Makalah Pengaruh Perkembangan Desa Wisata Terhadap Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat di Yokyakarta
Pendahuluan
Dulu, pemandangan alam di Kabupaten Sleman tampak hijau dengan hamparan sawah dan aktivitas petani. Sleman dengan luas wilayah 574,82 km² adalah penyumbang padi terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan luas lahan pertanian 23.197 hektar (ha). Setiap tahun rata-rata 70 ha tanah pertanian beralih fungsi ke lahan non-pertanian. Bisa jadi, Sleman yang dulunya menjadi wilayah “pinggiran” (periphery) mengalami perubahan menjadi “pusat” (center) sebab selain sudah menunjukkan ciri khas kota, dan cocok sebagai tempat hunian keluarga yang relatif sejuk dan nyaman, di wilayah ini terdapat 36 perguruan tinggi yang berpotensi memunculkan pendatang untuk mengenyam pendidikan.[1]
Perkembangan pariwisata dan Institusi Pendidikan berkecenderungan terjadi konversi lahan yang tidak dapat dielakkan lagi, karena tuntutan kebutuhan lahan untuk pengembangan komersialisasi; industri dan jasa sebagai konsekuensi dari proses perubahan sosial dan ekonomi ke arah non-pertanian. Konversi lahan ke non pertanian, tampaknya dilihat sebagai sesuatu yang lebih mendatangkan profit. Lagipula, indikator dari penyediaan 148.724,39 ton beras dengan kebutuhan beras sekitar 74 kg/kapita dan total kebutuhan beras penduduk hanya sekitar 89.000 ton telah nyata-nyata menunjukkan surplus.[2]
Menurut J.R. Brent Ritchie(1987) pengaruh pengembangan pariwisata terhadap kehidupan ekonomi di daerah tujuan wisata salah satunya adalah terjadinya perubahan dalam pekerjaan pada masyarakat lokal, karena dengan adanya kegiatan wisata di wilayah tersebut membuka banyak peluang usaha.[3]
Pariwisata seringkali dipandang sebagai sektor yang sangat terkemuka dalam ekonomi dunia. Kalau sektor tersebut berkembang atau mundur maka banyak negara akan terpengaruh secara ekonomis. Kegiatan pariwisata hakikatnya merupakan kegiatan yang sifatnya sementara, dilakukan secara suka rela dan tanpa paksaan untuk menikmati objek dan atraksi wisata. Dalam perkembangannya industri pariwisata ini mampu berperan sebagai salah satu sumber pendapatan negara.[4]
Jika dibandingkan dengan Bali, Yogyakarta memang kalah. Namun Yogyakarta tetap bisa dikatakan sebagai daerah tujuan wisata yang banyak dicari wisatawan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan yang relatif stabil dari waktu ke waktu. Yogyakarta juga terkenal dengan jenis wisata yang khas, yaitu jenis wisata budaya sebagai cagar budaya Jawa.
Dewasa ini para wisatawan mulai menggemari tempat wisata yang tidak hanya sekedar menyajikan keindahan alamnya saja tetapi lebih kepada interaksi masyarakat. Oleh karena itu mulai berkembang jenis wisata minat khusus, yaitu wisata alternatif yang disebut desa wisata. Desa wisata ini menawarkan kegiatan wisata yang menekankan pada unsur-unsur pengalaman dan bentuk wisata aktif yang melibatkan wisatawan berhubungan langsung dengan masyarakat setempat. Dengan menonjolkan cirri kelokalan budaya setempat diharapkan desa wisata ini mampu bersaing dengan tempat wisata lain.
Selama ini masyarakat kita masih beranggapan bahwa di kota lebih menjanjikan kehidupan yang lebih baik, karena lebih banyak terdapat lahan-lahan usaha sehingga mata pencaharian pun juga banyak. Itulah anggapan masyarakat kita mengenai kota. Oleh karena itu tidak heran jika angka urbanisasi (perpindahan individu dari desa ke kota) cukup tinggi di Indonesia. Akibat yang terjadi adalah kota menjadi padat dan penuh sesak oleh orang-orang yang ingin mengadu nasib.
