BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kalimantan Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan dengan ibu kota di Pontianak. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km² (7,53% luas Indonesia). Merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Kalimantan Barat berbatasan darat dengan negara bagian Sarawak, Malaysia. Salah satu kecamatan yang berbatasan lagsung adalah kecamatan Entikong, kabupaten Sanggau.
1.1. Latar Belakang Masalah
Kalimantan Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan dengan ibu kota di Pontianak. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km² (7,53% luas Indonesia). Merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Kalimantan Barat berbatasan darat dengan negara bagian Sarawak, Malaysia. Salah satu kecamatan yang berbatasan lagsung adalah kecamatan Entikong, kabupaten Sanggau.
Konsep ketahanan nasional sangat terkait dengan upaya meningkatkan bela negara pada masyarakat perbatasan yang merupakan gambaran dari kehidupan nasional yang ulet dan tangguh sebagai modal dasar dalam pemeliharaan ketahanan nasional. Ketahanan Nasional sebagai landasan konsepsional dalam meningkatkan bela negara adalah merupakan konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh, terpadu berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945. (http://www.lemhannas.go.id, diakses 22 september 2014).
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) di kawasan perbatasan telah menjadi permasalahan/isu strategis yang perlu mendapat perhatian mendesak dari pemerintah, karena tingkat kualitas SDM yang tersedia akan menjadi faktor penentu dalam upaya peningkatan kesejahteraan kehidupannya di masyarakat. menurut Nuh, sangat positif sekali untuk mencerdaskan anak bangsa di kawasan perbatasan.( http://edukasi.sindonews.com, diakses 22 september 2014).
Berkaitan dengan tujuan pengajaran, pada akhir-akhir ini muncul berbagai fenomena dan rasa kekhawatiran dari masyarakat tentang hasil pengajaran di lembaga pendidikan masih sebatas aspek intelektualitas dan knowledge (pengetahuan), belum mampu mewujudkan perubahan dan terbentuknya sikap seperti yang diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional maupun tujuan nasional, di antaranya adalah sikap kebangsaan (nasionalisme). Fenomena-fenomena seperti masih kuatnya primordialisme kesukuan, kedaerahan, munculnya konflik antar agama merupakan sederetan contoh yang sulit terbantahkan bahwa tujuan pendidikan untuk menumbuhkan sikap (aspek afektif) nasionalisme masih memerlukan proses yang cukup panjang.
Pendidikan sejarah di Indonesia diajarkan mulai dari tingkatan Sekolah Dasar sampai tingkat Perguruan tinggi. Sudah selayaknya nasionalisme tertanam kuat di masyrakat Indonesia, khususnya daerah perbatasan sebagai garda terdepan Indonesia.
Menurut Ernest Renan (1982) dalam (Kalean, 2010: halaman 128) Bangsa adalah suatu hasil sejarah. Berpacu dari pernyataan tersebut dapat diasumsikan bahwa suatu sifat nasionalisme sebuah bangsa adalah hasil perwujudan peristiwa masa lalu yang terjadi di dalam lingkup sekitar bangsa tersebut.
Aktualisasi dari nasionalisme pada dasarnya merupakan refleksi dari semangat cinta tanah air. Pada masa sekarang, ketika bangsa ini telah merdeka namun dihadapkan dengan berbagai persoalan baik ekonomi, sosial, budaya, maupun bidang lain, tuntutan patriotisme dan rakyat sangat dinantikan dalam bentuk yang berbeda.
Pendidikan sejarah pada masyarakat Entikong diperlukan guna menanamkan rasa nasionalisme sebagai upaya ketahanan nasional, maka dari itu peniliti tertarik untuk meneliti tentang “Peran Pendidikan Sejarah Terhadap Ketahanan Nasional Masarakat Daerah Perbatasan (Studi Kasus Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana model pembelajaran sejarah di SMA kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimatan Barat?
2. Bagaimana persepsi siswa SMA di kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat terhadap nilai-nilai nasionalisme?
3. Bagaimana daya dukung dan hambatan pembelajaran sejarah di SMA kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat?
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana model pembelajaran sejarah di SMA kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimatan Barat?
