Bab I
Pendahuluan
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. Hal ini dikarenakan Indonesia terdiri atas pulau-pulau dan beragam suku dan budayanya. Jumlah penduduk yang banyak ini tentunya menimbulkan banyak masalah, antara lain kemiskinan, masalah pendidikan, pendapatan yang tidak merata dan lain-lain.
Hal-hal simpel yang seperti itulah, yang memicu timbulnya kesenjangan sosial di dalam kehidupan masyarakat. Biasanya orang-orang yang berada di kalangan atas lah yang membuat jarak dengan sesama. Kesenjangan sosial di Indonesia sangatlah terlihat, apalagi antara rakyat dengan pejabatnya. Kesenjangan sosial memuncak saat pemerintahan Presiden Soeharto karena TNI yang menguasai pemerintahan. Keadaan rakyat kecil semakin tertindas dan tidak ada keadilan dalam hal ini. Padahal dalam pembukaan dan isi Undang-undang Dasar 1945 telah dikatakan bahwa kita harus berlaku adil terhadap seluruh rakyat Indonesia. Kesenjangan ini dipicu oleh adanya kemiskinan yang merajalela dan kurangnya lapangan kerja. Maka dari itu, pemerintah tidak boleh menyepelekan masalah yang kompleks seperti ini. Kinerja pemerintah yang cepat dan tepat sangat diperlukan. Dan dengan bantuan rakyat bersama-sama memberantas kemiskinan untuk mencapai kesejahteraan sosial.
Dari permasalah di atas peneliti melakukan sebuah penelitian dengan judul “Kesenjangan Tingkat Pendapatan Masarakat Kecil Pada Pedagang Asongan Di Kota Solo”
1.2. Batasan Masalah
Dari masalah-masalah yang telah diidentifikasikan diatas dan karena keterbatasan kemampuan peneliti, waktu, dan biaya maka penelitian ini dibatasi, yaitu sebagai berikut :
1. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap pedagang kecil, khususnya di kota Solo.
2. Masih besarnya kesenjangan pendapatan masarakat Indonesia, khususnya pedagang asongan di kota Solo.
3. Kurangnya perhatian masarakat sekitar, khususnya masarakat, khususnya kita sebagai masarakat kristiani terhadap masarak ekonomi lemah.
1.3. Metode
1. Observasi (pengamatan)
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan piskhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2010: 203).
Penelitian ini menggunakan Observasi Terstruktur, karena observasi ini telah dirancang tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya.
2. Wawancara
Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1989: 192), wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini hasil wawancara ditentukan oleh beberapa factor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Factor-faktor tersebut adalah pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara. Interview atau disebut juga wawancara atau kuisioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Suharsimi Arikunto 1991: 126)
1.4. Rumusan Masalah
Dari masalah-masalah yang telah diindentifikasikan diatas dan karena keterbatasan kemampuan peneliti, waktu, dan biaya maka penelitian ini dibatasi, yaitu sebagai berikut :
1. Apa yang menyebabkan besarnya perbedaan pendapatan antara pedagang asongan dengan pedagang asongan yang lain ?
2. Seberapa besar perhatian pemerintah ?
3. Apakah peranaan masarakat disekitar ?
4. Apakah tempat berjualan layak ?
5. Apa harapan para perdagang asongan kedepanya ?
1.5.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar peran pemerintah terhadap masarakat kecil, khususnya pedagan asongan di kota Solo.
2. Untuk mengetahu kesenjangan pendapatan antar para pedagang asongan di kota Solo.
3. Untuk mengatuhi motivasi masarakat kecil, khususnya dari sudut pandan kristiani.
Bab II
Dasar Teori
2.1. Landasan Teori
Pendapatan adalah adalah jumlah yang tersisa setelah biaya, yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun yang hanya diperhitungkan, telah dikurangi penerimaan. ( Abbas TJakrawiralasana 1983:71 ). Menurut Soediyono ( 1992:99 ), pendapatn adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh para anggaota masarakat dalam waktu tertentu sebagai balas jasa atas faktoe-faktor produksi yang mereka sumbangkan.
Berdasarkan definisi diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa pendapatan rumah tangga pedagang asongan adalah jumlah penghasilan pedagan asongan setelah dikurangi biaya modal, sebagai balas jasa atas kerja mereka. Biro pusat statistic merinci pendapatan yaitu pendapatan yang berupa uang adalah segala hasil kerja dan usahnya.
Konsep pengertian kemiskinan sangatlah beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumen dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukan aspek social dan moral. Misalnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup dan lingkungan dalam suatu masarakat atau yang mengatakan bahwa kemiskinan adalah ketidakberdayaan sekelompok masarakat terhadap system yang diterapakan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan terekploitasi ( kemiskinan structural ). Tetapi ketika orang berbicara kemiskinan, yang dimaksud dengan kemiskinan adalah kemiskinan material.
Kesenjangan sosial adalah distribusi yang tidak merata (ketidak adilan dan ketidaksetraaan) yang dialami oleh individu dan kelompok yang dianggap penting dalam suatu masyarakat dan penilaian yang tidak sama dan pengecualian berdasarkan posisi sosial dan gaya hidup. Juga, hak dan kewajiban tidak didistribusikan secara merata atau ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya bisa berupa kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, peluang berusaha dan kerja, dapat pula berupa kebutuhan sekunder, seperti sarana pengembangan usaha, sarana perjuangan hak azasi, sarana saluran politik, pemenuhan pengembangan karir, dan lain-lain.