Tingginya angka urbanisasi bisa meningkat disebabkan kurang tersedianya lapangan kerja di desa sehingga mendorong orang-orang desapindah ke kota. Untuk itu diperlukan suatu usaha-usaha untuk mengurangi tingginya angka urbanisasi. Salah satunya adalah memberdayakan masyarakat desa melalui penciptaan lapangan kerja baru dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada. Potensi ini bisa berupa potensi alam, budaya, maupun karakteristi masyarkatnya.
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai usaha yang dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat di Yokyakarta khususnya Sleman sendiri untuk memberdayaaan masyarakat melalui pengembangan Pariwisata.
Pembahasaan
Sebagai salah satu desa di Sleman yang memang jauh dari perkotaan, Kembang Arum telah berusaha memanfaatkan potensi-potensi yang mereka miliki dengan menjadikan desa mereka menjadi desa wisata dengan menonjolkan keindahan alam dan budaya lokal yang mereka miliki. Dalam pengelolaan desa wisata tentunya masyarakat diberi andil untuk ikut serta dalam upaya pengembangannya. Dengan adanya keikutsertaan masyarakat secara langsung dalam pengembangan desa wisata, maka bisa juga dimanfaatkan untuk usaha pemberdayaan masyarakat setempat.[5]
Dalam pengembangan desa wisata ini masyarakat terjun langsung dalam pengelolaannya, karena yang menjadi daya tarik produk wisata jenis ini adalah tingkah laku, adat istiadat dan budaya masyarakat desa itu sendiri. Sehingga secara tidak langsung akan membuka kesempatan kerja baru dan memberikan pemasukan pendapatan tersendiri bagi masyarakat setempat. Pengembangan desa wisata ini bisa digunakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Ari Prasetya [6] dalam studinya yang menyebutkan bahwa perkembangan industri pariwisata mempunyai dampak besar bagi perekonomian suatu wilayah, antar lainpemerataan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dari sektor pajak yang dapat digunakan untuk membangun dan mengembangkan objek-objek tersebut.
Salah satu sektor yang dimanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat adalah melalui sektor pariwisata. Program pengembangan pariwisata akan disinergikan dengan program pemberdayaan masayarakat. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa salah satu sektor yang diunggulkan di Indonesia adalah sektor pariwisata. Dengan dikembangkannya sektor pariwisata maka akan mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi yang lainnya. Salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal sebagai daerah tujuan wisata adalah Yogyakarta. Yogyakarta memiliki banyak tujuan wisata, masyarakatnya pun masih menjunjung tinggi sikap ramah tamah dan sopan santun terhadap orang lain.
Pembangan sektor pariwisata perlu dilakukan secara terus menerus. Hal ini dilakukan agar dengan adanya kegiatan pariwisata dapat mendorong masyarakat secara aktif dalam pembangunan untuk mencapai tujuan kesejahteraan yang diinginkan. Pembangunan sektor pariwisata ini merupakan suatu kegiatan yang menggali segala potensi pariwisata, yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang apabila digabungkan dan dikelola dengan baik akan memberikan manfaat bagi keduanya. Bisa dikatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang melibatkan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat, pengembangan pariwisata khususnya desa wisata ini bisa dijadikan sebagai salah satu upaya untuk memberdayakan masyarakat. Dalam pengembangan desa wisata ini sepenuhnya melibatkan masyarakat setempat, mulai dari pembentukan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan. Pengelolaan desa wisata ini juga sepenuhnya dipegang oleh masyarakat. Dengan adanya pelibatan (partisipasi) masyarakat dalam kegiatan di desa wisata maka secara tidak langsung hal ini merupakan suatu bentuk pemberdayaan masyarakat. Masyarakat dilatih untuk berinteraksi dengan orang lain, dan dengan banyaknya wisatawan yang datang akan memberikan penghasilan pendapatan tersendiri bagi masyarakat.[7]
Penutup
Dalam situasi perekonomian yang serba sulit seperti sekarang ini dengan tingkat kesempatan kerja yang menurun serta adanya kecenderungan bertambahnya angka kemiskinandan pengangguran, sangat diperlukan suatu tindakan nyata untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Salah satunya adalah dengan program pemberdayaan masyarakat. Program ini dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera, maju, dan mandiri. Usaha pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan melalui berbagai sektor, salah satunya adalah sector pariwisata. Apabila dikembangkan secara terpadu, sektor pariwisata dapat mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi lainnya. Perkembangan pariwisata yang berbasis pada kemampuan masyarakat setempat merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat. Salah satu model pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam bidang pariwisata adalah melalui pengembangan desa wisata.
