Konflik Pertama
Keputusan Mengirim Perutusan, 1655M
Kompeni mengirim seorang utusan yaitu, Hendrick van Zeelst meskipun tidak disertai dengan hadiah-hadiah yang berlimpah. Namun Hendrick meninggal sebelum tiba di Semarang dan ia digantikan oleh Winrick Kieft. Penutupan pelabuhan tidak lepas dari tindakan kekerasan. Ketika Winrick Kieft tiba di Semarang, dijumpai sepanjang pelayarannya menyusuri pantai, pelabuhan tertutup. Kapal-kapal Batavia tidak bisa mendapatkan muatan. Para pemilik kapal mengadukan kepadanya bahwa kapal mereka diseret ke dataran, dibakar bahkan dihancurkan berkeping-keping dan milik mereka disita serta mereka dihalau dengan pukulan-pukulan tongkat. Mereka merampas semua barang milik mereka tanpa boleh membawa bahan makanan mereka dan pengaduan mereka kepada penguasa-penguasa pesisir tidak dihiraukan.
Kompeni mengirim seorang utusan yaitu, Hendrick van Zeelst meskipun tidak disertai dengan hadiah-hadiah yang berlimpah. Namun Hendrick meninggal sebelum tiba di Semarang dan ia digantikan oleh Winrick Kieft. Penutupan pelabuhan tidak lepas dari tindakan kekerasan. Ketika Winrick Kieft tiba di Semarang, dijumpai sepanjang pelayarannya menyusuri pantai, pelabuhan tertutup. Kapal-kapal Batavia tidak bisa mendapatkan muatan. Para pemilik kapal mengadukan kepadanya bahwa kapal mereka diseret ke dataran, dibakar bahkan dihancurkan berkeping-keping dan milik mereka disita serta mereka dihalau dengan pukulan-pukulan tongkat. Mereka merampas semua barang milik mereka tanpa boleh membawa bahan makanan mereka dan pengaduan mereka kepada penguasa-penguasa pesisir tidak dihiraukan.
Perutusan Kiefts, 1655M
Dengan larangan perdagangan, Sunan melakukan tekanan. Perutusan Batavia yaitu Kiefts sangat terlambat tiba di kota istana. Hadiah yang dibawanya kali ini lebih kecil daripada tahun lalu. Kiefts tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan tugasnya dimana ia seorang yang angkuh, tidak berakhlak dan pengecut. Setelah dua setengah minggu di Semarang, ia bersama empat orang penguasa petinggi pesisir pergi ke Mataram.
Dengan larangan perdagangan, Sunan melakukan tekanan. Perutusan Batavia yaitu Kiefts sangat terlambat tiba di kota istana. Hadiah yang dibawanya kali ini lebih kecil daripada tahun lalu. Kiefts tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan tugasnya dimana ia seorang yang angkuh, tidak berakhlak dan pengecut. Setelah dua setengah minggu di Semarang, ia bersama empat orang penguasa petinggi pesisir pergi ke Mataram.
Sebab-sebab Penutupan Pelabuhan dengan Kekerasan
Dalam mata para tugur yang ditugasi Raja untuk melaksanakan monopoli dagang di sepanjang pantai Jawa dimana para pedagang swasta adalah pelanggar paling hebat terhadap perintah-perintah Raja. Peraturan bahwa hanya kapal-kapal dagang yang mempunyai seorang wakil dari Kompeni saja yang boleh melakukan perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Jawa sudah berkali-kali ditegaskan dan dijamin. Namun, peraturan itu teah dilanggar selama bertahun-tahun dan juga mendapat persetujuan dari para penguasa pesisir. Sekarang Raja menghendaki agar perintah-perintah itu benar-benar ditaati dan amarahnya ditumpahkan dengan melakukan kekerasan terhadap kapal-kapal dan awaknya.
Agitasi Pan-Islam
Sewaktu Sri Sunan mulai melaksanakan rencana monopolistisnya, hubungan Mataram dengan Banten agak baik dikarenakan adanya niat untuk mangadakan ikatan perkahwinan antara kedua kerajaan itu. Ketika amarah Raja meluap dengan menutup pelabuhan-pelabuhan, Banten melanjutkan perlawanannya terhadap Batavia. Di Mataram terdapat suatu partai pro-Banten yang ingin sekali melihat jatuhnya Kompeni. Raja Mataram menawarkan jasa baiknya terhadap Banten, asalkan diberi bantuan prajurit dan meriam karena tinggal merebut satu benteng lagi. Tumenggung Pati menentang keras apabila Mataram terlibat dalam peperangan melawan Kompeni.