Sedangkan menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) kesenjangan berasal dari kata “senjang” yang berarti 1 tidak simetris atau tidak sama bagian yg di kiri dan yg di kanan (tt ukiran dsb); genjang; 2 berlainan sekali; berbeda; 3 ada (terdapat) jurang pemisah;.
kesenjangan , 1 perihal (yg bersifat, berciri) senjang; ketidakseimbangan; ketidaksimetrisan; 2 jurang pemisah:- antara si kaya dan si miskin semakin lebar
Kesenjangan sosial dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat, sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau kesempatan-kesempatan yang tersedia. Secara teoritis sekurang-kurangnya ada dua faktor yang menghambat.
1. faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (faktor internal), yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia karena tingkat pendidikan/keterampilan atau kesehatan rendah atau ada hambatan budaya (budaya kemiskinan). Kesenjangan sosial dapat muncul sebagai akibat dari nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh sekelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai luas, seperti apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai orientasi kehidupan masa depan. Dalam penjelasan Lewis (1969), kesenjangan sosial tipe ini muncul karena masyarakat itu terkungkung dalam kebudayaan kemiskinan.
2. Faktor-faktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang (faktor eksternal), hal ini dapat terjadi karena birokrasi atau ada peraturan-peraturan resmi (kebijakan), sehingga dapat membatasi atau memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersedia. Kesenjangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat adalah disebabkan oleh adanya perbedaan yang mencolok antara satu individu dengan individu yang lain, atau antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain.
Perbedaan itu antara lain misalnya antara si kaya dan si miskin atau antara si pintar dan si bodoh. Yang mana perbedaan itu kelihatan mencolok dan menimbulkan masalah dalam penanganannya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian daripada kesenjangan sosial adalah "jarak" yang terjadi ditengah-tengah masyarakat disebabkan oleh perbedaan status sosial, maupun status ekonomi yang ada ditengah-tengah masyarakat.
Bab III
Hasil dan Pembahasan
3.1.Rangkuman Hasil Riset
Ø Narasumber pertama
Narasumber pertama adalah bapak Sutrtno, usianya 75 tahun. Mata pencaharian utamanya adalah sebagai pedagang asongan di terminal Tirtodadi kota Solo dengan gerobak dorong sejak tahun 2007. Beliau berkerja mulai pukul 7.00 pagi sampai sekitar pukul 7.00 malam. Pendapatan yang diperoleh sekitar Rp. 80.000,00 ( pendapatan kotor, belum dikurangi biaya produksi ).
Semenjak pemerintah mengusur tempat mereka berjualan di terminal terpaksa mereka berjualan di luar pakar terminal, yang mana kadang-kadang beliau perlu merasa was-was akan adanya penertiban oleh SATPOL PP.
Sebenarnya, didalam terminal telah disediakan tempat berjualan untuk para pedagang, tapi tidak mungkin pedagan kecil seperti bapak Sutrtno berjualan di situ, karena biaya sewanya yg besar, jadi hanya orang yang bermodal besar yang bisa menempati blog-blog di dalam terminal yang telah di sediakan pemerintah.
Ø Narasumber kedua
Beliau adalah ibu Parti ( 45 tahun ). Pedagan asongan yang satu ini bernasib lebih baik, karena berkerja sebagai pedagang asongan bukan merupaka perkerjaan utama, ia berjualan nasi sebagai perkerjaajn utamanya. Penghasilan yang diperoleh pun lumayan yaitu sekitar Rp. 200.000,00 ( pendapatan kotor, belum dikurangi biaya produksi ).
Masalah yang dihadapi adalah kurangnya perhatian pemerintah, karana bisa saja sewaktu dilakukan penertiban oleh pihak berwajib.
Ø Narasumber ketiga
Beliau adalah bapak Supriono ( 45 tahun ), beliau berkerja dari pukul 17.00- 23.00, pedagan asongan merupakan mata pencaharian sampinagan disamping sebagai buruh parbik di Palur.
Dilihat dari pendapatan dan lamanya waktu berkerja dan tempat berjualan, bapak yang satu ini berneasib lebih baik, tempat berjualan di sediakan, daerahnya bersih, yaitu di jalan Selamet Riadi kota Solo. Pendapatan yang didapat kurang lebih Rp. 200.000,00 ( pendapatan kotor, belum dikurangi biaya produksi ).
3.2. Pembahasan
Dari data yang telah saya himpun, terlihat bahwa pendapatan yang diperoleh dari masing-masing narasumber yang dijadikan sampel penelitian sangat jauh berbeda, dimana pak Sutrtno berkerja dari pagi hingga malah pendapatan yang diperoleh pun tidak seberapa jika dibandingna dengan narasumber kedua dengan ketiga.
Pembukaan UUD-45 mengamanatkan pemerintah Indonesia agar memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan bangsa. Jiwa dan semangat Pasal 33 UUD-45 menghendaki agar semua produksi dan faktor produksi serta hak-milik perseorangan haruslah mempunyai fungsi sosial untuk sebesar-besarnya kemakmuran bersama.
Kristiani menghendaki agar masing-masing memiliki kepekaan sosial. Agar masing-masing memikirkan memperhatikan mengupayakan peningkatan keadaan sosial ekonomi budaya bersama . Agar masing-masing memanfa’atkan sebagian rezeki penghasilan pendapatan kekayaan kepintaran kesempatan kekuatan kemampuan utk kepentingan bersama. Menabur menebar jasa. Menyebarkan beragai kebajikan dan kebaikan.