2. Bagaimana persepsi siswa SMA di kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat terhadap nilai-nilai nasionalisme?
3. Bagaimana daya dukung dan hambatan pembelajaran sejarah di SMA kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui model pendidikan sejarah di SMA kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat.
2. Mengetahui persepsi siswa SMA di kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat.
3. Mengetahui daya dukung dan hambatan pembelajaran sejarah di SMA kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
Secara Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman terhadap kajian Pendidikan sejarah.
2. Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan bagi pengembangan penelitian sejenis dimasa yang akan datang.
Secara Praktis
1. Sebagai bahan masukan untuk guru sejarah guna pembinaan semangat nasionalisme anak perbatasan khususnya di Entikong Kalimantan Barat.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran dan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam hal ketahanan nasional sejak dini kususnya daerah perbatasan Entikong Kalimantan Barat.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Tesis Syarif Firmansyah (2013), Mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia, yang berjudul “Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan ”. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, karena dimaksudkan untuk mengungapkan dan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan maksud agar lebih memahami secara mendalam tentang “Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia)” dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: tantangan penguatan komitmen kebangsaan untukmembangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan di Entikong wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia adalah komitmen kebangsaan masyarakat disana yang relatif masih rendah.
2.2. Definisi Ketahanan Nasional, Nasionalisme, dan pendidikan
Ketahanan berasal dari asal kata “tahan” ; tahan menderita, tabah kuat, dapat menguasai diri, tidak kenal menyerah. Ketahanan berarti berbicara tentang peri hal kuat, keteguhan hati, atau ketabahan. Jadi Ketahanan Nasional adalah peri hal kuat, teguh, dalam rangka kesadaran, sedang pengertian nasional adalah penduduk yang tinggal disuatu wilayah dan berdaulat. Dengan demikian istilah ketahanan nasional adalah peri hal keteguhan hati untuk memperjuangkan kepentingan nasional.Pengertian Ketahanan Nasional dalam bahasa Inggris yang mendekati pengertian aslinya adalah national resilience yang mengandung pengertian dinamis, dibandingkan pengertian resistence dan endurence. (Sigit Dwi Kusrahmadi, dalam http://uny.ac.id)
Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar dan dalam yang secara langsung dan tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar Tujuan Nasionalnya, salah satu hambatanya adalah berkurangnya semangat nasionalisme.
Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk., 1994:89), kata bangsa memiliki arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri; (2) golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat.
Seperti yang kita ketahui, nasionalisme menuntut penemuan kembali dan memulihkan identitas budya bangsa yang unik, ini berarti, nasionalisme menuntut agar orang kembali pada akarnya, yang ortentik didalam komunitas budaya historis yang menghuni tanah air leluhurnya. Sebagai suatu bentuk budaya, bangsa dari kaum nasionalis tersebut adalah bangsa yang anggota-anggotanya sadar akan kesatuan suatu budaya dan sejarah nasional mereka. Mereka juga mengabadikan diri untuk menggali individualitas nasional mereka didalam bahasa, adat istiadat, seni, dan alam daerah mereka, melalui pendidikan dan institusi nasional, yaitu mengutip pendapat Rousseau (1915: 431, dalam Smith, 2003: 42).
Pawiti (2012) menuliskan definisi “pendidikan menurut UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.
Pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang di dalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan di dalam dan luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan sebagai gejala manusiawi dan sekaligus upaya sadar, di dalamnya tidak terlepas dari keterbatasan-keterbatasan yang dapat melekat pada peserta didik, pendidik, interaksi pendidikan, serta pada lingkungan dan sasaran pendidikan. Suyanto (2011: 179) menjelaskan tentang peran guru yang sesungguhnya.
“Proses pengembangan karakter memerlukan model, teladan, dan contoh konkret yang konsisten, khususnya dari mereka yang menjadi panutan para peserta didik. Di sekolah panutan siswa tiada lain para guru mereka sendiri. Para guru harus menyadari bahwa karakter yang kemungkinan besar akan berkembang pada diri para peserta didik adalah “apa yang kita kerjakan, bukan apa yang kita katakan kepada para peserta didik”.