Perubahan sosial pada masyarakat di Kabupaten Sleman, terlihat dari fenomena konversi lahan pertanian ke non pertanian yang sedang marak terjadi belakangan ini. Yang menurut Marx, bahwa ada dua faktor kunci yang menjadi asumsi dasar perubahan sosial yaitu kekuatan-kekuatan produksi dan hubungan produksi. Sleman yang berada di pinggiran kota (urban fringe) telah mengalami transisi ke arah urban karena secara mutlak telah menunjukkan ciri khas kota. Menjadi “kota” merupakan hal yang kompleks dan dinamik karena muncul masalah baru yaitu keterbatasan lahan untuk perumahan dan industri. Dengan melihat dan memahami faktor-faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan, dampak yang muncul seringkali tidak diabaikan karena berhubungan dengan masalah lingkungan. Manusia memandang alam dari kacamata ekonomi bahwa lahan sawah dapat dieksploitasi tanpa batas.
Maka dari itu, Kabupaten Sleman yang menampung banyaknya penduduk (termasuk pendatang untuk studi) nantinya tidak akan kekurangan beras atau melakukan impor. Pengurangan konversi lahan pertanian hanya bisa diminimalisasikan dengan kebijakan pemerintah dengan memberikan sanksi bagi yang melanggar dan kesadaran masyarakat Kabupaten Sleman bahwa lahan pertanian atau sawah tidak saja dilihat sebagai tempat penghasil pangan, tetapi juga mempunyai fungsi ekologis dan merawat nilai-nilai sosial budaya pedesaan. Hal-hal ini akan terempas jika konversi lahan mengalami peningkatan.
Perubahan mata pencaharian merupakan salah satu strategi untuk mencapai penghidupan yang berkelanjutan. Perubahan mata pencaharian merupakan salah satu reaksi masyarakat dalam menghadapi perubahan tren, musim, dan tekanan (Ashley et al, 2003; Twigg, 2001). Perubahan yang terjadi karena tren akan pengembangan potensi pariwisata di Yokyakarta, akan tetapi hal itu harus didorong oleh semua pihak agar kedepanya kehidupan masyarkat disekitar tempat wisata semakin baik.
Perubahan mata pencaharian dilakukan dengan tujuan untuk menolong rumah tangga untuk keluar dari kemiskinan (Ashley et al, 2003), artinya perubahan mata pencaharian termasuk
Daftar Pustaka
Anastasia Ratna Wahyu Wijayanti. April 2013. Perubahan Pekerjaan Masyarakat Sebagai Akibat Dari Bencana Studi Kasus: Kawasan Wisata Volcano Tour Gunung Merapi, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 1.
Ari Prasetya, Arline Octavia B, Bobbie Sidhartawan, Muh. Choirin. 2008. Optimalisasi Promosi dalam Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Desa Wisata Kembang Arum Turi Sleman. Tugas Akhir Program Diploma III Kepariwisataan Fakultas Ilmu Budaya: Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
https://buletinsosiologiuajy.wordpress.com/2009/07/31/artikel-konversi-lahan-pertanian-ke-non-pertanian/, diakses pada tanggal 18 Mei 2015 pukul 20.00 wib.
Pratiwi, Tyas. 2008. Potensi Karanggeneng Sebagai Desa Wisata Di Sleman. Tugas Akhir Program Diploma 3 Bahasa Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Ramly, Andi Muawiyah. 2000. Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis). LkiS: Yogyakarta.
[1]https://buletinsosiologiuajy.wordpress.com/2009/07/31/artikel-konversi-lahan-pertanian-ke-non-pertanian/, diakses pada tanggal 18 Mei 2015 pukul 20.00 wib.
[2] Ibid.
[3] Pratiwi, Tyas. Potensi Karanggeneng Sebagai Desa Wisata Di Sleman. Tugas Akhir Program Diploma 3 Bahasa Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2008.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ari Prasetya, Arline Octavia B, Bobbie Sidhartawan, Muh. Choirin. Optimalisasi Promosi dalam Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Desa Wisata Kembang Arum Turi Sleman. Tugas Akhir Program Diploma III Kepariwisataan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2008.
[7] Susi Lestari, PENGEMBANGAN DESA WISATA DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Studi di Desa Wisata Kembang Arum, Sleman, (Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yokyakarta, 2009), hlm. 148.