Fator-Faktor Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia diakibat beberapa hal yaitu :
Kemiskinan
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi:
(1) Sistem ekonomi uang, buruh upahan dan sistem produksi untuk keuntungan
(2) tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil
(3) rendahnya upah buruh
(4) tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
(5) sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
(6) kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidak sanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis rusak atau berganti, seperti masa pergantian feodalis ke kapitalis atau pada masa pesatnya perubahan teknologi.
Budaya kemiskinan juga merupakan akibat penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi diobrak, sedangkan atatus golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat strata sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga urban yang berasal dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.
Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983) formulasi kebudayaan kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang yang terlibat dalam situasi tersebut memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah sebagai salah satu bentuk adaptasi yang realistis. Beberapa ciri kebudyaan kemiskinan adalah :
(1) fatalisme,
(2) rendahnya tingkat aspirasi,
(3) rendahnya kemauan mengejar sasaran,
(4) kurang melihat kemajuan pribadi ,
(5) perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,
(6) Perasaan untuk selalu gagal,
(7) Perasaan menilai diri sendiri negatif,
(8) Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
(9) Tingkat kompromis yang menyedihkan.
Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi adaptasi, maka suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk mengubah nilai-nilai yang tidak diinginkan ini menuju ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai golongan kelas menengah, dengan menggunakan metode-metodre psikiatri kesejahteraan sosial-pendidikan tanpa lebih dahulu (ataupun secara bersamaan) berusaha untuk secara berarti mengubah kenyataan kenyataan struktur sosial (pendapatan, pekerjaan, perumahan, dan pola-pola kebudayaan membatasi lingkup partisipasi sosial dan peyaluran kekuatan sosial) akan cendrung gagal.
Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Golongan kaum miskin ini terdiri dari :
(1) Para petani yang tidak memiliki tanah sendiri,
(2) Petani yang tanah miliknya begitu kecil sehingga hasilnya tidak cukup untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluargamnya,
(3) Kaum buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih (unskilled labourerds), dan
(4) Para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah (golongan ekonomi lemah).
Kemiskinan struktural tidak sekedar terwujud dengan kekurangan sandang dan pangan saja, kemiskinan juga meliputi kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya, sosial yang mantap.
Beberapa ciri kemiskinan struktural, menurut Alpian (1980) adalah
(1) Tidak ada atau lambannya mobilitas sosial (yang miskin akan tetap hidup dengan kemelaratanya dan yang kaya akan tetap menikmati kemewahannya),
(2) mereka terletak dalam kungkungan struktur sosial yang menyebabkan mereka kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidupnya, dan
(3) Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju.
Pemecahan permasalahan kemiskinan akan bisa dilakukan bilamana struktur sosial yang berlaku itu dirubah secara mendasar.
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. Hal ini dikarenakan Indonesia terdiri atas pulau-pulau dan beragam suku dan budayanya. Jumlah penduduk yang banyak ini tentunya menimbulkan banyak masalah, antara lain kemiskinan, masalah pendidikan, pendapatan yang tidak merata dan lain-lain.
Hal-hal simpel yang seperti itulah, yang memicu timbulnya kesenjangan sosial di dalam kehidupan masyarakat. Biasanya orang-orang yang berada di kalangan atas lah yang membuat jarak dengan sesama. Kesenjangan sosial di Indonesia sangatlah terlihat, apalagi antara rakyat dengan pejabatnya. Kesenjangan sosial memuncak saat pemerintahan Presiden Soeharto karena TNI yang menguasai pemerintahan. Keadaan rakyat kecil semakin tertindas dan tidak ada keadilan dalam hal ini. Padahal dalam pembukaan dan isi Undang-undang Dasar 1945 telah dikatakan bahwa kita harus berlaku adil terhadap seluruh rakyat Indonesia. Kesenjangan ini dipicu oleh adanya kemiskinan yang merajalela dan kurangnya lapangan kerja. Maka dari itu, pemerintah tidak boleh menyepelekan masalah yang kompleks seperti ini. Kinerja pemerintah yang cepat dan tepat sangat diperlukan. Dan dengan bantuan rakyat bersama-sama memberantas kemiskinan untuk mencapai kesejahteraan sosial.
Dari permasalah di atas peneliti melakukan sebuah penelitian dengan judul “Kesenjangan Tingkat Pendapatan Masarakat Kecil Pada Pedagang Asongan Di Kota Solo”
1.2. Batasan Masalah
Dari masalah-masalah yang telah diidentifikasikan diatas dan karena keterbatasan kemampuan peneliti, waktu, dan biaya maka penelitian ini dibatasi, yaitu sebagai berikut :
1. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap pedagang kecil, khususnya di kota Solo.
2. Masih besarnya kesenjangan pendapatan masarakat Indonesia, khususnya pedagang asongan di kota Solo.
3. Kurangnya perhatian masarakat sekitar, khususnya masarakat, khususnya kita sebagai masarakat kristiani terhadap masarak ekonomi lemah.
1.3. Metode
1. Observasi (pengamatan)
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan piskhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2010: 203).
Penelitian ini menggunakan Observasi Terstruktur, karena observasi ini telah dirancang tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya.
