Analisis Skripsi Sejarah (Sistem Pemungutan Pajak Penghasilan di Praja Mangkunegaran Tahun 1917-19420) Karya Adi Gunanto
Oleh : ADI GUNANTO
Nim : C0506003
Pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran dilaksanakan akibat dari penarikan tanah-tanah apanage pada masa Mangkunegaran IV. Penarikan tanah-tanah apanage tersebut berdampak pada rakyat Mangkunegaran karena tanah-tanah apanage yang semula yang dikerjakan penduduk ditarik kembali sehingga banyak penduduk Mangkunegaran yang beralih ke sektor perkebunan. Dengan adanya peralihan tersebut maka mulai diberlakukannya sistem uang sebagai gaji penduduk Mangkunegaran.
Adanya perubahan sistem apanage menjadi sistem uang, maka Praja Mangkunegaran perlunya suatu peraturan mengenai pajak penghasilan untuk memungut penghasilan dari rakyat. Sehubungan dengan hal itu, maka pada saat Mangkunegaran VII berkuasa, Praja Mangkunegaran mengeluarkan peraturan tentang pajak penghasilan yaitu peraturan bab pajeg penghasilan sebagai peraturan mengenai pemungutan pajak penghasilan yang dikenakan kepada rakyat yang tinggal di wilayah Praja Mangkunegaran.
Pajak Penghasilan (inkomstenbelasting) merupakan salah satu jenis pajak yang diterapkan di Praja Mangkunegaran. Pajak ini merupakan salah satu jenis pajak yang memberikan pemasukan besar terhadap keuangan Praja Mangkunegaran. Pajak Penghasilan semula diterapkan di Hindia Belanda berdasarkan Paten Recht tahun 1878 yang kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya Ordonantie Op De Inkomsten Belasting No.298 tahun 1908 yang dituangkan dalam Staatsblad tahun 1908. Sedangkan di Praja Mangkunegaran pajak penghasilan mulai diterapkan setelah Praja mengeluarkan peraturan bab pajeg penghasilan pada tahun 1917. Dalam pranataan ini diatur mekanisme pemungutannya diatur dalam Rijksblad Mangkunegaran setiap tahunnya. Dalam Rijksblad tersebut juga diatur perubahan besarnya tarif pajak yang disesuaikan dengan perkembangan perekonomian.
Pajak Penghasilan adalah pajak dipungut dari rakyat atau perkumpulan yang melakukan usaha untuk mendatangkan keuntungan. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut atas penghasilan yang diperoleh dari : (1) Harta tidak bergerak yaitu pajak yang dipungut berdasarkan penghasilan yang berasal dari harta yang sifatnya tidak bergerak, misalnya sawah, rumah, dan pamelikan, (2) Harta bergerak yaitu pajak yang dipungut berdasarkan penghasilan yang berasal dari harta yang sifatnya bergerak, misalnya hasil dari piutang, oblligasen, dan mandeel,(3) Pekerjaan yaitu semua pembayaran atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diperoleh termasuk gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya yang diperoleh karena melakukan sebuah pekerjaan, dan (4) pembayan tidak tetap yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak tetap berupa gratikasi, tunjangan cuti, wachgeld, bonus, premi-premi, sumbangan, pensiunan, bunga dari lijfrente dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap. Segala jenis penghasilan tersebut harus dikenakan pajak penghasilan. Besarnya pajak ditentukan sesuai dengan besar kecilnya penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam jangka waktu satu tahun.
Pemungutan pajak penghasilan dilaksanakan oleh Mantri Martanimpura dengan membentuk komisi-komisi pajak (Aanslag Commisie) di wilayah Kapanewon. Dalam pemungutan pajak penghasilan, aanslag commisie dibantu oleh pejabat desa setempat. Aanslag Commisie datang kekelurahan-kelurahan pada tanggal 1 pada tiap bulan-bulan yang telah ditentukan yaitu April, Juni, Agustus, Oktober, dan Desember.
