Voltaire
(1694-1778) dan Leopold Von Ranke (1795-1886)
Perkembangan historiografi Eropa modern juga didukung oleh
para tokoh-tokoh aliran Rasionalisme, para penulis yang lebih mengedepankan
logika, berfikir kritis, skeptik, dan realistis. Renaisans muncul karena adanya
ketidakpercayaan terhadap dogma agama pada abad pertengahan yang mereka
mengangap agama tidak terlalu memberikan kontribusi nyata untuk kehidupan
manusia.
Rasionalisme, yaitu suatu alian pemikiran yang
menganggap bahwa rasio merupakan kekuatan utama, mendasar atau sumber dari
peradaban manusia. Rasionalisme timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan alam
yang didasarkan atas daya pikir manusia.[1]
Zaman rasionalisme dan pencerahan menyumbang sejarah historiografi yang
cukup banyak. Di zaman itu paham rasional menjadi acuan utama untuk penulisan
sejarah, atau historiografi. Dengan adanya kaum rasionalis dari universitas
telah meluaskan pandangan orang Eropa secara geografis. Topik yang hangat
dibahas adalah sejarah peradaban.[2]
Salah satau tokoh pada zaman ini adalah Voltaire (1694-1778).
Voltaire
melihat sejarah dan institusi social dengan masyarakatnya, semata-mata dari
sudut intelektual dan kaum borjuasi, sehingga ia mengecam Zaman Pertengaha.[3] Dalam penjelasan mengenai
Rasionalisme akan mengambil mengenai penjelasan dari tokoh Rasionalisme yaitu
Voltaire, rasionalisme menolak visi tradisional yang bersumberkan kitab suci,
dan memperjuangkan rasio sebagai interpretasi sejarah secara teologis. Voltaire
juga berpendapat Tuhan telah menarik diri dari dalam pengaturan sejarah,
mungkin Tuhan masih mengaturnya, namun tidak ikut campur dalam proses sejarah.
Menurut voltaire, tujuan dari sejarah itu ditentukan oleh akal manusia, akal
berperan menentukan jalan sejarah. Perkembangan proses sejarah manusia dalam
mencapai kebahagiaan itu ditentukan oleh akal manusia.
Voltaire merupakan nama samaran dari Francois Marie Arouet
yang lahir pada 1694. Dia sempat bersekolah di Louis Le Grand. Ayahnya berharap
ia mampu menjadi ahli hukum, namun ternyata dia tidak tertarik menjadi ahli
hukum, dia lebih memilih bidang sastra. Karya pertamanya merupakan sebuah puisi
yang berjudul Hendiade (1728), puisi ini berisi tentang pandangan mengenai
siksaan berdasarkan agama pada abad 16, ini merupakan bentuk cintanya pada
toleransi dan antipatinya terhadap agama. Secara unik Votaire mewujudkan
suasana pencerahan bagi Prancis. Wataknya sangat militan dan penanya tajam. Ia
melancarkan serangan terhadap Raja Luis XV dan gereja Katolik Perancis.
Karyanya surat filsuf saran dengan kritikan dan penuh pujian
untuk toleransi. Karyanya yang lain seperti Candile (1759) dan Philosophical
Dictionary (1764), merupakan kritik terhadap teologi Kristen. Pada tahun 1778
Voltaire meninggal dan dikenang sebagai orang yang berpihak pada rakyat.
Voltaire merupakan tokoh rasionalis, ia seorang sejarawan yang berpandangan
maju dan sekuler, yang hanya mengakui akal manusia yang dapat menuju kemajuan
proses sejarah manusia untuk mencapai masa depan gemilang.[4]
Karya Voltaire memiliki ciri sebagi berikut:
a. Kosmopolitan,
yaitu pandangannya yang luas dan tidak terikat pada suatu tempat, bangsa atau
suku bangsa tertentu.
b. Universal, yang
berarti membicarakan atau membahas manusia secara umum. Gambaran manusia menurut
kaum rasionalis (yang sekaligus humanis) adalah bahwa hanya ada satu manusia
tanpa perlu membedakan ras maupun kebudayaannya. Kaum rasionalis juga
menghendaki agar seluruh umat manusia menjalin suatu persaudaraan yang besar.
c. Karya Voltaire
tidak disusun secara kronologis, akan tetapi bersifat tematis, yaitu berisi
gambaran gaya hidup atau peradaban manusia yang merupakan trend baru dalam
historiografi Eropa pada waktu itu.
d. Bahan-bahan
yang dipergunakan untuk menyusun karyanya diperoleh dari karangan atau
tulisan-tulisan etnografis, kisah-kisah perjalanan yang dibuat oleh para
petualang penjelajah dunia seperti Tome Pires, Pinto, Marcopollo, Baros dan
sebagainya. Dengan demikian buku tersebut lebih banyak berisi gambaran atau
diskripsi mengenai masyarakat atau suku-suku bangsa yang pernah dikunjungi para
petualang seperti Teluk Parsi, Malaka, Cina, Malabar, India dan sebagainya.