Dari penjelasan di atas sudah jelas bahwa guru akan menjadi tokoh sentral dalam setiap perkembangan karakter peserta didik. Sekecil apa pun kesalahan yang dilakukan guru dapat berakibat fatal pada karakter peserta didik yang masih tumbuh dalam masa “meniru”.
Bahwa pendidikan sejarah merupakan salah satu wahana untuk pembentukan karakter dan jati diri bangsa. Dari pendidikan sejarah kita diajarkan tentang proses terbentuknya Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa yang membedakannya dengan negara-negara bangsa lainnya di dunia. Dari pendidikan sejarah pula kita diajarkan tentang asal-usul bangsa Indonesia dan perjuangan bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang merdeka, maju, sejahtera, dan terhormat dalam pergaulan antar bangsa.
2.3. Kerangka Berpikir
Peneliti ingin menganalisis pengaruh pendidikan sejarah, upaya pembinaan rasa nasionalisme di Entikong sebagai upaya ketahanan nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sebab akibat dari pendidikan sejarah, nasionalisme, dan daerah perbatasan sebagai garda terdepan Indonesia sebagai upaya ketahanan nasional. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema kerangka berfikir berikut:
Masarakat/Siwa
Perbatasan Entikong
Guru sejarah/sejarawan
Pemerintah
Upaya pembinaan
Ketahanan Nasional
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan maupun tulisan. menurut Jannice McDrury (1999) dalam (Lexy Moleong, 2010:248) tahap analisis data kualitatif adalah:
1. Membaca dan mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.
2. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.
3. Menuliskan “model” yang ditemukan.
4. Koding yang telah dilakukan
3.2.Waktu dan lokasi penelitian
Waktu : Bulan ke-3.
Lokasi : SMA di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikuonto, 2006:118). Variabel dalam penelitian ini adalah proses pengajaran sejarah SMA perbatasan di Entikong Kalimantan barat, upaya pembinaan semangat nasionalisme dan faktor-faktor meningkatkan ketahanan nasional masarakat perbatasan.
3.4. Tehnik Pengumpulan Data
penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait, perpustakaan atau penelitian-penelitaian lain yang dianggap relevan.tehnik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu:
a. Observasi (pengamatan)
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan piskhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Penelitian ini ingin meliahat bagaimana kondisi SMA di Entikong, cara belajar yang diterapkan serta prilaku-prilaku perserta didik.
b. Wawancara
Interview atau disebut juga wawancara atau kuisioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Suharsimi Arikunto 1991: 126).
Wawancara dilakukan dengan bertanya lagsung kepada responden dengan mengunakan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan untuk mengetahui tanggapan dari responden mengenai pembelajaran sejarah. Wawancara juga dilakukan kepada guru dan pemerintah setempat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi biasa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam studi dokumentasi merupakan perlengkapan dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif, karena hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih dapat dipercaya kalau didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada (Sugiyono, 2010: 329).
3.5. Tehnik analisis data
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan atau dilaksanakan melalu empat tahap yaitu : tahap pengumpulan data, reduksi data, menyususn dalam satuan, memeriksa keabsahan data. menurut (Lexy Moleong, 2010:247) keempat tahap dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengumpulan data
Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dicatat dalam lapangan yang terdiri dari dua aspek yaitu deskripsi dan refelksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti tampa adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Sedangkan catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan, komentar, dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap selanjutnya.
b. Reduksi Data, dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi, abstraksi adalah usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan perlu juga sehingga tetap berada didalamnya.
c. Menyusun dalam satuan “satuan” ini dikategorikan, kategori ini dibuat sambil melakukan koding.
d. Memeriksa keabsahan data. setelah tahap ini dilakukan penafsiran data.
Selanjutnya menurut Jannice McDrury (1999) dalam (Leky Moleong, 2010:248) tahap analisis data kualitataif adalah:
a. Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.
b. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.
c. Menuliskan “model” yang ditemukan.
d. Koding yang telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui model pendidikan sejarah di SMA kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat.
2. Mengetahui persepsi siswa SMA di kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat.
3. Mengetahui daya dukung dan hambatan pembelajaran sejarah di SMA kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
Secara Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman terhadap kajian Pendidikan sejarah.
2. Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan bagi pengembangan penelitian sejenis dimasa yang akan datang.
Secara Praktis
1. Sebagai bahan masukan untuk guru sejarah guna pembinaan semangat nasionalisme anak perbatasan khususnya di Entikong Kalimantan Barat.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran dan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam hal ketahanan nasional sejak dini kususnya daerah perbatasan Entikong Kalimantan Barat.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Tesis Syarif Firmansyah (2013), Mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia, yang berjudul “Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan ”. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, karena dimaksudkan untuk mengungapkan dan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan maksud agar lebih memahami secara mendalam tentang “Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia)” dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: tantangan penguatan komitmen kebangsaan untukmembangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan di Entikong wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia adalah komitmen kebangsaan masyarakat disana yang relatif masih rendah.
2.2. Definisi Ketahanan Nasional, Nasionalisme, dan pendidikan
Ketahanan berasal dari asal kata “tahan” ; tahan menderita, tabah kuat, dapat menguasai diri, tidak kenal menyerah. Ketahanan berarti berbicara tentang peri hal kuat, keteguhan hati, atau ketabahan. Jadi Ketahanan Nasional adalah peri hal kuat, teguh, dalam rangka kesadaran, sedang pengertian nasional adalah penduduk yang tinggal disuatu wilayah dan berdaulat. Dengan demikian istilah ketahanan nasional adalah peri hal keteguhan hati untuk memperjuangkan kepentingan nasional.Pengertian Ketahanan Nasional dalam bahasa Inggris yang mendekati pengertian aslinya adalah national resilience yang mengandung pengertian dinamis, dibandingkan pengertian resistence dan endurence. (Sigit Dwi Kusrahmadi, dalam http://uny.ac.id)
Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar dan dalam yang secara langsung dan tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar Tujuan Nasionalnya, salah satu hambatanya adalah berkurangnya semangat nasionalisme.
Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk., 1994:89), kata bangsa memiliki arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri; (2) golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat.
Seperti yang kita ketahui, nasionalisme menuntut penemuan kembali dan memulihkan identitas budya bangsa yang unik, ini berarti, nasionalisme menuntut agar orang kembali pada akarnya, yang ortentik didalam komunitas budaya historis yang menghuni tanah air leluhurnya. Sebagai suatu bentuk budaya, bangsa dari kaum nasionalis tersebut adalah bangsa yang anggota-anggotanya sadar akan kesatuan suatu budaya dan sejarah nasional mereka. Mereka juga mengabadikan diri untuk menggali individualitas nasional mereka didalam bahasa, adat istiadat, seni, dan alam daerah mereka, melalui pendidikan dan institusi nasional, yaitu mengutip pendapat Rousseau (1915: 431, dalam Smith, 2003: 42).
Pawiti (2012) menuliskan definisi “pendidikan menurut UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.
Pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang di dalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan di dalam dan luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan sebagai gejala manusiawi dan sekaligus upaya sadar, di dalamnya tidak terlepas dari keterbatasan-keterbatasan yang dapat melekat pada peserta didik, pendidik, interaksi pendidikan, serta pada lingkungan dan sasaran pendidikan. Suyanto (2011: 179) menjelaskan tentang peran guru yang sesungguhnya.
“Proses pengembangan karakter memerlukan model, teladan, dan contoh konkret yang konsisten, khususnya dari mereka yang menjadi panutan para peserta didik. Di sekolah panutan siswa tiada lain para guru mereka sendiri. Para guru harus menyadari bahwa karakter yang kemungkinan besar akan berkembang pada diri para peserta didik adalah “apa yang kita kerjakan, bukan apa yang kita katakan kepada para peserta didik”.
Dari penjelasan di atas sudah jelas bahwa guru akan menjadi tokoh sentral dalam setiap perkembangan karakter peserta didik. Sekecil apa pun kesalahan yang dilakukan guru dapat berakibat fatal pada karakter peserta didik yang masih tumbuh dalam masa “meniru”.