2. Wawancara
Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1989: 192), wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini hasil wawancara ditentukan oleh beberapa factor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Factor-faktor tersebut adalah pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara. Interview atau disebut juga wawancara atau kuisioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Suharsimi Arikunto 1991: 126)
1.4. Rumusan Masalah
Dari masalah-masalah yang telah diindentifikasikan diatas dan karena keterbatasan kemampuan peneliti, waktu, dan biaya maka penelitian ini dibatasi, yaitu sebagai berikut :
1. Apa yang menyebabkan besarnya perbedaan pendapatan antara pedagang asongan dengan pedagang asongan yang lain ?
2. Seberapa besar perhatian pemerintah ?
3. Apakah peranaan masarakat disekitar ?
4. Apakah tempat berjualan layak ?
5. Apa harapan para perdagang asongan kedepanya ?
1.5.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar peran pemerintah terhadap masarakat kecil, khususnya pedagan asongan di kota Solo.
2. Untuk mengetahu kesenjangan pendapatan antar para pedagang asongan di kota Solo.
3. Untuk mengatuhi motivasi masarakat kecil, khususnya dari sudut pandan kristiani.
Bab II
Dasar Teori
2.1. Landasan Teori
Pendapatan adalah adalah jumlah yang tersisa setelah biaya, yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun yang hanya diperhitungkan, telah dikurangi penerimaan. ( Abbas TJakrawiralasana 1983:71 ). Menurut Soediyono ( 1992:99 ), pendapatn adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh para anggaota masarakat dalam waktu tertentu sebagai balas jasa atas faktoe-faktor produksi yang mereka sumbangkan.
Berdasarkan definisi diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa pendapatan rumah tangga pedagang asongan adalah jumlah penghasilan pedagan asongan setelah dikurangi biaya modal, sebagai balas jasa atas kerja mereka. Biro pusat statistic merinci pendapatan yaitu pendapatan yang berupa uang adalah segala hasil kerja dan usahnya.
Konsep pengertian kemiskinan sangatlah beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumen dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukan aspek social dan moral. Misalnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup dan lingkungan dalam suatu masarakat atau yang mengatakan bahwa kemiskinan adalah ketidakberdayaan sekelompok masarakat terhadap system yang diterapakan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan terekploitasi ( kemiskinan structural ). Tetapi ketika orang berbicara kemiskinan, yang dimaksud dengan kemiskinan adalah kemiskinan material.
Kesenjangan sosial adalah distribusi yang tidak merata (ketidak adilan dan ketidaksetraaan) yang dialami oleh individu dan kelompok yang dianggap penting dalam suatu masyarakat dan penilaian yang tidak sama dan pengecualian berdasarkan posisi sosial dan gaya hidup. Juga, hak dan kewajiban tidak didistribusikan secara merata atau ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya bisa berupa kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, peluang berusaha dan kerja, dapat pula berupa kebutuhan sekunder, seperti sarana pengembangan usaha, sarana perjuangan hak azasi, sarana saluran politik, pemenuhan pengembangan karir, dan lain-lain.
Sedangkan menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) kesenjangan berasal dari kata “senjang” yang berarti 1 tidak simetris atau tidak sama bagian yg di kiri dan yg di kanan (tt ukiran dsb); genjang; 2 berlainan sekali; berbeda; 3 ada (terdapat) jurang pemisah;.
kesenjangan , 1 perihal (yg bersifat, berciri) senjang; ketidakseimbangan; ketidaksimetrisan; 2 jurang pemisah:- antara si kaya dan si miskin semakin lebar
Kesenjangan sosial dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat, sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau kesempatan-kesempatan yang tersedia. Secara teoritis sekurang-kurangnya ada dua faktor yang menghambat.
1. faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (faktor internal), yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia karena tingkat pendidikan/keterampilan atau kesehatan rendah atau ada hambatan budaya (budaya kemiskinan). Kesenjangan sosial dapat muncul sebagai akibat dari nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh sekelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai luas, seperti apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai orientasi kehidupan masa depan. Dalam penjelasan Lewis (1969), kesenjangan sosial tipe ini muncul karena masyarakat itu terkungkung dalam kebudayaan kemiskinan.
2. Faktor-faktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang (faktor eksternal), hal ini dapat terjadi karena birokrasi atau ada peraturan-peraturan resmi (kebijakan), sehingga dapat membatasi atau memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersedia. Kesenjangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat adalah disebabkan oleh adanya perbedaan yang mencolok antara satu individu dengan individu yang lain, atau antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain.
Perbedaan itu antara lain misalnya antara si kaya dan si miskin atau antara si pintar dan si bodoh. Yang mana perbedaan itu kelihatan mencolok dan menimbulkan masalah dalam penanganannya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian daripada kesenjangan sosial adalah "jarak" yang terjadi ditengah-tengah masyarakat disebabkan oleh perbedaan status sosial, maupun status ekonomi yang ada ditengah-tengah masyarakat.
Bab III
Hasil dan Pembahasan
3.1.Rangkuman Hasil Riset
Ø Narasumber pertama
Narasumber pertama adalah bapak Sutrtno, usianya 75 tahun. Mata pencaharian utamanya adalah sebagai pedagang asongan di terminal Tirtodadi kota Solo dengan gerobak dorong sejak tahun 2007. Beliau berkerja mulai pukul 7.00 pagi sampai sekitar pukul 7.00 malam. Pendapatan yang diperoleh sekitar Rp. 80.000,00 ( pendapatan kotor, belum dikurangi biaya produksi ).