Dalam mata para tugur yang ditugasi Raja untuk melaksanakan monopoli dagang di sepanjang pantai Jawa dimana para pedagang swasta adalah pelanggar paling hebat terhadap perintah-perintah Raja. Peraturan bahwa hanya kapal-kapal dagang yang mempunyai seorang wakil dari Kompeni saja yang boleh melakukan perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Jawa sudah berkali-kali ditegaskan dan dijamin. Namun, peraturan itu teah dilanggar selama bertahun-tahun dan juga mendapat persetujuan dari para penguasa pesisir. Sekarang Raja menghendaki agar perintah-perintah itu benar-benar ditaati dan amarahnya ditumpahkan dengan melakukan kekerasan terhadap kapal-kapal dan awaknya.
Agitasi Pan-Islam
Sewaktu Sri Sunan mulai melaksanakan rencana monopolistisnya, hubungan Mataram dengan Banten agak baik dikarenakan adanya niat untuk mangadakan ikatan perkahwinan antara kedua kerajaan itu. Ketika amarah Raja meluap dengan menutup pelabuhan-pelabuhan, Banten melanjutkan perlawanannya terhadap Batavia. Di Mataram terdapat suatu partai pro-Banten yang ingin sekali melihat jatuhnya Kompeni. Raja Mataram menawarkan jasa baiknya terhadap Banten, asalkan diberi bantuan prajurit dan meriam karena tinggal merebut satu benteng lagi. Tumenggung Pati menentang keras apabila Mataram terlibat dalam peperangan melawan Kompeni.
Tindakan-tindakan terhadap Penutupan Pelabuhan, 1656M
Kompeni mengirim D. Schouten sebagai duta ke Mataram untuk menyelesaikan semua masalah dan perselisihan dengan cara persahabatan dan melakukan gerakan-gerakan armadanya untuk menanamkan rasa takut di Mataram. Pemerintah Kompeni juga mengirimkan tiga kapal ke sebelah timur Jawa untuk mengamati tingkah laku orang Mataram di samping untuk menyebarkan rasa takut. Dilakukan hubungan lalu lintas diplomatik dimana Kompeni menerima surat dari Tumenggung Pati dan Tumenggung Demak bersamaan dua orang Belanda yang mengalami musibah di Ujong Bayang dimana Tumenggung Pati ingin menukar meriam yang baru dibeli dengan meriam yang lebih ringan sedangkan Tumenggung Demak meminta besi dan senapan namun ditolak. Penutupan pelabuhan dilakukan serentak dengan usaha peningkatan persenjataan kapal.
Bab XI
Konflik Kedua
Pelabuhan-pelabuhan ditutup untuk Kedua Kalinya, 1660
Sunan telah mengeluarkan semua orang asing tanpa terkecuali dan menyatakan bahwa negerinya ditutup sama sekali, selain disuruh untuk membongkar loji Kompeni di Jepara dan diratakan dengan tanah tanpa kekerasan dan permusuhan. Para penguasa pesisir diberitahu bahwa pelabuhan-pelabuhan akan ditutup selama 4 tahun dan ia harus memberitahu kepada pedagang-pedagang. Para tugur ditempatkan di pesisir dengan memastikan tidak ada barang yang keluar masuk sedikit pun dan kebanyakan para penguasa pantai tinggal di keraton dimana tugas mereka ditampung oleh pejabat-pejabat rendahan. Sunan mengumumkan bahwa ia ingin membuat undang-undang baru mengenai kawulanya namun Belanda menduga hanya basa-basi.