Dulu, pemandangan alam di Kabupaten Sleman tampak hijau dengan hamparan sawah dan aktivitas petani. Sleman dengan luas wilayah 574,82 km² adalah penyumbang padi terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan luas lahan pertanian 23.197 hektar (ha). Setiap tahun rata-rata 70 ha tanah pertanian beralih fungsi ke lahan non-pertanian. Bisa jadi, Sleman yang dulunya menjadi wilayah “pinggiran” (periphery) mengalami perubahan menjadi “pusat” (center) sebab selain sudah menunjukkan ciri khas kota, dan cocok sebagai tempat hunian keluarga yang relatif sejuk dan nyaman, di wilayah ini terdapat 36 perguruan tinggi yang berpotensi memunculkan pendatang untuk mengenyam pendidikan.[1]
Perkembangan pariwisata dan Institusi Pendidikan berkecenderungan terjadi konversi lahan yang tidak dapat dielakkan lagi, karena tuntutan kebutuhan lahan untuk pengembangan komersialisasi; industri dan jasa sebagai konsekuensi dari proses perubahan sosial dan ekonomi ke arah non-pertanian. Konversi lahan ke non pertanian, tampaknya dilihat sebagai sesuatu yang lebih mendatangkan profit. Lagipula, indikator dari penyediaan 148.724,39 ton beras dengan kebutuhan beras sekitar 74 kg/kapita dan total kebutuhan beras penduduk hanya sekitar 89.000 ton telah nyata-nyata menunjukkan surplus.[2]
Menurut J.R. Brent Ritchie(1987) pengaruh pengembangan pariwisata terhadap kehidupan ekonomi di daerah tujuan wisata salah satunya adalah terjadinya perubahan dalam pekerjaan pada masyarakat lokal, karena dengan adanya kegiatan wisata di wilayah tersebut membuka banyak peluang usaha.[3]
Pariwisata seringkali dipandang sebagai sektor yang sangat terkemuka dalam ekonomi dunia. Kalau sektor tersebut berkembang atau mundur maka banyak negara akan terpengaruh secara ekonomis. Kegiatan pariwisata hakikatnya merupakan kegiatan yang sifatnya sementara, dilakukan secara suka rela dan tanpa paksaan untuk menikmati objek dan atraksi wisata. Dalam perkembangannya industri pariwisata ini mampu berperan sebagai salah satu sumber pendapatan negara.[4]
Jika dibandingkan dengan Bali, Yogyakarta memang kalah. Namun Yogyakarta tetap bisa dikatakan sebagai daerah tujuan wisata yang banyak dicari wisatawan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan yang relatif stabil dari waktu ke waktu. Yogyakarta juga terkenal dengan jenis wisata yang khas, yaitu jenis wisata budaya sebagai cagar budaya Jawa.
Dewasa ini para wisatawan mulai menggemari tempat wisata yang tidak hanya sekedar menyajikan keindahan alamnya saja tetapi lebih kepada interaksi masyarakat. Oleh karena itu mulai berkembang jenis wisata minat khusus, yaitu wisata alternatif yang disebut desa wisata. Desa wisata ini menawarkan kegiatan wisata yang menekankan pada unsur-unsur pengalaman dan bentuk wisata aktif yang melibatkan wisatawan berhubungan langsung dengan masyarakat setempat. Dengan menonjolkan cirri kelokalan budaya setempat diharapkan desa wisata ini mampu bersaing dengan tempat wisata lain.
Selama ini masyarakat kita masih beranggapan bahwa di kota lebih menjanjikan kehidupan yang lebih baik, karena lebih banyak terdapat lahan-lahan usaha sehingga mata pencaharian pun juga banyak. Itulah anggapan masyarakat kita mengenai kota. Oleh karena itu tidak heran jika angka urbanisasi (perpindahan individu dari desa ke kota) cukup tinggi di Indonesia. Akibat yang terjadi adalah kota menjadi padat dan penuh sesak oleh orang-orang yang ingin mengadu nasib.
Tingginya angka urbanisasi bisa meningkat disebabkan kurang tersedianya lapangan kerja di desa sehingga mendorong orang-orang desapindah ke kota. Untuk itu diperlukan suatu usaha-usaha untuk mengurangi tingginya angka urbanisasi. Salah satunya adalah memberdayakan masyarakat desa melalui penciptaan lapangan kerja baru dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada. Potensi ini bisa berupa potensi alam, budaya, maupun karakteristi masyarkatnya.