Semenjak pemerintah mengusur tempat mereka berjualan di terminal terpaksa mereka berjualan di luar pakar terminal, yang mana kadang-kadang beliau perlu merasa was-was akan adanya penertiban oleh SATPOL PP.
Sebenarnya, didalam terminal telah disediakan tempat berjualan untuk para pedagang, tapi tidak mungkin pedagan kecil seperti bapak Sutrtno berjualan di situ, karena biaya sewanya yg besar, jadi hanya orang yang bermodal besar yang bisa menempati blog-blog di dalam terminal yang telah di sediakan pemerintah.
Ø Narasumber kedua
Beliau adalah ibu Parti ( 45 tahun ). Pedagan asongan yang satu ini bernasib lebih baik, karena berkerja sebagai pedagang asongan bukan merupaka perkerjaan utama, ia berjualan nasi sebagai perkerjaajn utamanya. Penghasilan yang diperoleh pun lumayan yaitu sekitar Rp. 200.000,00 ( pendapatan kotor, belum dikurangi biaya produksi ).
Masalah yang dihadapi adalah kurangnya perhatian pemerintah, karana bisa saja sewaktu dilakukan penertiban oleh pihak berwajib.
Ø Narasumber ketiga
Beliau adalah bapak Supriono ( 45 tahun ), beliau berkerja dari pukul 17.00- 23.00, pedagan asongan merupakan mata pencaharian sampinagan disamping sebagai buruh parbik di Palur.
Dilihat dari pendapatan dan lamanya waktu berkerja dan tempat berjualan, bapak yang satu ini berneasib lebih baik, tempat berjualan di sediakan, daerahnya bersih, yaitu di jalan Selamet Riadi kota Solo. Pendapatan yang didapat kurang lebih Rp. 200.000,00 ( pendapatan kotor, belum dikurangi biaya produksi ).
3.2. Pembahasan
Dari data yang telah saya himpun, terlihat bahwa pendapatan yang diperoleh dari masing-masing narasumber yang dijadikan sampel penelitian sangat jauh berbeda, dimana pak Sutrtno berkerja dari pagi hingga malah pendapatan yang diperoleh pun tidak seberapa jika dibandingna dengan narasumber kedua dengan ketiga.
Pembukaan UUD-45 mengamanatkan pemerintah Indonesia agar memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan bangsa. Jiwa dan semangat Pasal 33 UUD-45 menghendaki agar semua produksi dan faktor produksi serta hak-milik perseorangan haruslah mempunyai fungsi sosial untuk sebesar-besarnya kemakmuran bersama.
Kristiani menghendaki agar masing-masing memiliki kepekaan sosial. Agar masing-masing memikirkan memperhatikan mengupayakan peningkatan keadaan sosial ekonomi budaya bersama . Agar masing-masing memanfa’atkan sebagian rezeki penghasilan pendapatan kekayaan kepintaran kesempatan kekuatan kemampuan utk kepentingan bersama. Menabur menebar jasa. Menyebarkan beragai kebajikan dan kebaikan.
Fator-Faktor Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia diakibat beberapa hal yaitu :
Kemiskinan
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi:
(1) Sistem ekonomi uang, buruh upahan dan sistem produksi untuk keuntungan
(2) tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil
(3) rendahnya upah buruh
(4) tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
(5) sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
(6) kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidak sanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis rusak atau berganti, seperti masa pergantian feodalis ke kapitalis atau pada masa pesatnya perubahan teknologi.
Budaya kemiskinan juga merupakan akibat penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi diobrak, sedangkan atatus golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat strata sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga urban yang berasal dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.
Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983) formulasi kebudayaan kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang yang terlibat dalam situasi tersebut memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah sebagai salah satu bentuk adaptasi yang realistis. Beberapa ciri kebudyaan kemiskinan adalah :
(1) fatalisme,
(2) rendahnya tingkat aspirasi,
(3) rendahnya kemauan mengejar sasaran,
(4) kurang melihat kemajuan pribadi ,
(5) perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,
(6) Perasaan untuk selalu gagal,
(7) Perasaan menilai diri sendiri negatif,
(8) Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
(9) Tingkat kompromis yang menyedihkan.
Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi adaptasi, maka suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk mengubah nilai-nilai yang tidak diinginkan ini menuju ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai golongan kelas menengah, dengan menggunakan metode-metodre psikiatri kesejahteraan sosial-pendidikan tanpa lebih dahulu (ataupun secara bersamaan) berusaha untuk secara berarti mengubah kenyataan kenyataan struktur sosial (pendapatan, pekerjaan, perumahan, dan pola-pola kebudayaan membatasi lingkup partisipasi sosial dan peyaluran kekuatan sosial) akan cendrung gagal.
Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Golongan kaum miskin ini terdiri dari :
(1) Para petani yang tidak memiliki tanah sendiri,
(2) Petani yang tanah miliknya begitu kecil sehingga hasilnya tidak cukup untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluargamnya,
(3) Kaum buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih (unskilled labourerds), dan
(4) Para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah (golongan ekonomi lemah).
Kemiskinan struktural tidak sekedar terwujud dengan kekurangan sandang dan pangan saja, kemiskinan juga meliputi kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya, sosial yang mantap.
Beberapa ciri kemiskinan struktural, menurut Alpian (1980) adalah
(1) Tidak ada atau lambannya mobilitas sosial (yang miskin akan tetap hidup dengan kemelaratanya dan yang kaya akan tetap menikmati kemewahannya),
(2) mereka terletak dalam kungkungan struktur sosial yang menyebabkan mereka kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidupnya, dan
(3) Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju.