Tanggung Jawab atas Penutupan Pelabuhan
Sunan menyesali penutupan pelabuhan dan tanggung jawab dibebankan di pundak patihnya, Kiai Wirajaya. Kiai Wiradika mengatakan kepada Gubernur Jenderal Maetsuyker mengingatkan pembongkaran loji di Belanda di Jepara oleh rakyat Jepara atas perintah Sunan dimana kepala daerah dan para bawahannya hanya pelaksana perintah-perintah raja. Pembongkaran loji itu menguntungkan N. Martanata dimana sangat mengurang semangatnya untuk membela Belanda karena penolakan Belanda untuk membayar uang muka dan membayar tol. Mereka juga dapat dijadikan kambing hitam untuk mengalihkan perhatian Sunan dari utang-utangnya dan penutupan pelabuhan tersebut dapat menjatuhkan Tumenggung Pati.
Kompeni mengirim D. Schouten sebagai duta ke Mataram untuk menyelesaikan semua masalah dan perselisihan dengan cara persahabatan dan melakukan gerakan-gerakan armadanya untuk menanamkan rasa takut di Mataram. Pemerintah Kompeni juga mengirimkan tiga kapal ke sebelah timur Jawa untuk mengamati tingkah laku orang Mataram di samping untuk menyebarkan rasa takut. Dilakukan hubungan lalu lintas diplomatik dimana Kompeni menerima surat dari Tumenggung Pati dan Tumenggung Demak bersamaan dua orang Belanda yang mengalami musibah di Ujong Bayang dimana Tumenggung Pati ingin menukar meriam yang baru dibeli dengan meriam yang lebih ringan sedangkan Tumenggung Demak meminta besi dan senapan namun ditolak. Penutupan pelabuhan dilakukan serentak dengan usaha peningkatan persenjataan kapal.
Bab XI
Konflik Kedua
Pelabuhan-pelabuhan ditutup untuk Kedua Kalinya, 1660
Sunan telah mengeluarkan semua orang asing tanpa terkecuali dan menyatakan bahwa negerinya ditutup sama sekali, selain disuruh untuk membongkar loji Kompeni di Jepara dan diratakan dengan tanah tanpa kekerasan dan permusuhan. Para penguasa pesisir diberitahu bahwa pelabuhan-pelabuhan akan ditutup selama 4 tahun dan ia harus memberitahu kepada pedagang-pedagang. Para tugur ditempatkan di pesisir dengan memastikan tidak ada barang yang keluar masuk sedikit pun dan kebanyakan para penguasa pantai tinggal di keraton dimana tugas mereka ditampung oleh pejabat-pejabat rendahan. Sunan mengumumkan bahwa ia ingin membuat undang-undang baru mengenai kawulanya namun Belanda menduga hanya basa-basi.
Tanggung Jawab atas Penutupan Pelabuhan
Sunan menyesali penutupan pelabuhan dan tanggung jawab dibebankan di pundak patihnya, Kiai Wirajaya. Kiai Wiradika mengatakan kepada Gubernur Jenderal Maetsuyker mengingatkan pembongkaran loji di Belanda di Jepara oleh rakyat Jepara atas perintah Sunan dimana kepala daerah dan para bawahannya hanya pelaksana perintah-perintah raja. Pembongkaran loji itu menguntungkan N. Martanata dimana sangat mengurang semangatnya untuk membela Belanda karena penolakan Belanda untuk membayar uang muka dan membayar tol. Mereka juga dapat dijadikan kambing hitam untuk mengalihkan perhatian Sunan dari utang-utangnya dan penutupan pelabuhan tersebut dapat menjatuhkan Tumenggung Pati.
Usaha-usaha Mencari Hubungan, 1660M
Pemerintah Kompeni mengirim utusan yaitu Letnan Muda F.H. Muller bersama sepuluh orang Belanda dan dua puluh orsng Jawa ke Karawang untuk mengetahui tindak tanduk orang di Mataram karena semenjak penutupan pelabuhan yang ketat sekali, Kompeni hampir tidak memperoleh berita apa pun namun tidak membawa hasil. Maka diputuskan untuk mengirim Event Michielsen, bekas residen Jepara ke Surabaya untuk mencari berita dan mengumumkan berita kepada Mataram tentang kemenangan atas Makassar dimana bekas Tumenggung Pati menjadi kepala daerah disana dengan nama Tumenggung Surabaya.