Mekanisme pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran meliputi pendaftaran objek pajak yang dilakukan dengan pengisian aangifte bilyet, pemeriksaan buku-buku kekayaan, penetapan pajak, perhitungan pajak, pengurangan pajak, dan pembayaran pajak. Bagi wajib pajak yang melakukan pelanggaran terhadap meknisme pajak yang telah ditetapkan tersebut maka akan dikenakan sanksi berupa denda dan kurungan.
Pajak penghasilan yang diterapkan di Praja Mangkunegaran mengakibatkan sebagian rakyat Mangkunegaran merasa keberatan dengan pemungutan pajak penghasilan tersebut. Hal ini telihat dari banyaknya kasus-kasus tunggakan pajak penghasilan yang terjadi disetiap pos pemungutan pajak. Kasus-kasus tunggakan pajak tersebut mengakibatkan pemasukan kas Praja Mangkunegaran dari sektor pajak berkurang. Keadaan tersebut diperparah dengan ditemukan kasus-kasus pengelapan pajak yang melibatkan para pejabat penarik pajakbaik pejabat desa maupun Mantri Martanimpuna. Bagi pejabat penarik pajak yang diketahui melakukan tindakan penyimpangan pajak maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat penyimpangan yang dilakukan petugas penarik pajak penghasilan tersebut.
Analisis :
a. Fakta tentang periodidasi pemerintahan Mangkunegaran
Skripsi ini mendeskripsikan serta menganalisa tentang sistem pemungutan pajak penghasilan di praja Mangkunegaran pada tahun 1917-1942.
Pemungutan pajak penghasilan dilatar belakangi adanya pembaharuan yang dilakukan Mangkunegara IV dengan menarik tanah-tanah apanage yang semula digunakan sebagai gaji bagi kerabat dan praja Mangkunegaran. Dengan adanya penarikan tersebut, maka penduduk Mangkunegaran juga terkena dampaknya karena tanah-tanah apanage yang semula dikerjakan penduduk ditarik kembali sehingga penduduk Mangkunegaran beralih ke sektor perkebunan.[1]
Pemerintahan MN VII diwarnai dengan berbagai kebijakan dan permasalahan yang menunjukkan pengaruh modernisasi yang mulai menguat pada masa itu. Hal ini ditandai dengan perkembangan pendidikan yang menjadi jiwa zaman pada awal abad 20 dan kemunculan pergerakan nasional.
Di awal pengangkatan sebagai MN VII, kebijakan yang dilakukan antara lain melanjutkan pembangunan di bidang ekonomi perkebunan yang menjadi penopang utama Praja. MN VII mengeluhkan kinerja Superintendent selaku pengawas keuangan MN yang tidak jelas dan kadang melampaui batas.[2]
Dengan adanya peralihan tersebut maka mulai diberlakukannya sistem uang sebagai gaji penduduk Mangkunegaran. Dengan diberlakukannya sistem uang tersebut maka diperlukan suatu pajak penghasilan sebagai sebuah cara bagi praja Mangkunegaran untuk tetap memungut penghasilan rakyat sebagai pemasukan kas praja. Pajak penghasilan ini merupakan salah satu sumber pemasukan besar bagi praja Mangkunegaran. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada rakyat maupun perkumpulan yang mengerjakan kegiatan untuk mendatangkan keuntungan. Mekanisme pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran meliputi pendaftaran objek pajak yang dilakukan dengan pengisian aangifte bilyet, pemeriksaan buku-buku kekayaaan, penetapan pajak, perhitungan pajak, pengurangan pajak, dan pembayaran pajak. Bagi wajib pajak yang melakukan tindakan pelanggaran dalam ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam mekanisme pajak penghasilan maka akan dikenakan sanksi.
Selain berdampak positif untuk pembangunan praja Mangkunegaran, pajak penghasilan juga berdampak negatif karena beban yang dipikul rakyat semakin berat, keadaan tersebut diperparah dengan ditemukannya berbagai kasus penyimpangan pajak penghasilan yang dilakukan petugas pemungut pajak. Bagi petugas pajak yang terbukti melakukan tindakan penyimpangan pajak maka Praja Mangkunegaran akan memberikan sanksi sesuai dengan kesalahannya.