Pemecahan permasalahan kemiskinan akan bisa dilakukan bilamana struktur sosial yang berlaku itu dirubah secara mendasar.
Soedjatmoko (1984) memberikan contoh kemiskinan structural; (1) Pola stratifikasi (seperti dasar pemilikan dan penguasaan tanah) di desa mengurangi atau merusak pola kerukukan dan ikatan timbal-balik tradisional, (2) Struktur desa nelayan, yang sangat tergantung pada juragan di desanya sebagai pemilik kapal, dan (3) Golongan pengrajin di kota kecil atau pedesaan yang tergantung pada orang kota yang menguasai bahan dan pasarnya.
Hal-hal tersebut memiliki implikasi tentang kemiskinan structural : (1) kebijakan ekonomi saja tidak mencukupi dalam usaha mengatasi ketimpangan-ketimpangan struktural, dimensi struktural perlu dihadapi juga terutama di pedesaan; dan (2) perlunya pola organisasi institusi masyarakat pedesan yang disesuaikan dengan keperluannya, sebaga sarana untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan bargaining power, dan perlunya proses Sosial learning yang spesifik dengan kondisi setempat.
Adam Malik (1980) mengemukakan bahwa untuk mencari jalan agar struktur masyarakat Indonesia dapat diubah sedemikian rupa sehingga tidak terdapat lagi di dalamnya kemelaratan structural. Bantuan yang terpenting bagi golongan masyarakat yang menderita kemiskinan struktural adalah bantuan agar mereka kemudian mampu membantu dirinya sendiri. Bagaimanapun kegiatan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan maupun pemerataan tidak dapat mengihilangkan adanya kemiskinan struktural.
Pada hakekatnya perbedaan antara si kaya dengan si miskin tetap akan ada, dalam sistem sosial ekonomi manapun. Yang lebih diperlukan adalah bagaimana lebih memperkecil kesenjangan sehingga lebih mendekati perasaan keadilan sosial. Sudjatmoko (1984) berpendapat bahwa, pembangunan yang semata-mata mengutamakan pertumbuhan ekonomi akan melanggengkan ketimpangan struktural.
Pola netes ke bawah memungkinkan berkembangnya perbedaan ekonomi, dan prilaku pola mencari nafkah dari pertanian ke non pertanian, tetapi proses ini akan lamban dan harus diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Kemiskinan tidak dapat diatasi hanya dengan membantu golongan miskin saja, tanpa menghadapi dimensi-dimensi struktural seperti ketergntungan, dan eksploitasi. Permasalahannya adalah dimensi-dimensi struktural manakah yang mempengarhui secara langsung terjadinya kemiskinan, bagaimana ketepatan dimensi untuk kondisi sosial budaya setempat. wartawarga.gunadarma.ac.id/.../kesenjangan-sosial-yang-mengakar/ - Tembolok
Lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat,sedangan perekonomian menjadi fartor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan merupakan pekerjaan bagi pemerintah saat ini.
Pemecahan dan Solusi Kesenjangan Sosial Di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang besar dan salah satu negara yang memiliki kepulauan yang banyak serta letaknya berjauhan. Kesenjangan sosial sangatlah mungkin terjadi di Indonesia karena banyak daerah-daerah terpencil yang terisolir dari keramaian. Dan Indonesia adalah suatu negara yang tingkat korupsinya sangat tinggi, di dunia Indonesia masuk dalam 5 besar negara terkorup.Sebenarnya Indonesia mampu menjadi negara yang maju dan menjadi negara yang mampu menyejahterakan masyarakatnya. Kerana Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya dan melimpah tetapi kenapa masih terjadi kesenjangan sosial yang sangat mencolok. Ini menjadi pertanyakan besar yang perlu adanya jawaban dan titik terang. Dalam hal ini merupakan tugas bagi pemerintah sekarang,bagaimana lebih menyejahterakan masyarakat serta meminimalis kesenjangan sosisal. Banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemecahan kesenjangan sosial yang terjadidi masyarakat.
Upaya-upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk pemecahan masalah kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia:
1. Meminimalis (KKN) dan memberantas korupsi dalam upaya meningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah membentuk suatu lembaga yang bertugas memberantas (KKN) di Indonesia. Indonesia telah mulai berbenah diri namun dalam beberapa kasus soal korupsi KPK dinilai masih tebang pilih dalam menindak masalah korupsi. Misalnya kasus tentang bank century belum menemukan titik terang dan seolah-olah mengakiri kasus itu. Pemerintah harus selalu berbenah diri karena dengan meminimaliskan (KKN) yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dana yang ada.
2. Meningkatkan system keadilan di Indonesia serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap mafia hukum. Masih banyak mafia hokum merajarela di Indonesia itu yang semakin membuat kesenjangan sosial di Indonesia makin mencolok.
Keadilan saat ini sangatlah sulit untuk ditegagakkan bagaimana tidak! Seorang koruptor ditahan namun semua fasilitas sudah tercukupi di dalam ruang tahanan. Sedangkan bagaimana dengan nasib seorang masyarakat kecil yang hanya mencuri ayam misalnya, mereka melakukan dengan seenak mereka kadang juga mereka menyiksa dengan tidak prikemanusiaan. Hal ini sangatlah menunjukkan kesenjangan sosial di Indonesia sangatlah mencolok antara pihak kaya atau pihak yang mempunyai penguasa antara rakyat kecil atau orang miskin.
