Identitas Buku
Judul buku : Radikalisasi Petani
Pengarang : Dr. Kuntowijoyo
Penerbit : Bentang
Kota Terbit : Jogjakarta
Tahun Terbit : 2002
Cetakan : Ke-3
Jml Halaman : 246 halaman
Buku yang ditulis oleh Dr. Kuntowijoyo merupakan buku yang berisi dari beberapa peristiwa dibidang pertanian dan permasalahan-permasalahannya (contoh kasus dari berbagai daerah atau wilayah) dan juga beberapa folklore atau cerita- cerita rakyat yang dituliskan khusunya cerita rakyat dan mitos historiografi. Buku ini terdiri dari 7 bagian.
Judul buku : Radikalisasi Petani
Pengarang : Dr. Kuntowijoyo
Penerbit : Bentang
Kota Terbit : Jogjakarta
Tahun Terbit : 2002
Cetakan : Ke-3
Jml Halaman : 246 halaman
Buku yang ditulis oleh Dr. Kuntowijoyo merupakan buku yang berisi dari beberapa peristiwa dibidang pertanian dan permasalahan-permasalahannya (contoh kasus dari berbagai daerah atau wilayah) dan juga beberapa folklore atau cerita- cerita rakyat yang dituliskan khusunya cerita rakyat dan mitos historiografi. Buku ini terdiri dari 7 bagian.
Buku ini menjelaskan ada 3 tesis mengenai keterlibatan petani dalam politik di Indonesia. Pertama, polarisasi mayarakat pedesaan yang terdiri atas tuan tanah dan petani penggarap (susunan kelas), misalnya di Jawa dimana PKI mengkonsentrasi tanah dan mayoritas petani adalah pekerja pertanian yang tidak bertanah. Kedua, ketegangan kultural antara santri dan abangan terkait aliran yang merupakan koalisi vertikal tanpa kelas sosial dan stratifikasi. Maksudnya, partai-partai di Indonesia semuanya menerima siapa saja sebagai anggota, seperti PKI yang mmpunyai suborganisasi keagamaan dan mengorganisasi pegawai negeri. Ketiga, konflik sosial-ekonomi dan kultural, dimana biasanya muncul konflik kepentingan antara tuan tanah (fanatisme agama) dengan kepentingan petani (komunisme). Pedesaan Indonesia, terutama Jawa, dikenal dengan komunitas agraris yang tertutup, homogen, dan didominasi oleh ikatan tradisional dengan struktur supradesa yang bersifat feodal dan kolonial.
Pedesaan mengenal kelas sosial dibagi berdasarkan ukuran pemilikan tanah, antaranya (1) golongan penduduk inti (wong baku, gogol, pribumi) yang mempunyai tanah pertanian, rumah dan pekarangan dengan hak dan kewajiban penuh, (2) indung yang mempunyai sebidang tanah pertanian atau rumah-pekarangan dengan hak dan kewajiban yang terbatas, (3) nusup tlosor atau bujang (penyakap, buruh tani, pekerja serabutan) yang tidak mempunyai keduanya.
Pada bagian pertama yang berjudul tentang masyarakat desa dan radikalisasi petani ini banyak menceritakan tentang politik dan strategi PKI di pedesaan. Dalam bagian ini dijelaskan bagaimana PKI masuk ke desa-desa khususnya para peani untuk ikut dalam propaganda mereka yaitu merebut tanah milik tuan tanah lalu dibagi-bagian ke petani penggarap.
Bagian yang kedua yang berjudul Madura dijual: mengatasi keterbelakangan ekonomi sebuah kota sekunder ini berisikan tentang bagaimana warga di Madura (khusunya Bangkalan) ramai- ramai menjual tanah. Dijelaskan pula bagaimana kota- kota sekunder (kota kecil) jarang sekali dilirik oleh infestor yang menyebabkan banyaknya penduduk di daerah itu pindah tempat ke daerah yang dirasa memiliki penghidupan yang lebih baik.
Bagian ketiga yang berjudul Reformasi administrasi Belanda dan akibatnya bagi kaum ningrat Madura, 1850-1900 ini menjelaskan tentang kedudukan seorang adipati di Madura yang mendapatkan berbagai macam pajak dari rakyatnya.
Pada bagian keempat yang berjudul memahami Madura sebuah pendekatan sosio-historis, ekologi kependudukan ini menceritakan tentang bagaimana penduduk Madura pedalaman mempatan kyai didalam posisi yang tinggi dan masih mempercayai dengan kekuatan ghaib.
Bagian ke lima yang berjudul sumur ajaib: dominasi dan budaya tandingan di Surakarta awal abad XX ini menceritakan tentang cerita yang ada di masyarakat tentang hal-hal ghaib yang ada di Laweyan Surakarta dimana ada seorang yang bermimpi lalu diartikan dalam kehidupan nyata.
Kemudian, bagian selanjutnya berjudul kekuasaan dan budaya perkumpulan abripraya di Surakarta pada awal abad ke dua puluh ini menceritakan tentang perkumpulan priyayi di Surakarta yang bernama abripraya yang bertindak sebagai identitas sosial kultural.
Bagian keenam yang berjudul mitos politik dalam hostoriografi tradisional: kasus Kaliwungu da Serat Cebolek ini bercerita tentang terjadinya pemberontakan- pemberontakan yang dilakukan kaum petani.
Bagian terakhir dari buku ini berjudul diplomasi Amerika dan revolusi Indonesia 1945-1949: citra yang tercabik ini menjelaskan tentang diplomasi-diplomasi Amerika dengan Indonesia tentang berbagai hal dan yang terpenting masalah komunisme, disini terdapat sikap Amerika yang “plin-plan” dalam berbagai kasus diplomasi.
