Skip to main content

Propaganda dan Strategi Politik PKI

Propaganda dan Strategi Politik PKI

Karena ideologi komunis masih sangat baru di Indonesia, maka dibutuhkan kiat-kiat khusus untuk menyebarkan menarik hati rakyat. Maka, dalam menyebarkan pengaruh-pengaruhnya sekaligus berusaha untuk menarik hati rakyat dan menjadikannya anggota, PKI memiliki propaganda yang menunjukkan bahwa organisasi itu benar-benar meng-Indonesia.
PKI kurang menekankan doktrin-doktrin teoritis Marx dan Lenin melainkan lebih banyak berbicara dengan bahasa yang menarik bagi rakyat Indonesia, khususnya kaum abangan Jawa. Masyarakat tanpa kelas dikemukakan sebagai penjelmaan kembali dari negara Majapahit yang dipandang sebagai penjelmaan kembali dari negara Majapahit, yang dipandang sebagai zaman persamaan derajat yang mulia sebelum datangnya bangsa Belanda sebelum Islam. Doktrin-doktrin PKI yang menyatakan bahwa pahlawan-pahlawan PKI adalah para pejuang dari Perang Jawa; Dipanegara, Kyai Maja, dan Sentot. Memanfaatkan ramalan-ramalan yang bersifat mesianistis mengenai ratu adil.[1]
PKI merupakan sebuah partai yang mampu mempersatukan rakyat, baik muslim maupun bukan muslim. PKI secara terang-terangan menentang kebijakan pemerintah Belanda. Partai ini didukung oleh kalangan buruh yang bersifat sosialis karena prihatin setelah melihat keadaan sosial-ekonomi yang hancur akibat Perang Dunia I.[2] Pada masa itu pemerintah kolonial Belanda menaikkan pajak yang memberatkan rakyat dan anggaran belanja kesejahteraan rakyat pun dikurangi. Sementara itu, PKI semakin mengambil garis radikal dalam perjuangannya. Hal ini tampak dalam berbagi tindakan pemogokan dan pemberontakan yang merusak aset negara dan mengakibatkan pertumpahan darah.
Dalam kondisi ekonomi bangsa Indonesia yang tidak menentu, pada bulan Mei 1923 PKI mendukung demonstrasi dan pemogokan pegawai kereta api yang mengakibatkan Semaun dibuang ke luar negeri. Kemudian aksi radikal PKI dilanjutkan dengan aksi-aksi pemogokan yang lebih luas di berbagai wilayah Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, PKI diperkuat oleh tokoh-tokoh komunis seperti Tan Malaka, Alimin, dan Muso. Sepeninggal Semaun dan Darsono, pemimpin-pemimpin PKI yang masih ada mengadakan pemberontakan yang menyimpang dari pola umum kebangkitan nasional bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda.[3]
PKI yang menamai diri mereka sebagai gerakan revolusioner mulai mempersiapkan pemberontakan terhadap pemerintah. Gerakan ini bertujuan untuk merebut kekuasaan. Cara yang dilakukan dinamakan program proletarisme, yaitu dengan menggunakan buruh yang bekerja pada instansi-instansi masing-masing[4]. Pada Juni 1925, Alimin menyerukan agar dilancarkan pemogokan gelombang demi gelombang. Pusat-pusat pemogokan terletak di jalur kereta api serta pelabuhan. Namun demikian, seruan itu tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan[5]. Melihat kejadian tersebut pemerintah tidak serta merta membubarkan PKI meskipun tujuan PKI untuk merebut kekuasaan sudah bukan rahasia lagi.
Selama 1925-1926 gerakan rakyat yang mendukung PKI tersebar di seluruh nusantara, terutama Jawa dan Sumatera. Di Palembang, gerakan komunis berhasil mengajak para kepala adat berkat janji bahwa mereka akan dibebaskan dari rodi dan pajak jika gerakan menang. Di Tapanuli, gerakan komunis terselubung dalam tuntutan agar didirikan suatu negara Islam di daerah itu. Di Pulau Nias sudah berdiri cabang partai komunis yang gerakannya demikian rusuh sehingga serdadu harus didatangkan untuk memadamkannya. Hal yang sama juga terjadi di Sulawesi Selatan, Maluku, Timor, dan Bali.[6]
Gerakan komunis yang paling menonjol terjadi di Banten. Sejak awal 1925 buruh kereta api (VSTP) sudah memulai rapat-rapat umum di Serang dengan tema-tema yang berbau religius, kendati para penggerak langsung kebanyakan adalah para jawara.[7]