Bab IV
Tuntunan Iman
Peran gereja sebagai bagian dari Kerajaan Tuhan dalam karya-Nya adalah menanamkan pengajaran, manfaat, fungsi bagi anggota jemaat serta masyarakat sekitarnya. Gereja dan orang Kristen, baik ke dalam dan keluar selalu menghadapi orang-orang miskin, baik secara jasmani dan rohaninya yang miskin, tidak mengenal Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan penyelamatnya. Pandangan gereja harus seimbang terhadap segala hal, termasuk melihat kemakmuran dan melihat kemiskinan, keduanya tidak dapat dipisahkan. Semua masyarakat, semua negara menghadapi keduanya. Untuk menjadi kaya semua tidak mungkin, untuk menjadi miskin semua juga tidak mungkin, karena dipengaruhi oleh banyak faktor, dari faktor pribadi orangnya sampai pada kehendak Tuhan.
Adapun secara umum penyebab kemiskinan diantaranya:
Kemalasan.
Kebodohan dan pemborosan.
Bencana alam.
Kejahatan, misalnya dirampok
Genetik dan dikehendaki Tuhan, baik genetik orang tua, tempat lahir, keadaan orang tua yang miskin, misalnya orang lahir di daerah minus, telah berusaha supaya rohaninya baik, setia, dsb, namun disebabkan faktor genetiknya, maka orang tersebut menegaskan ini kehendak Tuhan. Solusinya diperlukan keseimbangan yang kaya terhadap si miskin, daerah perkotaan terhadap pedesaan atau terpencil, artinya memerlukan empati dari banyak orang kaya untuk berperan mengatasi kemiskinan, sedangkan kemiskinan hanya dapat ditekan, namun sulit mengusahakan agar tidak ada orang yang miskin, sebabnya banyak sekali, antara lain: jumlah penduduk yang besar, pengangguran yang banyak, tingkat pendidikan yang rendah, kebodohan, persaingan hidup dalam meraih kekayaan yang semakin kuat, yang mengakibatkan timbulnya kalangan miskin di tengah masyarakat dan negara.
Peran gereja dan masyarakat Kristen adalah memberi solusi mengatasi kemiskinan, sifatnya menekan, mengurangi jumlahnya, supaya jangan semakin membesar, ini memerlukan pendidikan, ketrampilan, uluran tangan si kaya untuk modalitasnya, membuka lapangan kerja, memberikan pelatihan ketrampilan untuk mendapatkan uang. Di tengah masyarakat, problem kemiskinan didapati disemua daerah dan karena kesulitan akibat tingginya harga berbagai kebutuhan dan rendahnya pendapatan masyarakat, maka kemiskinan seperti lingkaran setan, sulit diatasi, namun dapat dikurangi, dan menanamkan sikap rajin, tekun, ulet, trampil, mau kerja keras, dan jangan lupa iman kepada Tuhan.
Jangka Pendek dan Panjang
Kita sebagai anggota gereja haruslah melihat langkah jangka pendek dari jangka panjangnya, jangka panjang adalah mengurangi kemiskinan, namun jangka pendek di mana kita melihat kemiskinan di depan mata kita, lalu apa peran gereja atau orang Kristen terhadap kemiskinan? Apakah hanya simpati, atau hanya menonton, baik di depan mata juga lewat media? Gereja dan orang Kristen harus berperan aktif dalam menekan angka kemiskinan, memberikan ketrampilan, menyekolahkan, memberikan modal usaha, memberikan pekerjaan, dsb.
Jangka pendeknya seperti dalam 2 Korintus 8:14 kelebihanmu mencukupkan kekurangan mereka, artinya orang miskin, kekurangan selalu ada di sepanjang zaman, yang dibutuhkan adalah uluran tangan dalam jangka pendek untuk meringankan beban si miskin. Dan bila gereja dan orang Kristen "cancut tali wondo" disemua daerah mau bangkit dan membangun jembatan kaya - miskin, maka peran gereja semakin kuat dan masyarakat akan melihat empati gereja atau orang Kristen dan oleh kuasa-Nya jalur ini akan dapat dipakai-Nya untuk penginjilan, sehingga dapat memenangkan banyak jiwa baru, mereka percaya kepada Tuhan Yesus dan hidupnya diubahkan menjadi semakin baik.
Pandangan-Pandangan Alkitab Pada Kemiskinan
Patahkan Titik Kelemahan
Kekuatan diri dikembangkan, namun titik-titik kelemahan dihancurkan, kelemahan itu misalnya, malas, sembrono, ceroboh, tidak terampil, kurang pendidikan dll. Soal malas dapat dilihat dalam Amsal 6:6-11, kemalasan mengakibatkan kemiskinan, namun ini hanya salah satu sebab. Masih ada lagi penyebab kemiskinan yang lainnya, misalnya: boros, tidak terampil, kejahatan, genetik dan kehendak-Nya dll. Namun yang penting mari kita cari solusinya, khususnya Hamba Tuhan bisa terampil mengkonseling jemaatnya, mencari penyebab kemiskinan serta mencarikan jalan keluarnya, sehingga dapat menekan kemiskinan, meningkatkan taraf hidup dan penghasilan jemaat semakin bertambah naik.