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai usaha yang dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat di Yokyakarta khususnya Sleman sendiri untuk memberdayaaan masyarakat melalui pengembangan Pariwisata.
Pembahasaan
Sebagai salah satu desa di Sleman yang memang jauh dari perkotaan, Kembang Arum telah berusaha memanfaatkan potensi-potensi yang mereka miliki dengan menjadikan desa mereka menjadi desa wisata dengan menonjolkan keindahan alam dan budaya lokal yang mereka miliki. Dalam pengelolaan desa wisata tentunya masyarakat diberi andil untuk ikut serta dalam upaya pengembangannya. Dengan adanya keikutsertaan masyarakat secara langsung dalam pengembangan desa wisata, maka bisa juga dimanfaatkan untuk usaha pemberdayaan masyarakat setempat.[5]
Dalam pengembangan desa wisata ini masyarakat terjun langsung dalam pengelolaannya, karena yang menjadi daya tarik produk wisata jenis ini adalah tingkah laku, adat istiadat dan budaya masyarakat desa itu sendiri. Sehingga secara tidak langsung akan membuka kesempatan kerja baru dan memberikan pemasukan pendapatan tersendiri bagi masyarakat setempat. Pengembangan desa wisata ini bisa digunakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Ari Prasetya [6] dalam studinya yang menyebutkan bahwa perkembangan industri pariwisata mempunyai dampak besar bagi perekonomian suatu wilayah, antar lainpemerataan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dari sektor pajak yang dapat digunakan untuk membangun dan mengembangkan objek-objek tersebut.
Salah satu sektor yang dimanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat adalah melalui sektor pariwisata. Program pengembangan pariwisata akan disinergikan dengan program pemberdayaan masayarakat. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa salah satu sektor yang diunggulkan di Indonesia adalah sektor pariwisata. Dengan dikembangkannya sektor pariwisata maka akan mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi yang lainnya. Salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal sebagai daerah tujuan wisata adalah Yogyakarta. Yogyakarta memiliki banyak tujuan wisata, masyarakatnya pun masih menjunjung tinggi sikap ramah tamah dan sopan santun terhadap orang lain.
Pembangan sektor pariwisata perlu dilakukan secara terus menerus. Hal ini dilakukan agar dengan adanya kegiatan pariwisata dapat mendorong masyarakat secara aktif dalam pembangunan untuk mencapai tujuan kesejahteraan yang diinginkan. Pembangunan sektor pariwisata ini merupakan suatu kegiatan yang menggali segala potensi pariwisata, yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang apabila digabungkan dan dikelola dengan baik akan memberikan manfaat bagi keduanya. Bisa dikatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang melibatkan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat, pengembangan pariwisata khususnya desa wisata ini bisa dijadikan sebagai salah satu upaya untuk memberdayakan masyarakat. Dalam pengembangan desa wisata ini sepenuhnya melibatkan masyarakat setempat, mulai dari pembentukan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan. Pengelolaan desa wisata ini juga sepenuhnya dipegang oleh masyarakat. Dengan adanya pelibatan (partisipasi) masyarakat dalam kegiatan di desa wisata maka secara tidak langsung hal ini merupakan suatu bentuk pemberdayaan masyarakat. Masyarakat dilatih untuk berinteraksi dengan orang lain, dan dengan banyaknya wisatawan yang datang akan memberikan penghasilan pendapatan tersendiri bagi masyarakat.[7]
Penutup
Dalam situasi perekonomian yang serba sulit seperti sekarang ini dengan tingkat kesempatan kerja yang menurun serta adanya kecenderungan bertambahnya angka kemiskinandan pengangguran, sangat diperlukan suatu tindakan nyata untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Salah satunya adalah dengan program pemberdayaan masyarakat. Program ini dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera, maju, dan mandiri. Usaha pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan melalui berbagai sektor, salah satunya adalah sector pariwisata. Apabila dikembangkan secara terpadu, sektor pariwisata dapat mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi lainnya. Perkembangan pariwisata yang berbasis pada kemampuan masyarakat setempat merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat. Salah satu model pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam bidang pariwisata adalah melalui pengembangan desa wisata.