Tanggal 5-6 Agustus 1925, terjadi pemogokan buruh di Semarang.Keesokan harinya pemerintah langsung bertindak keras. Hak berserikat dicabut untuk seluruh Semarang sehingga pemogokan berhenti. Akhirnya, pada tanggal 28 November 1925 dan 15 Desember 1925 pemerintah mencabut hak berserikat bagi PKI, SR dan berbagai serikat buruh pendukungnya. Pencabutan hak berserikat itu tidak menghalangi para pemimpin PKI untuk melanjutkan perjuangan. Keputusan Prambanan yang menghasilkan rencana perlawanan bersenjata kemudian mulai ditanggapi oleh pendukung-pendukung PKI. Anggota inti persiapan pemberontakan dibagi tiga yaitu prajurit, mata-mata dan propagandis. Gerakan ini dilakukan dengan rahasia, bahkan Mei 1926 yang biasanya diramaikan oleh PKI sebagai bulan buruh tidak ada kegiatan apa pun. Pemerintah pun mengira bahwa PKI sedang sekarat.[8]
Pada rapat persiapan pemberontakan oleh pimpinan PKI, muncul saran Tan Malaka agar partai meninjau keputusan Prambanan. Hal tersebut akhirnya membuat perbedaan pendapat internal PKI antara daerah satu dengan daerah yang lain.Walaupun akhirnya, pada rapat selanjutnya yaitu akhir Oktober 1926 komite menetapkan bahwa revolusi akan mulai pada 12 November 1926 malam hari. Pemberontakan itu berlangsung sangat kacau karena sulitnya menyampaikan keputusan terakhir tersebut. Ternyata setiap kelompok perlawanan mempunyai jadwal sendiri-sendiri untuk bergerak. Faktor lain, ternyata dinas intelijen pemerintah sudah mengetahui rencana pemberontakan tersebut. Pada 12 Januari  1927 pemberontakan telah berakhir. 
Pemberontakan ini dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul, sebuah camp tahanan di Papua. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. PKI kemudian bergerak di bawah tanah karena dilarang keras oleh pemerintah Belanda.[9] Hubungan PKI dengan pemerintah kolonial Belanda semakin renggang bahkan semakin memburuk. Hal ini sebagai akibat timbulnya pemogokan-pemogokan yang mengarah kepada masalah timbulnya konflik antara pemerintah kolonial Belanda dengan PKI. Kemudian pada tahun 1926 PKI melakukan pemberontakan di wilayah Jawa Barat (sekitar daerah Banten) dan pada tahun 1927 di Sumatera Barat. Dengan kegagalan pemberontakan PKI tersebut, maka pada tahun 1927 pemerintah kolonial Belanda menyatakan PKI sebagai partai terlarang berdiri di wilayah Indonesia.
Pada tahun-tahun berikutnya, Semaun mendesak pembentukan suatu partai nasionalis baru yang didasarkan pada non-kooperasi dan swadaya, dengan tugas khusus membentuk suatu “negara dalam negara” dan akhirnya mengorganisir suatu revolusi untuk menggulimgkan Belanda. Semaun menyusun rencana itu setelah gagalnya pemberontakan PKI, sambil menyadari sepenuhnya pimpinan PKI yang terpecah, organisasinya yang jelek, keanggotaan sekedar nama, dan pendekatan yang sepotong-potong dalam melancarkan pemberontakan. Itulah sebabnya Semaun menekankan perlunya organisasi untuk mempersiapkan revolusi dengan kekerasan :
“Kita yakin bahwa kemerdekaan kita hanya dapat dicapai melalui pengorbanan darah dan air mata. Dan suatu revolusi hanya akan berhasil jika diorganisir dengan baik dan bila berlangsung di seluruh wilayah secara serentak.”[10]
Namun Hatta menolaknya dan memilih rencana yang telah dibuatnya sendiri. Walaupun Hatta menolak, pada tanggal 5 Desember keduanya menandatangani suatu konvensi atas nama PI dan PKI. Dalam saat dimana pemerintah Hindia Belanda melancarkan tekanan kepada PKI, Semaun, atas nama PKI menerima kepemimpinan PI dalam gerakan nasionalis, berjanji untuk bekerjasama dan menawarkan alat-alat percetakan PKI di Indonesia agar dipakai oleh PI. Konvensi tersebut merupakan persetujuan pribadi antara Hatta dan Semaun, tanpa diketahui baik oleh pengurus PI maupun pihak Komintern.[11]
Persetujuan ini diakhiri Semaun pada tanggal 19 Desember setelah dibatalkan oleh Komintern. Konvensi tersebut, bersama dengan rencana Semaun tentang organisasi gerakan nasional, memperkuat keyakinan pemerintah Belanda bahwa gerakan nasionalis di Indonesia berada di bawah inspirasi dan pengaruh komunis.[12]