Perwujudan Tuhan Yesus
Di dalam Matius 25:34-40 maka kita diperhadapkan kepada empati untuk yang lapar, haus, telanjang, sakit, orang asing, dan orang terpenjara. Artinya orang miskin selalu ada di depan kita di manapun juga kita hidup, tetapi masalahnya, bagaimana empati kita? Saat kita manghadapi seperti di dalam Matius 25:34-40? Kita tutup mata, lipat tangan atau kita segera ambil bagian untuk melakukan perintah Tuhan ini, dan gereja atau orang Kristen telah bertahun-tahun diajar Matius 25:34-40 ini, namun seberapa jauh kita taat atas perintah Firman Tuhan ini? Begitu banyak orang Kristen yang cukup dan yang kaya, namun seberapa banyak mereka ambil bagian dalam ketaatan (Matius 25:34-40)?
Kunci Mengalami Kelimpahan
Banyak pengkhotbah, mengkhotbahkan bagaimana menemukan kunci sukses, namun terlalu sedikit yang mengkhotbahkan Amsal 11:25 yang menyatakan siapa banyak memberi akan diberi kelimpahan. Firman Allah ya dan amin. Banyak memberi ada dua penafsiran, Pertama, diartikan memberi dengan nilai besar, misalnya Rp 10 juta dll, sampai milyaran. Kedua, banyak diartikan berulang-ulang memberi sehingga jumlahnya banyak, banyak dalam makna perkalian, meski nilainya kecil atau tidak besar seperti pada yang pertama. Adanya orang miskin sesungguhnya supaya ada kesempatan bagi banyak orang percaya mengalami kelimpahan dari Tuhan dengan mau memberi banyak, banyak memberi. Amsal 11:25 juga untuk membangun jembatan kaya dan miskin, perkotaan dan pedesaan, pedalaman. Sebab secara umum perkotaan memang beda secara materi dengan pedesaan dan pedalaman. Di pedesaan dan pedalaman ada banyak faktor penyebab kemiskinan, misalnya: pendidikan, kurangnya ketrampilan, transportasi sulit, lapangan pekerjaan sangat sedikit, lahan pertanian sudah tandus, hutan sudah gundul, bencana alam banjir dll. Sehingga masyarakat perkotaan yang berkecukupan selayaknya mengulurkan tangan untuk mencukupkan kesulitan masyarakat miskin.
Menjadi Penanggung Sesama
Makna ini di dalam Kekristenan memiliki fungsi yang mendalam, yaitu fungsinya menolong sesamanya, bahkan dalam Hukum Kasih di dalam Matius 22:37-40 bagaimana wujud mengasihi sesamanya itu? Apa cukup hanya diucapkan saja? Pastilah tidak, wujudnya ialah menanggung sesamanya dalam kesulitan mereka. Amsal 6:1 menjadi penanggung sesamanya. Lihatlah sekitar kepada yang kesulitan:
Mungkin ada orang butuh modal yang tidak terlalu besar, dan Anda sesungguhnya dapat menolongnya, kerjakan itu . Mungkin ada orang yang sakit tidak punya uang untuk berobat, dan Anda sesungguhnya dapat menolongnya.
Anda kelebihan sembako dan ada banyak orang tidak dapat makan, mengapa tidak membagi sembako Anda? Begitu banyak masyarakat terkena busung lapar, mengapa? Padahal begitu banyak orang kaya, bahkan hidup dalam dugem (dunia gemerlap), mobil mewah, mobil lebih dari satu.
Marilah komunitas gereja atau orang Kristen semakin berempati kepada kemiskinan, menurunkan kemiskinan, berpartisipasi aktif dalam mengulurkan tangan membantu si miskin. Tuhan Memberkati. Amin.
Bab V
Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Kesenjangan sosial adalah distribusi yang tidak merata (ketidak adilan dan ketidaksetraaan) yang dialami oleh individu dan kelompok yang dianggap penting dalam suatu masyarakat dan penilaian yang tidak sama dan pengecualian berdasarkan posisi sosial dan gaya hidup. Dimana kesenjangan Pendidikan depat terjadi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor Sumber Daya Manusia.
2. Faktor Infrastruktur.
3. Kinerja dan Kesejahteraan Pemerintah Belum Optimal.
4. peran masarakat Kristen pada umumnya yang belum maksimal.
Dan dari faktur-faktor tersebut perlulah penanganan yang tepat agar kesenjangan sosial tidak terjadi berlarut-larut di Negara ini, terutama di bidang Pemerataan tingkat pendapatan yang mana adalah hal yang terpenting untuk Kemajuan dan Kualitas NKRI.
5.2. Saran
Saran untukk pembaca
Setelah membaca makalah ini di harapkan para pembaca bisa mengerti dan mengatasi Kesenjangan yang terjadi di lingkungan masing-masing.
Daftar Pustaka
_________. (2011). Alkitab Deutrokanonika. Jakarta. Lembaga Alkitab Indonesia.
Soediyono. (1992). Pengantar Analisis Pendapatan Nasional. Yogyakarta: Liberty.
Sugiyono. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Ling Terkait : diakses pada hari selasa 5 November 2013
http://bayusindhuraharja.wordpress.com/2009/02/28/kesenjangan-sosial-ekonomi-dan-kemiskinan-di-indonesia-yang-belum-terentaskan/
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2132986-pengertian-kesenjangan-ekonomi/#ixzz2jkmAMVW4
http://misi.sabda.org/kemiskinan_cara_mengatasinya
http://www.misacorindo.org/hatibaru/?p=681
http://or-wijaya.blogspot.com/2013/02/contoh-makalah-kesenjangan-sosial-isbd.html
Comments
Post a Comment