Kesimpulan
Buku ini berisi tentang berbagai macam tulisan yang berisi tentang beberapa judul tulisan yang sebagian besar berasal dari cerita rakyat yang dibukukan menjadi sebuah buku sejarah.buku ini mepunyai beberapa keunggulan, anatara lain isi buku ini cukup menarik, bahasa yang digunakan oleh penulis mudah untuk dipahami.
Titik lemahdalambukuini terletak pada pemilihan isi buku. Didalam bagian terakhir itu isi buku sama isi buku yang lainnya, bahkan judulnya berbeda, dalam bagian terakhir yang berisi tentang hubungan diplomasi Amerika dan Indonesia dirasa tidak cocok dengan judul buku yang membahas tentang radikalisasi petani.
Buku ini sangat direkomendasikan kepada semua kalangan karena bahasa yang diprakarsai mudah dipahami dan isinya cukup menarik, namun alangkah lebih baiknya lagi buku ini untuk dilakukan beberapa pembenahan untuk cetakan selanjutnya yaitu mengenai tata letak footnote dan bagian terakhir dari buku ini untuk dihilangkan atau diganti karena kurang sesuai dengan judul buku.
Pedesaan mengenal kelas sosial dibagi berdasarkan ukuran pemilikan tanah, antaranya (1) golongan penduduk inti (wong baku, gogol, pribumi) yang mempunyai tanah pertanian, rumah dan pekarangan dengan hak dan kewajiban penuh, (2) indung yang mempunyai sebidang tanah pertanian atau rumah-pekarangan dengan hak dan kewajiban yang terbatas, (3) nusup tlosor atau bujang (penyakap, buruh tani, pekerja serabutan) yang tidak mempunyai keduanya.
Pada bagian pertama yang berjudul tentang masyarakat desa dan radikalisasi petani ini banyak menceritakan tentang politik dan strategi PKI di pedesaan. Dalam bagian ini dijelaskan bagaimana PKI masuk ke desa-desa khususnya para peani untuk ikut dalam propaganda mereka yaitu merebut tanah milik tuan tanah lalu dibagi-bagian ke petani penggarap.
Bagian yang kedua yang berjudul Madura dijual: mengatasi keterbelakangan ekonomi sebuah kota sekunder ini berisikan tentang bagaimana warga di Madura (khusunya Bangkalan) ramai- ramai menjual tanah. Dijelaskan pula bagaimana kota- kota sekunder (kota kecil) jarang sekali dilirik oleh infestor yang menyebabkan banyaknya penduduk di daerah itu pindah tempat ke daerah yang dirasa memiliki penghidupan yang lebih baik.
Bagian ketiga yang berjudul Reformasi administrasi Belanda dan akibatnya bagi kaum ningrat Madura, 1850-1900 ini menjelaskan tentang kedudukan seorang adipati di Madura yang mendapatkan berbagai macam pajak dari rakyatnya.
Pada bagian keempat yang berjudul memahami Madura sebuah pendekatan sosio-historis, ekologi kependudukan ini menceritakan tentang bagaimana penduduk Madura pedalaman mempatan kyai didalam posisi yang tinggi dan masih mempercayai dengan kekuatan ghaib.
Bagian ke lima yang berjudul sumur ajaib: dominasi dan budaya tandingan di Surakarta awal abad XX ini menceritakan tentang cerita yang ada di masyarakat tentang hal-hal ghaib yang ada di Laweyan Surakarta dimana ada seorang yang bermimpi lalu diartikan dalam kehidupan nyata.
Kemudian, bagian selanjutnya berjudul kekuasaan dan budaya perkumpulan abripraya di Surakarta pada awal abad ke dua puluh ini menceritakan tentang perkumpulan priyayi di Surakarta yang bernama abripraya yang bertindak sebagai identitas sosial kultural.
Bagian keenam yang berjudul mitos politik dalam hostoriografi tradisional: kasus Kaliwungu da Serat Cebolek ini bercerita tentang terjadinya pemberontakan- pemberontakan yang dilakukan kaum petani.
Bagian terakhir dari buku ini berjudul diplomasi Amerika dan revolusi Indonesia 1945-1949: citra yang tercabik ini menjelaskan tentang diplomasi-diplomasi Amerika dengan Indonesia tentang berbagai hal dan yang terpenting masalah komunisme, disini terdapat sikap Amerika yang “plin-plan” dalam berbagai kasus diplomasi.
Kesimpulan
Buku ini berisi tentang berbagai macam tulisan yang berisi tentang beberapa judul tulisan yang sebagian besar berasal dari cerita rakyat yang dibukukan menjadi sebuah buku sejarah.buku ini mepunyai beberapa keunggulan, anatara lain isi buku ini cukup menarik, bahasa yang digunakan oleh penulis mudah untuk dipahami.
Titik lemahdalambukuini terletak pada pemilihan isi buku. Didalam bagian terakhir itu isi buku sama isi buku yang lainnya, bahkan judulnya berbeda, dalam bagian terakhir yang berisi tentang hubungan diplomasi Amerika dan Indonesia dirasa tidak cocok dengan judul buku yang membahas tentang radikalisasi petani.
Buku ini sangat direkomendasikan kepada semua kalangan karena bahasa yang diprakarsai mudah dipahami dan isinya cukup menarik, namun alangkah lebih baiknya lagi buku ini untuk dilakukan beberapa pembenahan untuk cetakan selanjutnya yaitu mengenai tata letak footnote dan bagian terakhir dari buku ini untuk dihilangkan atau diganti karena kurang sesuai dengan judul buku.
Comments
Post a Comment