Metode Sejarah kritis muncul karena adanya kecenderungan
untuk mengkritisi aliran sebelumnya terutama romantisme dimana penulisan
sejarah dengan romantisme membuat sejarah itu akan terasa subjektif. Metode
Sejarah kritis dipelopori oleh Leopold Von Ranken (1795-1886),[5]
dia memberikan kritikan terhadap sejarawan lama yang beraliran romntis. Ranken
beranggapan bahwa peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi lebih menarik
dari pada peristiwa yang diromantisir. Oleh karena itu dia menolak segala hal
yang berbau khayalan dalam penulisan sejarah dan memilih berpegang teguh kepada
fakta-fakta. Ranken berkata, "sejarah baru mulai apabila dokumen dapat
dipahami, lagi pula, cukup banyak dokumen yang dapat dipercaya".
Adanya metode kritis ini, maka sejarah sah sebagai ilmu
sejarah.
Dengan munculnya berbagai pendapat atau teori dari orang-orang besar saat itu maka secara ringkas dapat disebutkan bahwa historiografi abad ke-19, ditandai dengan ciri sebagai berikut:
Dengan munculnya berbagai pendapat atau teori dari orang-orang besar saat itu maka secara ringkas dapat disebutkan bahwa historiografi abad ke-19, ditandai dengan ciri sebagai berikut:
- Penghargaan kembali pada zaman
pertengahan
- Munculnya filsafat sejarah
- Munculnya teori orang besar
- Timbulnya nasionalisme
- Munculnya liberalism.
Menjelang akhir abad ke-19 kebenaran yang dikemukakan oleh
Ranken mulai diragukan, sebab menulis sejarah sebagaimana yang terjadi dinilai
bertentangan dengan psikologi. Sadar atau tidak, setiap orang yang menulis
pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Fakta sejarah bukanlah batu bata
yang tinggal dipasang saja, melainkan fakta yang dipilih dengan sengaja oleh
sejarawan.[6]
Seperti dikemukakan oleh Carl L. Becker (1873-1945), pemujaan terhadap fakta
hanyalah ilusi. Sementara itu James Harvey Robinson (1863-1936) mengatakan
bahwa sejarah kritis kita hanya dapat menangkap permukaan, tidak dapat
menangkap realitas dibawah dan tidak dapat memahami perilaku manusia. Atas
dasar pemikiran itu maka muncul gagasan barutentang perlunya sejarah baru atau
'new perpective on historical writing'. Berbeda dengan historiografi modern
yang dipelopori Ranken yang menekankan kritik, maka sejarah baru menekankan
perlunya penggunaan ilmu-ilmu sosial, sekaligus mendekatkan kembali ilmu
sejarah dengan ilmu-ilmu sosial, sehingga seringkali sejarah baru itu disebut
sebagai sejarah sosial.
Leopold Von Ranken adalah sejarawan Jerman. Ia adalah
sejarawan yang memberikan reaksi terhadap aliran Romantisme, bila di jaman
romantik penulisan sejarah banyak dihanyutkan oleh perasaan dan dibumbui oleh
komentar serta keindahan. Oleh karena itu, kenapa dia menentang romanitisme
dalam sejarah, Ranken berpendapat bahwa perlu dibuangnya bungkus perasaan dalam
penulisan sejarah, dengan penulisan sejarah seperti kejadian yang sesungguhnya.
Leopold Von Ranken pernah berkata 'sejarah baru mulai apabila dokumen dapat
dipahami, lagi pula cukup banyak dokumen yang dapat dipercaya'. Adanya metode
kritis dari Lepold Von Ranken ini, maka sejarah dianggap sah sebagai ilmu
sejarah.[7]
Sebagai penghargaan atas karya-karyanya, maka pada tahun 1865 Ranken dijadikan
bangsawan dan berhak memakai 'von' didepan nama kekeluarga.
Karya-karya Leopold Von Ranken yang terkenal adalah: Histories
of the Romance and Teutonic People atau Geschichte der romanischen und
germanichen Volker (1824); A critique of Moderen Historikal Writers atau Zur
Kritik neuerer Geschichtschreiber; Fursten nd Volker von Sudeuropa im
sechzehnten und seibzehnten jahrhundert; Die romische Papste, ihre Kirche und
ihre Staat im und 17 Jahrhundert (1834-1836).
Daftar Pustaka
Kuntowijoyo.
2008. Penjelasan Sejarah (Historical
Explanation). Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Lubis, Nina H. 2003. Historiografi Barat. Bandung: Satya
Historika.
Comments
Post a Comment