b. Pengaruh kolonaialisme Belanda
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Hindia-Belanda dimulai dengan adanya Paten Recht pada tahun 1878. Kemudian peraturan pajak penghasilan diperbaharui dengan Ordonantie Op De Inkomsten Belasting No.298 tahun 1908 yang tertuang dalam Staatsblad tahun 1908. Berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam Staatsblad tahun 1908 tersebut maka pada tahun 1917 Praja Mangkunegaran mulai memberlakukan pemungutan pajak penghasilan dengan mengeluarkan Peraturan Bab Pajeg Penghasilan.[3]
Suryo Suparto naik tahta pada tahun 1916 sebagai Prangwedana menggantikan pamannya Mangkunegara VI yang mengasingkan diri ke Surabaya. Proses penunjukkan Suryo Suparto oleh pemerintah Hindia Belanda didasarkan oleh faktor kemampuan intelektualitas yang dimiliki. Hal ini dilandasi oleh pengalaman dan pendidikan yang diterima oleh Suryo Suparto di lingkungan istana maupun di Belanda. Kedekatan ini mendukung keputusan Hindia Belanda bahwa Suryo Suparto layak menjadi pengganti MN VI.
Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial khususnya dalam hal penguasaan tanah dan perluasan perkebunan, mengakibatkan Mangkunegara VII memberlakukan system pajak penghasilan. Yang karena para bekel dan pejabat tidak dilagi digaji dengan tanah apanage, melainkan dengan uang, maka Mangkunegara VII menerapkan pajak penghasilan berupa uang.
Pengarauh Jepang belum terlihat di dalam skripsi ini, ini bisa dijelasakan karena periodesasi skripsi ini dibatasi sampai Belanda tidak berkuasa lagi yaitu tahun 1942.
DAFTAR PUSTAKA
Th.Metz. 1987. Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Surakarta: Reksopustaka. Wasino. 2008. Kapitalisme Bumi Putra : Perubahan Masyarakatm Mangkunegaran. Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara.
[1] Wasino,Kapitalisme Bumi Putra : Perubahan Masyarakat Mangkunegaran,(Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara, 2008), hlm.37-38
[2] Th.Metz, Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa, (Surakarta: Reksopustaka, 1987), Hlm. 43.
[3] Wasino, op.cit, 2008, hlm.37-38.
Nim : C0506003
Pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran dilaksanakan akibat dari penarikan tanah-tanah apanage pada masa Mangkunegaran IV. Penarikan tanah-tanah apanage tersebut berdampak pada rakyat Mangkunegaran karena tanah-tanah apanage yang semula yang dikerjakan penduduk ditarik kembali sehingga banyak penduduk Mangkunegaran yang beralih ke sektor perkebunan. Dengan adanya peralihan tersebut maka mulai diberlakukannya sistem uang sebagai gaji penduduk Mangkunegaran.
Adanya perubahan sistem apanage menjadi sistem uang, maka Praja Mangkunegaran perlunya suatu peraturan mengenai pajak penghasilan untuk memungut penghasilan dari rakyat. Sehubungan dengan hal itu, maka pada saat Mangkunegaran VII berkuasa, Praja Mangkunegaran mengeluarkan peraturan tentang pajak penghasilan yaitu peraturan bab pajeg penghasilan sebagai peraturan mengenai pemungutan pajak penghasilan yang dikenakan kepada rakyat yang tinggal di wilayah Praja Mangkunegaran.
Pajak Penghasilan (inkomstenbelasting) merupakan salah satu jenis pajak yang diterapkan di Praja Mangkunegaran. Pajak ini merupakan salah satu jenis pajak yang memberikan pemasukan besar terhadap keuangan Praja Mangkunegaran. Pajak Penghasilan semula diterapkan di Hindia Belanda berdasarkan Paten Recht tahun 1878 yang kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya Ordonantie Op De Inkomsten Belasting No.298 tahun 1908 yang dituangkan dalam Staatsblad tahun 1908. Sedangkan di Praja Mangkunegaran pajak penghasilan mulai diterapkan setelah Praja mengeluarkan peraturan bab pajeg penghasilan pada tahun 1917. Dalam pranataan ini diatur mekanisme pemungutannya diatur dalam Rijksblad Mangkunegaran setiap tahunnya. Dalam Rijksblad tersebut juga diatur perubahan besarnya tarif pajak yang disesuaikan dengan perkembangan perekonomian.