Jatuhnya Tumenggung Pati, 1659M
Tumenggung Pati harus terus di Istana karena ia belum mengembalikan uang kepada Sunan dan hutang kepada Kompeni semakin banyak dan mendesak dimana ia sering merepotkan Kompeni dengan hadiah-hadiah untuk Sunan yang rupanya digunakan untuk menghilangkan amarah Sunan. Selain itu, ia bersaing dengan Ngabei Martanata untuk menarik perhatian Sunan. Jiwanya terancam dan kemungkinan kedudukannya akan diturunkan serta harta benda disita jika ia tidak mengembalikan uang yang sudah dituntut oleh Sunan. Persoalan Palembang telah mengoyahkan kedudukannya karena Sunan sangat marah kepada Kompeni secara batin karena peyerangan dan penghancuran Kompeni ke atas Palembang. Tumenggung yang juga merupakan sahabat Kompeni turut terkena amarah Sunan dimana ia diperintahkan untuk menyelidiki tindakan Kompeni terhadap Palembang.
Tumenggung Pati harus terus di Istana karena ia belum mengembalikan uang kepada Sunan dan hutang kepada Kompeni semakin banyak dan mendesak dimana ia sering merepotkan Kompeni dengan hadiah-hadiah untuk Sunan yang rupanya digunakan untuk menghilangkan amarah Sunan. Selain itu, ia bersaing dengan Ngabei Martanata untuk menarik perhatian Sunan. Jiwanya terancam dan kemungkinan kedudukannya akan diturunkan serta harta benda disita jika ia tidak mengembalikan uang yang sudah dituntut oleh Sunan. Persoalan Palembang telah mengoyahkan kedudukannya karena Sunan sangat marah kepada Kompeni secara batin karena peyerangan dan penghancuran Kompeni ke atas Palembang. Tumenggung yang juga merupakan sahabat Kompeni turut terkena amarah Sunan dimana ia diperintahkan untuk menyelidiki tindakan Kompeni terhadap Palembang.
Tumenggung Pati menjadi Tumenggung Surabaya, 1660M
Tumenggung Pati dipindahkan ke Surabaya dan kedudukannya digantikan oleh kakaknya, Nalacitra. Mereka berdua mengirim utusan untuk memberitahu hal itu. Tumenggung Surabaya juga mengundang Kompeni untuk membangun kantor dagang di Kali Mas. Surat dari Kompeni diterima dimana surat tersebut berisikan pembelaan panjang lebar bagi tindakan Kompeni ke atas Palembang. Penempatan bekas tumenggung Pati ke sana menjadi jauh dengan sahabat-sahabat Kompeninya dan juga kakaknya. Ia telah menulis surat kepada Kompeni tentang masalah penutupan pelabuhan sehingga dapat membatalkan kedatangan perutusan Belanda dan dikemukan ikatan yang kuat antara Mataram dan Palembang. Kejadian yang menimpa Palembang memang dianggap pukulan besar bagi Sunan sehingga mendorongnya untuk menutup pelabuhan. Kompeni akan mengirim utusan jika pelabuhan tersebut dibuka kembali.
Tumenggung Pati dipindahkan ke Surabaya dan kedudukannya digantikan oleh kakaknya, Nalacitra. Mereka berdua mengirim utusan untuk memberitahu hal itu. Tumenggung Surabaya juga mengundang Kompeni untuk membangun kantor dagang di Kali Mas. Surat dari Kompeni diterima dimana surat tersebut berisikan pembelaan panjang lebar bagi tindakan Kompeni ke atas Palembang. Penempatan bekas tumenggung Pati ke sana menjadi jauh dengan sahabat-sahabat Kompeninya dan juga kakaknya. Ia telah menulis surat kepada Kompeni tentang masalah penutupan pelabuhan sehingga dapat membatalkan kedatangan perutusan Belanda dan dikemukan ikatan yang kuat antara Mataram dan Palembang. Kejadian yang menimpa Palembang memang dianggap pukulan besar bagi Sunan sehingga mendorongnya untuk menutup pelabuhan. Kompeni akan mengirim utusan jika pelabuhan tersebut dibuka kembali.
