Sistem Kepercayaan
Pesisir
Utara Jawa
Kepercayaan yang dianut oleh mayoritas
masyarakat pesisir beragama Islam, meski tidak menutup dianutnya kepercayaan
lain seperti Kristen Protestan, Katolik, Budha, dan Hindu. Kerohanian yang
terdapat di pesisir utara Jawa Tengah misalnya Panggung Pesantren di Tegal.
Panggung Pesantren yang mayoritas warga Indonesia asli atau pribumi yang taat
pada tuntunan agama, yaitu Islam, yang diajarkan oleh nenek moyangnya. Namun
demikian bukan berarti warga Panggung Pesantren melarang agama lain, justru
warga yang beragama non Islam dapat menyesuaikan diri. Warga Panggung Pesantren
tidak hanya fanatik dalam melaksanakan sholat saja namun masih berusaha
mempertahankan diri melaksanakan kebiasaan nenek moyangnya, antara lain :
a. Rebo Wekasan, dengan
mengadakan pengajian di lingkungan pesantren.
b. Mengadakan
selamatan atau tahlilan untuk 1 sampai 7 hari, 40 hari, 100 hari, mendak 1
hingga 3.
c. Bersih kubur,
membaca doa (tahlil di makam)
Selain itu, masyarakat pesisir masih memelihara
makam orang yang dianggap sebagai cikal bakal masyarakat di daerahnya dan
berhasil mengembangkan agama Islam di daerah ini.
Sementara itu di hampir seluruh masyarakat desa
Tulakan Keling Jepara mengenal upacara tradisi tinggalan nenek moyang mereka
yang disebut Jembul. Tradisi ini menurut penuturan warga mulai ada sejak
zaman Ratu Kalinyamat, salah seorang raja perempuan yang berkuasa di wilayah
tersebut. Tradisi Jembul saat ini berupa dua tandu usungan, yakni tandu usungan
yang disebut dengan Jembul Yoni dan tandu usungan yang disebut dengan Jembul
Lingga. Pada tandu usungan jembul Yoni terdapat aneka makanan seperti jadah,
gemblong, jenang, tape dan aneka jajan pasar lainnya. Di antara makanan yang
ditata rapi ini terdapat hiasan belahan bambu, konon hiasan bambu ini
dimaksudkan untuk melambangkan Adipati Arya Penangsang. Sangat berbeda
penamplannya dibanding Jembul Lingga. Jembul yang satu ini sama sekali tidak
dilengkapi dengan hiasan, bahkan di atas jembul ini cenderung terdapat nasi
tumpeng komplit dengan aneka lautnya. Upacara tradisi Jembul dimulai dari Desa
Sonder, desa di mana Ratu Kalinyamat memulai bertapa untuk melakukan protesnya.
Di desa ini, seluruh peserta ritual memulai prosesinya dengan cara dhahar
kembul alias makan bersama seluruh hasil bumi dan hasil pertanian mereka.
Usai makan bersama, Kepala Desa Tulakang menyerahkan kepada 4 dusun yang ada di
desa Tulakan untuk melanjutkan prosesi ritual di dusun masing-masing.
Ritus Masyarakat Pesisir Utara
Masyarakat pesisir utara Jawa memanjang dari
Anyer sampai Banyuwangi. Di daerah sepanjang sekitar 1500 kilometer tersebut
mempunyai persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan serta sejarah masa lampau
yang beragam.
Masyarakat pesisir utara Jawa memiliki berbagai
ritus. Ritus-ritus tersebut dapat dipetakan dan dibagi menjadi 3 jenis, yakni:
- Ritus arkais
- Ritus Hindu-Budhha
- Ritus Islam
Yang dimaksud ritus arkais adalah suatu ritus
yang di dalamnya terdapat jejak-jejak ritual dari masa arkais. Di dalam ritus
ini terasa sekali suasana mistis yang diwarisi dari masa silam dan terkait
dengan Samanisme dan pemujaan terhadap kekuatan-kekuatan alam. Biasanya ritus
ini melibatkan kepercayaan tentang roh-roh yang menjadi nenek moyang atau
pelindung mereka.
Ritus Hindu Buddha adalah ritus yang terkait
dengan kepercayaan yang diwarisi dari masa Hindu-Buddha. Ritus ini masih
berhubungan dengan dewa-dewa agama Hindu atau Buddha atau perpaduan kedua.
Ritus Islam adalah ritus yang terkait dengan
kepercayaan agama Islam atau muncul seiring dengan makin kuatnya kedudukan
agama Islam di Pantura. Saat ini, hampir seluruh dinamika kehidupan Pantura
terkait dengan ritus agama Islam karena pantura merupakan basis muslimin sejak
zaman Kerajaan Demak.
Ketiga jenis ritus tersebut di masyarakat tidak
selalu terpisah, bahkan cenderung membaur untuk dapat bereksistensi di
masyarakatnya. Sebagai contoh tradsi sintren yang merupakan ritus dari masa
arkais ternyata pemainnya beberapa di antaranya berjilbab. Sementara itu,
tradisi sedekah laut yang merupakan bentuk bersaji kepada roh-roh halus
penguasa lautan sekarang telah bergeser menjadi dzikir dan tahlil serta membaca
Alquran.
Sedekah laut adalah salah satu karakter khas
dalam tradisi masyarakat pesisir di Indonesia. Tradisi ini mengakar dari
tradisi arkais manusia yang menganggap laut dihuni oleh kekuatan gaib. Kekuatan
gaib ini perlu diberi sesaji secara rutin agar melindungi penghuni pesisir dan
memberi anugerah hasil laut. Sedekah laut memiliki makna yang hampir sama
dengan sadranan laut dan baritan laut. Muasalnya tradisi ini sederhana
dan khitmat dengan cara menenggelamkan sesaji tertentu ke laut. Dewasa ini,
tradisi ini berubah menjadi sebentuk festival tahunan yang megah. Tradisi ini
dilaksanakan sesuai dengan sistem keyakinan. Di Laut Selatan, setiap tahun
diadakan larungan berupa pakaian wanita karena dipercaya penguasa laut selatan
seorang wanita bernama Ratu Kidul.
Seiring kesadaran nilai-nilai Islam, di Batang
tradisi ini diarahkan kepada nilai-nilai islami dengan didahului dzikir dan
tahli dan pesan-pesan takwa. Penyebutan sedekah laut sebenarnya juga berpangkal
dari ajaran Islam shodaqoh. Hanya saja, dalam
ajaran Islam laut tidak perlu disedekahi karena yang menerima sedekah secara
prinsip hanya 8 golongan manusia. Bentuk-bentuk sedekah laut sebenarnnya bentuk
sesaji.
Comments
Post a Comment