Pajak Penghasilan adalah pajak dipungut dari rakyat atau perkumpulan yang melakukan usaha untuk mendatangkan keuntungan. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut atas penghasilan yang diperoleh dari : (1) Harta tidak bergerak yaitu pajak yang dipungut berdasarkan penghasilan yang berasal dari harta yang sifatnya tidak bergerak, misalnya sawah, rumah, dan pamelikan, (2) Harta bergerak yaitu pajak yang dipungut berdasarkan penghasilan yang berasal dari harta yang sifatnya bergerak, misalnya hasil dari piutang, oblligasen, dan mandeel,(3) Pekerjaan yaitu semua pembayaran atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diperoleh termasuk gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya yang diperoleh karena melakukan sebuah pekerjaan, dan (4) pembayan tidak tetap yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak tetap berupa gratikasi, tunjangan cuti, wachgeld, bonus, premi-premi, sumbangan, pensiunan, bunga dari lijfrente dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap. Segala jenis penghasilan tersebut harus dikenakan pajak penghasilan. Besarnya pajak ditentukan sesuai dengan besar kecilnya penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam jangka waktu satu tahun.
Pemungutan pajak penghasilan dilaksanakan oleh Mantri Martanimpura dengan membentuk komisi-komisi pajak (Aanslag Commisie) di wilayah Kapanewon. Dalam pemungutan pajak penghasilan, aanslag commisie dibantu oleh pejabat desa setempat. Aanslag Commisie datang kekelurahan-kelurahan pada tanggal 1 pada tiap bulan-bulan yang telah ditentukan yaitu April, Juni, Agustus, Oktober, dan Desember.
Mekanisme pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran meliputi pendaftaran objek pajak yang dilakukan dengan pengisian aangifte bilyet, pemeriksaan buku-buku kekayaan, penetapan pajak, perhitungan pajak, pengurangan pajak, dan pembayaran pajak. Bagi wajib pajak yang melakukan pelanggaran terhadap meknisme pajak yang telah ditetapkan tersebut maka akan dikenakan sanksi berupa denda dan kurungan.
Pajak penghasilan yang diterapkan di Praja Mangkunegaran mengakibatkan sebagian rakyat Mangkunegaran merasa keberatan dengan pemungutan pajak penghasilan tersebut. Hal ini telihat dari banyaknya kasus-kasus tunggakan pajak penghasilan yang terjadi disetiap pos pemungutan pajak. Kasus-kasus tunggakan pajak tersebut mengakibatkan pemasukan kas Praja Mangkunegaran dari sektor pajak berkurang. Keadaan tersebut diperparah dengan ditemukan kasus-kasus pengelapan pajak yang melibatkan para pejabat penarik pajakbaik pejabat desa maupun Mantri Martanimpuna. Bagi pejabat penarik pajak yang diketahui melakukan tindakan penyimpangan pajak maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat penyimpangan yang dilakukan petugas penarik pajak penghasilan tersebut.
Analisis :
a. Fakta tentang periodidasi pemerintahan Mangkunegaran
Skripsi ini mendeskripsikan serta menganalisa tentang sistem pemungutan pajak penghasilan di praja Mangkunegaran pada tahun 1917-1942.
Pemungutan pajak penghasilan dilatar belakangi adanya pembaharuan yang dilakukan Mangkunegara IV dengan menarik tanah-tanah apanage yang semula digunakan sebagai gaji bagi kerabat dan praja Mangkunegaran. Dengan adanya penarikan tersebut, maka penduduk Mangkunegaran juga terkena dampaknya karena tanah-tanah apanage yang semula dikerjakan penduduk ditarik kembali sehingga penduduk Mangkunegaran beralih ke sektor perkebunan.[1]
Pemerintahan MN VII diwarnai dengan berbagai kebijakan dan permasalahan yang menunjukkan pengaruh modernisasi yang mulai menguat pada masa itu. Hal ini ditandai dengan perkembangan pendidikan yang menjadi jiwa zaman pada awal abad 20 dan kemunculan pergerakan nasional.