[1] Ricklefs. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi.
[2] Ibid.,  hlm 30-31.
[3] Kartodirjo, Sartono. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional. Jakarta: Gramedia.
[4] Parakitri T. Simbolon. 2007. Menjadi Indonesia. Jakarta: Kompas, hlm 333.
[5] Ibid
[6] Ibid, hlm 336.
[7] ibid
[8] Ibid, hlm 337-341.
[9] Pringgodigdo. 1994. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
[10] John Ingelson, Op.cit,  hlm. 28.
[11] Ibid, hlm. 30.
[12] Ibid, hlm. 31.

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN ILMIAH PROSES PEMBUATAN TAPE KETAN DAN TUAK

Kata Pengantar Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah kepada hamba-Nya, khususnya bagi penulis yang telah mampu menyelesaikan laporan ilmiah yang berjudul ‘’ cara membuat Tape Ketan dan Tuak ’’. Dalam menulis laporan ilmiah ini, alhamdulillah penulis tidak mendapatkan kendala – kendala, sehingga penyelesaiannya dapat dikerjakan dengan baik. Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada Sabaruddin Ahmad S.Pd, selaku guru pembimbing yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga laporan ilmiah ini dapat terselesaikan. Disini kami juga menyampaikan, jika seandainya dalam penulisan laporan ilmiah ini terdapat hal – hal yang tidak sesuai dengan harapan, untuk itu kami dengan senang hati menerima masukan, kritikan dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ilmiah ini. Semoga apa yang diharapkan kami, selaku penulis dapat dicapai dengan sempurna. Singkawang, 14 febuari 2013 Penulis ...

KEMERDEKAAN NEGARA- NEGARA ISLAM DARI IMPERIALISME

KEMERDEKAAN NEGARA- NEGARA ISLAM DARI IMPERIALISME              Gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka yang bebas dari pengaruh politik Barat. Disamping paskan itu, perjuangan mereka juga didukung oleh seluruh umat Islam di berbagai wilayah setempat yang menjadikan “kekuatan” yang dahsyat sehingga mereka dapat melepaskan diri dari belenggu imperialisme. Perjuangan mereka biasanya terwujud dalam bebrapa bentuk kegiatan, seperti (1) gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata, dan (2) gerakan pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan itu. Negara berpenduduk mayoritas muslim yang pertama kali berhasil memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitupadatanggal 17 Agustus 1945. Indonesia mer...

PETUNJUK PRAKTIKUM UJI KANDUNGAN BAHAN MAKANAN

PETUNJUK PRAKTIKUM UJI KANDUNGAN BAHAN MAKANAN A.    TUJUAN Mengetahui adanya karbohidrat, lemak, dan protein pada makanan. B.     ALAT DAN BAHAN Alat 1.        Tabung reaksi 2.        Mortar 3.        Plat tetes 4.        Kertas buram 5.        Pembakar Spirtus Bahan 1.        Larutan benedict (Fehling A + Fehling B) 2.        Larutan lugol 3.        Larutan biuret (NaOH 20% + CuSO4 0,1 M) 4.        Berbagai bahan makanan C.     CARA KERJA I.       UJI KARBOHIDRAT (AMILUM) 1.     Hancurkan bahan makanan yang akan diuji menggunakan mortar porselein. 2.     Masukkan masing-masing baha...