Perubahan sosial pada masyarakat di Kabupaten Sleman, terlihat dari fenomena konversi lahan pertanian ke non pertanian yang sedang marak terjadi belakangan ini. Yang menurut Marx, bahwa ada dua faktor kunci yang menjadi asumsi dasar perubahan sosial yaitu kekuatan-kekuatan produksi dan hubungan produksi. Sleman yang berada di pinggiran kota (urban fringe) telah mengalami transisi ke arah urban karena secara mutlak telah menunjukkan ciri khas kota. Menjadi “kota” merupakan hal yang kompleks dan dinamik karena muncul masalah baru yaitu keterbatasan lahan untuk perumahan dan industri. Dengan melihat dan memahami faktor-faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan, dampak yang muncul seringkali tidak diabaikan karena berhubungan dengan masalah lingkungan. Manusia memandang alam dari kacamata ekonomi bahwa lahan sawah dapat dieksploitasi tanpa batas.
Maka dari itu, Kabupaten Sleman yang menampung banyaknya penduduk (termasuk pendatang untuk studi) nantinya tidak akan kekurangan beras atau melakukan impor. Pengurangan konversi lahan pertanian hanya bisa diminimalisasikan dengan kebijakan pemerintah dengan memberikan sanksi bagi yang melanggar dan kesadaran masyarakat Kabupaten Sleman bahwa lahan pertanian atau sawah tidak saja dilihat sebagai tempat penghasil pangan, tetapi juga mempunyai fungsi ekologis dan merawat nilai-nilai sosial budaya pedesaan. Hal-hal ini akan terempas jika konversi lahan mengalami peningkatan.
Perubahan mata pencaharian merupakan salah satu strategi untuk mencapai penghidupan yang berkelanjutan. Perubahan mata pencaharian merupakan salah satu reaksi masyarakat dalam menghadapi perubahan tren, musim, dan tekanan (Ashley et al, 2003; Twigg, 2001). Perubahan yang terjadi karena tren akan pengembangan potensi pariwisata di Yokyakarta, akan tetapi hal itu harus didorong oleh semua pihak agar kedepanya kehidupan masyarkat disekitar tempat wisata semakin baik.
Perubahan mata pencaharian dilakukan dengan tujuan untuk menolong rumah tangga untuk keluar dari kemiskinan (Ashley et al, 2003), artinya perubahan mata pencaharian termasuk
Daftar Pustaka
Anastasia Ratna Wahyu Wijayanti. April 2013. Perubahan Pekerjaan Masyarakat Sebagai Akibat Dari Bencana Studi Kasus: Kawasan Wisata Volcano Tour Gunung Merapi, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 1.
Ari Prasetya, Arline Octavia B, Bobbie Sidhartawan, Muh. Choirin. 2008. Optimalisasi Promosi dalam Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Desa Wisata Kembang Arum Turi Sleman. Tugas Akhir Program Diploma III Kepariwisataan Fakultas Ilmu Budaya: Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
https://buletinsosiologiuajy.wordpress.com/2009/07/31/artikel-konversi-lahan-pertanian-ke-non-pertanian/, diakses pada tanggal 18 Mei 2015 pukul 20.00 wib.
Pratiwi, Tyas. 2008. Potensi Karanggeneng Sebagai Desa Wisata Di Sleman. Tugas Akhir Program Diploma 3 Bahasa Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Ramly, Andi Muawiyah. 2000. Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis). LkiS: Yogyakarta.
[1]https://buletinsosiologiuajy.wordpress.com/2009/07/31/artikel-konversi-lahan-pertanian-ke-non-pertanian/, diakses pada tanggal 18 Mei 2015 pukul 20.00 wib.
[2] Ibid.
[3] Pratiwi, Tyas. Potensi Karanggeneng Sebagai Desa Wisata Di Sleman. Tugas Akhir Program Diploma 3 Bahasa Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2008.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ari Prasetya, Arline Octavia B, Bobbie Sidhartawan, Muh. Choirin. Optimalisasi Promosi dalam Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Desa Wisata Kembang Arum Turi Sleman. Tugas Akhir Program Diploma III Kepariwisataan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2008.
[7] Susi Lestari, PENGEMBANGAN DESA WISATA DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Studi di Desa Wisata Kembang Arum, Sleman, (Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yokyakarta, 2009), hlm. 148.
Comments
Post a Comment