca yang tidak lazim tersebut yaitu siklon
terjadi di sebelah utara yang pada umumnya mulai muncul pada Mei, November dan
Desember, kemudian menghilang. “Tapi ini terjadi pada Januari. Ini kejadian
tidak umum yang kita sebut anomali”. Siklon tropis atau badai tropis
LINGLING dengan kategori 1 yang tumbuh di wilayah Filipina merupakan badai
tropis yang tidak lazim dan untuk kali pertama tumbuh di utara wilayah
Indonesia. Data kejadian badai tropis sejak tahun 1977-2012 tercatat 10 kali
kejadian badai tropis yang tumbuh di utara wilayah Indonesia dengan kemungkinan
tumbuh sekitar 0,28%. Badai Tropis Lingling ini tumbuh sejak tgl 18 Januari
2014 pukul 07.00 WIB di sekitar Perairan timur Philipina, sekitar 9.5LU,
126.7BT (sekitar 700 km sebelah Utara Timur Laut Tahuna) dengan kekuatan angin
65 km/jam dan hampir tidak bergerak,
Berdasarkan hasil
analisis, hujan ekstrem di wilayah Manado disebabkan adanya konvergensi atau
pertemuan angin di wilayah Sulawesi Utara. Curah hujan yang tercatat di
beberapa stasiun pengamatan meteorologi antara 87-215 mm per hari. Pola angin
pada Senin (13/1) ada pusaran tekanan rendah di utara Indonesia tepatnya di
Filipina. Depresi atau pusaran tekanan rendah ini berpengaruh pada sekitarnya.
Sehingga, berdampak ada hujan yang berintensitas sangat tinggi di utara
Indonesia yaitu Sulawesi dan Kalimantan. Menurut warga sekitar bencana ini
karena hujan deras mengguyur Manado sejak 13 Januari 2014. Luapan Sungai Sario,
Tondano dan Sawangan turut mempengaruhi genangan air di sejumlah lokasi. “Air
sudah mulai surunjirt dan cuaca mulai membaik. Namun, masyarakat tetap harus
waspada dalam empat sampai lima hari ke depan.
Berdasarkan
pengamatan pada beberapa lokasi yang terkena banjir, tinggi genangan air
mencapai 3-4 meter atau 3 kali lebih tinggi dibanding genangan yang pernah
terjadi sejak banjir terakhir tahun 2000. Banjir bandang dan longsor pada Rabu
(15/1/14), di Sulawesi Utara (Sulut) meninggalkan kepedihan mendalam. Dari kejadian ini, 18 orang meninggal
dunia, 4.00-an mengungsi dan 1.000-an rumah rusak, belum terhitung infrastuktur.
BAB III KESIMPULAN
Setelah ditinjau dari berbagai aspek, penyebab banjir bandang Di Manado Bulan
Setelah ditinjau dari berbagai aspek, penyebab banjir bandang Di Manado Bulan
Januari merupakan puncak musim hujan Manado Adanya
pusat tekanan rendah di utara Sulut, tepatnya di perairan selatan Filipina
(Mindanao Selatan) yang menyebabkan pengumpulan massa udara di atas daratan
Sulut. Distribusi
hujan maksimum berada di lereng-lereng DAS sungai, sehingga meningkatkan debit
air sungai (tertinggi dibanding kejadian banjir terdahulu). Angka
curah hujan di DAS Tondano: 230mm, kondisi aman normal yaitu <50mm/hari. Di
aliran sungai Tomohon tercatat
200 mm. Adanya
perubahan iklim (climate change) yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global
(global warming), anomali cuaca. Sehingga diperlukan solusi untuk menanggulangi sebelum
ataupun pasca banjir yang terjadi,
sehingga solusi yang diperlukan sebagai berikut:
1. Mengatasi banjir dengan memperbanyak ruang terbuka hijau
Ketersediaan
ruang terbuka hijau khususnya di kota-kota besar seharusnya minimal 30% dari
luas kota. Namun kenyataannya, ruang terbuka hijau yang ada hanya mencapai 10
%. Ruang terbuka hijau dapat menjadi area bagi penyerapan air ketika hujan
turun dan tentu hal itu dapat menjadi cara mengatasi banjir. Selain itu
ruang terbuka hijau dapat bermanfaat bagi kesehatan dan menciptakan udara yang
bersih, menjadi arena bermain, olahraga dan tempat komunikasi public.
2. Mengatasi banjir dengan menanam pohon
Menanam pohon dapat dilakukan di
lereng-lereng di sekitar sungai atau lereng-lereng di Daerah Aliran Sungai sehingga dapat mengurangi jumlah tanah yang
longsor akibat pengikisan tanah oleh air hujan saat curah hujan sedang tinggi
ataupun penanaman di area sekolah, kantor dan tempat-tempat umum lainnya.
Keberadaan pohon atau tanaman dapat menunjang terciptanya kota yang hijau,
mengurangi polusi udara, mengurangi jumlah debit air hujan yang mengallir di
permukaan.
3. Mengatasi banjir dengan membuat Lubang Resapan Biopori (LRB)
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi banjir adalah dengan membuat
lubang resapan biopori (LRB). Banyak masyarakat dikota-kota besar seperti
Jakarta yang belum memahami pengertian
biopori, manfaat dari Lubang Resapan Biopori dan
cara membuatnya. Meskipun cara tersebut belum umum diketahui dan dilakukan oleh
masyarakat, namun dampaknya dalam mengatasi permasalahan banjir sangat
signifikan. Melalui LRB tersebut, air hujan atau air dari saluran pembuangan
akan terserap sehingga jumlah air yang mengalir dijalan-jalan atau dipermukaan
tanah akan berkurang.
4. Mengatasi banjir dengan penanganan sampah yang baik
Perlu upaya penanganan yang baik terhadap
sampah diantaranya membuang sampah pada tempatnya serta memilah sampah organik
dan non organik. Saat ini sudah banyak tersedia dan dijual tempat sampah dengan berbagai bentuk dan fungsinya. Ada
tempat sampah yang dijual untuk sampah organik/sampah basah, ada juga untuk
sampah non organik/sampah kering.
Merubah kebiasaan masyarakat untuk melakukan hal-hal tersebut memang tidak
mudah. Masih banyak masyarakat disekitar kita yang membuang sampah di sungai,
kali atau saluran (got) sehingga menyebabkan fungsi dari saluran-saluran air
tersebut menjadi terganggu dan hal itu dapat menyebabkan terjadinya banjir.
5. Memberikan tempat tinggal yang baru untuk para penghuni bantaran sungai
guna mengurangi potensi meluapnya volume sungai atau Daerah Aliran Sungai (DAS)
Akibat dari
tingginya tingkat urbanisasi dan kepadatan penduduk sedangkan di satu sisi
ketersediaan lahan untuk pemukiman dan rendahnya tingkat ekonomi masyarakat
menyebabkan banyak masyarakat yang menggunakan area-area hijau dan daerah
aliran sungan (DAS) sebagai tempat pemukiman. Akibatnya kemampuan area-area
hijau untuk menyerap air dan daya tampung sungai menerima jumlah air yang
mengalir menjadi berkurang. Untuk mengatasi banjir maka perlu
upaya dari Pemerintah untuk menekan keberadaan dari pemukiman-pemukiman di
area-area tersebut dan tentu hal tersebut harus juga ditunjang oleh kesadaran
dari masyarakat sendiri.
Comments
Post a Comment