Bahwa pendidikan sejarah merupakan salah satu wahana untuk pembentukan karakter dan jati diri bangsa. Dari pendidikan sejarah kita diajarkan tentang proses terbentuknya Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa yang membedakannya dengan negara-negara bangsa lainnya di dunia. Dari pendidikan sejarah pula kita diajarkan tentang asal-usul bangsa Indonesia dan perjuangan bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang merdeka, maju, sejahtera, dan terhormat dalam pergaulan antar bangsa.
2.3. Kerangka Berpikir
Peneliti ingin menganalisis pengaruh pendidikan sejarah, upaya pembinaan rasa nasionalisme di Entikong sebagai upaya ketahanan nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sebab akibat dari pendidikan sejarah, nasionalisme, dan daerah perbatasan sebagai garda terdepan Indonesia sebagai upaya ketahanan nasional. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema kerangka berfikir berikut:
Masarakat/Siwa
Perbatasan Entikong
Guru sejarah/sejarawan
Pemerintah
Upaya pembinaan
Ketahanan Nasional
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan maupun tulisan. menurut Jannice McDrury (1999) dalam (Lexy Moleong, 2010:248) tahap analisis data kualitatif adalah:
1. Membaca dan mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.
2. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.
3. Menuliskan “model” yang ditemukan.
4. Koding yang telah dilakukan
3.2.Waktu dan lokasi penelitian
Waktu : Bulan ke-3.
Lokasi : SMA di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikuonto, 2006:118). Variabel dalam penelitian ini adalah proses pengajaran sejarah SMA perbatasan di Entikong Kalimantan barat, upaya pembinaan semangat nasionalisme dan faktor-faktor meningkatkan ketahanan nasional masarakat perbatasan.
3.4. Tehnik Pengumpulan Data
penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait, perpustakaan atau penelitian-penelitaian lain yang dianggap relevan.tehnik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu:
a. Observasi (pengamatan)
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan piskhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Penelitian ini ingin meliahat bagaimana kondisi SMA di Entikong, cara belajar yang diterapkan serta prilaku-prilaku perserta didik.
b. Wawancara
Interview atau disebut juga wawancara atau kuisioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Suharsimi Arikunto 1991: 126).
Wawancara dilakukan dengan bertanya lagsung kepada responden dengan mengunakan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan untuk mengetahui tanggapan dari responden mengenai pembelajaran sejarah. Wawancara juga dilakukan kepada guru dan pemerintah setempat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi biasa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam studi dokumentasi merupakan perlengkapan dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif, karena hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih dapat dipercaya kalau didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada (Sugiyono, 2010: 329).
3.5. Tehnik analisis data
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan atau dilaksanakan melalu empat tahap yaitu : tahap pengumpulan data, reduksi data, menyususn dalam satuan, memeriksa keabsahan data. menurut (Lexy Moleong, 2010:247) keempat tahap dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengumpulan data
Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dicatat dalam lapangan yang terdiri dari dua aspek yaitu deskripsi dan refelksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti tampa adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Sedangkan catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan, komentar, dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap selanjutnya.
b. Reduksi Data, dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi, abstraksi adalah usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan perlu juga sehingga tetap berada didalamnya.
c. Menyusun dalam satuan “satuan” ini dikategorikan, kategori ini dibuat sambil melakukan koding.
d. Memeriksa keabsahan data. setelah tahap ini dilakukan penafsiran data.
Selanjutnya menurut Jannice McDrury (1999) dalam (Leky Moleong, 2010:248) tahap analisis data kualitataif adalah:
a. Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.
b. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.
c. Menuliskan “model” yang ditemukan.
d. Koding yang telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Firmansyah, Sayrif. (2013). Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia Bandung : Tidak Diterbritkan.
Kaelan. (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma
Lexy, Moleong. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT REMAJA ROSDAKARYA.
Rohman, Muhammad. 2012. Kurikulum Berkarakter. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Sugiyono. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Smith, Anthony D. (2012). Nasionalisme Teori Ideologi Sejarah. Jakarta: Erlangga.
Sumarmi. (2006). Citra Pendidikan Kewarganegaraan. Klaten: Sekawan.
Suyanto. (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.
http://edukasi.sindonews.com, diakses 22 september 2014.
http://www.lemhannas.go.id, diakses 22 september 2014.
http://www.uny.ac.id, diakses 23 september 2014.
Comments
Post a Comment