Di awal pengangkatan sebagai MN VII, kebijakan yang dilakukan antara lain melanjutkan pembangunan di bidang ekonomi perkebunan yang menjadi penopang utama Praja. MN VII mengeluhkan kinerja Superintendent selaku pengawas keuangan MN yang tidak jelas dan kadang melampaui batas.[2]
Dengan adanya peralihan tersebut maka mulai diberlakukannya sistem uang sebagai gaji penduduk Mangkunegaran. Dengan diberlakukannya sistem uang tersebut maka diperlukan suatu pajak penghasilan sebagai sebuah cara bagi praja Mangkunegaran untuk tetap memungut penghasilan rakyat sebagai pemasukan kas praja. Pajak penghasilan ini merupakan salah satu sumber pemasukan besar bagi praja Mangkunegaran. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada rakyat maupun perkumpulan yang mengerjakan kegiatan untuk mendatangkan keuntungan. Mekanisme pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran meliputi pendaftaran objek pajak yang dilakukan dengan pengisian aangifte bilyet, pemeriksaan buku-buku kekayaaan, penetapan pajak, perhitungan pajak, pengurangan pajak, dan pembayaran pajak. Bagi wajib pajak yang melakukan tindakan pelanggaran dalam ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam mekanisme pajak penghasilan maka akan dikenakan sanksi.
Selain berdampak positif untuk pembangunan praja Mangkunegaran, pajak penghasilan juga berdampak negatif karena beban yang dipikul rakyat semakin berat, keadaan tersebut diperparah dengan ditemukannya berbagai kasus penyimpangan pajak penghasilan yang dilakukan petugas pemungut pajak. Bagi petugas pajak yang terbukti melakukan tindakan penyimpangan pajak maka Praja Mangkunegaran akan memberikan sanksi sesuai dengan kesalahannya.
b. Pengaruh kolonaialisme Belanda
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Hindia-Belanda dimulai dengan adanya Paten Recht pada tahun 1878. Kemudian peraturan pajak penghasilan diperbaharui dengan Ordonantie Op De Inkomsten Belasting No.298 tahun 1908 yang tertuang dalam Staatsblad tahun 1908. Berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam Staatsblad tahun 1908 tersebut maka pada tahun 1917 Praja Mangkunegaran mulai memberlakukan pemungutan pajak penghasilan dengan mengeluarkan Peraturan Bab Pajeg Penghasilan.[3]
Suryo Suparto naik tahta pada tahun 1916 sebagai Prangwedana menggantikan pamannya Mangkunegara VI yang mengasingkan diri ke Surabaya. Proses penunjukkan Suryo Suparto oleh pemerintah Hindia Belanda didasarkan oleh faktor kemampuan intelektualitas yang dimiliki. Hal ini dilandasi oleh pengalaman dan pendidikan yang diterima oleh Suryo Suparto di lingkungan istana maupun di Belanda. Kedekatan ini mendukung keputusan Hindia Belanda bahwa Suryo Suparto layak menjadi pengganti MN VI.
Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial khususnya dalam hal penguasaan tanah dan perluasan perkebunan, mengakibatkan Mangkunegara VII memberlakukan system pajak penghasilan. Yang karena para bekel dan pejabat tidak dilagi digaji dengan tanah apanage, melainkan dengan uang, maka Mangkunegara VII menerapkan pajak penghasilan berupa uang.
Pengarauh Jepang belum terlihat di dalam skripsi ini, ini bisa dijelasakan karena periodesasi skripsi ini dibatasi sampai Belanda tidak berkuasa lagi yaitu tahun 1942.
DAFTAR PUSTAKA
Th.Metz. 1987. Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Surakarta: Reksopustaka. Wasino. 2008. Kapitalisme Bumi Putra : Perubahan Masyarakatm Mangkunegaran. Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara.
[1] Wasino,Kapitalisme Bumi Putra : Perubahan Masyarakat Mangkunegaran,(Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara, 2008), hlm.37-38
[2] Th.Metz, Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa, (Surakarta: Reksopustaka, 1987), Hlm. 43.
[3] Wasino, op.cit, 2008, hlm.37-38.
Comments
Post a Comment