Event Michielsen di Surabaya, 1660M
Event Michielsen tiba di Teluk Surabaya dimana di teluk itu, ia memerintahkan melepaskan lima tembakan sebagai pemberitahuan tentang kedatangannya. Surat dan hadiah dari Kompeni disampaikan kepada Tumenggung Surabaya serta memerlukan dua hari untuk menerjemahkan surat dalam bahasa Melayu. Michielsen menginap di ketumenggungan dan dijamu dengan sangat baik dimana Tumenggung menerimanya dengan hormat serta yang menjadi buah pembicaraan adalah kekalahan Makassar yang tidak disangkakan. Menurut Michielsen, Tumenggung Surabaya seorang tidak menentu dimana sebentar mengatakan pelabuhan akan ditutup selama empat tahun namun setelah itu mengatakan pelabuhan akan dibuka kembali dan menurutnya mengirim utusan serta hadiah merupakan jalan yang dapat membuka kembali pelabuhan-pelabuhan (kuda). Tujuannya adalah mengambil barang yang sudah tersedia bagi Kompeni dan menagih utang yang belum dibayar. Michielsen pamit dengan menyampaikan hadiah kepada Tumenggung serta keempat istrinya.
Event Michielsen tiba di Teluk Surabaya dimana di teluk itu, ia memerintahkan melepaskan lima tembakan sebagai pemberitahuan tentang kedatangannya. Surat dan hadiah dari Kompeni disampaikan kepada Tumenggung Surabaya serta memerlukan dua hari untuk menerjemahkan surat dalam bahasa Melayu. Michielsen menginap di ketumenggungan dan dijamu dengan sangat baik dimana Tumenggung menerimanya dengan hormat serta yang menjadi buah pembicaraan adalah kekalahan Makassar yang tidak disangkakan. Menurut Michielsen, Tumenggung Surabaya seorang tidak menentu dimana sebentar mengatakan pelabuhan akan ditutup selama empat tahun namun setelah itu mengatakan pelabuhan akan dibuka kembali dan menurutnya mengirim utusan serta hadiah merupakan jalan yang dapat membuka kembali pelabuhan-pelabuhan (kuda). Tujuannya adalah mengambil barang yang sudah tersedia bagi Kompeni dan menagih utang yang belum dibayar. Michielsen pamit dengan menyampaikan hadiah kepada Tumenggung serta keempat istrinya.
Matinya Tumenggung Surabaya, Desember 1660M
Berita-berita kematian Tumenggung Surabaya tersebar dimana ia dibunuh atas perintah Sunan Mataram berserta istri-istrinya kecuali anak laki-laki yang tertua. Juga terdengar kabar bahwa jenasahnya dibuang ke laut. Antara kemungkinan penyebab kematiannya adalah dengan membolehkan masuk pedagang Evert Michielsen sekalipun Sunan telah memerintahkan semua pelabuhan ditutup rapat yang cocok dengan keterangan Sunan dimana Tumenggung Surabaya mengemis-ngemis kepada orang Belanda dan merendahkan martabat raja. Kemungkinan yang lain adalah Tumenggung telah memperistrikan istri Sunan.
Berita-berita kematian Tumenggung Surabaya tersebar dimana ia dibunuh atas perintah Sunan Mataram berserta istri-istrinya kecuali anak laki-laki yang tertua. Juga terdengar kabar bahwa jenasahnya dibuang ke laut. Antara kemungkinan penyebab kematiannya adalah dengan membolehkan masuk pedagang Evert Michielsen sekalipun Sunan telah memerintahkan semua pelabuhan ditutup rapat yang cocok dengan keterangan Sunan dimana Tumenggung Surabaya mengemis-ngemis kepada orang Belanda dan merendahkan martabat raja. Kemungkinan yang lain adalah Tumenggung telah memperistrikan istri Sunan.
Jatuhnya Tumenggung Suranata dari Demak, 1661M
Tumenggung Suranata kemungkinan terbunuh namun kematiannya diragukan dan ternyata ia diberhentikan dan digantikan dengn Radin Hadamakkan. Ia diusir dari Demak dan semua harta bendanya disita. Disebutkan juga ia tetap tinggal di Mataram dan mendidik salah seorang anak Raja.
Tumenggung Suranata kemungkinan terbunuh namun kematiannya diragukan dan ternyata ia diberhentikan dan digantikan dengn Radin Hadamakkan. Ia diusir dari Demak dan semua harta bendanya disita. Disebutkan juga ia tetap tinggal di Mataram dan mendidik salah seorang anak Raja.
Masa Gemilang Ngabei Martanata, 1659-1661M
Ia menjadi kesayangan Raja sehingga semua orang merasa takut akan kedudukannya. Namun timbul kabar, bahwa ia tidak lagi menjadi penguasa Jepara tetapi ia tetap akan tinggal di istana. Wirasetia mengantikan kedudukannya di Jepara. Di istana ia berani menganjurkan kembalinya orang-orang Belanda ke loji mereka yang melihat manfaat kembalinya mereka. Ia juga ingin membuka Jepara kepada orang asing lain yaitu Inggris dengan memerintahkan Thomas Armagon(bekas penerjemah) untuk memperbaiki loji yang sudah lama terbengkalai. Sunan sangat menghargainya dan memberikan banyak gelar kehormatan Jawa kepadanya dengan menghadiahkan sebuah bokor pinang dari emas.
Ia menjadi kesayangan Raja sehingga semua orang merasa takut akan kedudukannya. Namun timbul kabar, bahwa ia tidak lagi menjadi penguasa Jepara tetapi ia tetap akan tinggal di istana. Wirasetia mengantikan kedudukannya di Jepara. Di istana ia berani menganjurkan kembalinya orang-orang Belanda ke loji mereka yang melihat manfaat kembalinya mereka. Ia juga ingin membuka Jepara kepada orang asing lain yaitu Inggris dengan memerintahkan Thomas Armagon(bekas penerjemah) untuk memperbaiki loji yang sudah lama terbengkalai. Sunan sangat menghargainya dan memberikan banyak gelar kehormatan Jawa kepadanya dengan menghadiahkan sebuah bokor pinang dari emas.
Kolonisasi di Jawa Barat, 1660-1661M
Berita desas-desus dari Banten dan berita dari letnan Jawa mengkhawatirkan dimana pembantu letnan tersebut berangkat bersama 10 prajurit dan 50 orang Jawa menyusuri Sungai Bekasi dimana mereka sampai di tempat orang-orang Jawa mulai membangun sebuah desa. Pemimpin mereka memakai nama khas Jawa yaitu Sutatruna dan Wirasuta yang berasal di Cilincing. Setahun yang lalu, mereka dikirim ke sana lebih kurang seratus orang oleh Ngabei Martanata untuk membangun negeri baru yang akan mengerjakan tanah dan menanam padi, juga menebang kayu dan bambu. Letaknya di tepi Sungai Bekasi, maka tempat itu cocok sekali untuk mengangkut barang ke Batavia dan menjualnya ke Kompeni. Sejak itu tidak pernah kembali ke kampung mereka. Kolonisasi inilah yang dilancarkan orang Mataram di Muara Beres.
Berita desas-desus dari Banten dan berita dari letnan Jawa mengkhawatirkan dimana pembantu letnan tersebut berangkat bersama 10 prajurit dan 50 orang Jawa menyusuri Sungai Bekasi dimana mereka sampai di tempat orang-orang Jawa mulai membangun sebuah desa. Pemimpin mereka memakai nama khas Jawa yaitu Sutatruna dan Wirasuta yang berasal di Cilincing. Setahun yang lalu, mereka dikirim ke sana lebih kurang seratus orang oleh Ngabei Martanata untuk membangun negeri baru yang akan mengerjakan tanah dan menanam padi, juga menebang kayu dan bambu. Letaknya di tepi Sungai Bekasi, maka tempat itu cocok sekali untuk mengangkut barang ke Batavia dan menjualnya ke Kompeni. Sejak itu tidak pernah kembali ke kampung mereka. Kolonisasi inilah yang dilancarkan orang Mataram di Muara Beres.
Ngabei Martanata Menyuruh Membeli Kuda, 1662M
Sunan telah memerintahkan kepadanya untuk ke Batavia bagi melihat kuda yang dapat dibelinya dan harus memberi laporannya kepada Sunan tentang fisik kuda itu tetapi tidak perlu melakukan pembelian. Mereka berangkat dari Jepara dan tiba di Batavia, yakni Kentol Pusparaga (Ngabei Martanata), Lurah Patra(Wirasetia). Hadiah yang dibawa adalah beras enam koyan, tiga ekor kuda (1 mati), dan empat ekor sapi besar. Mereka datang atas nama Sunan untuk membeli dua ekor kuda Persia dan permaidani. Namun, Sunan tidak berkenan dengan hadiah yang dibelikan Ngabei Martanata untuk dirinya dan ia memerintahkan kepadanya utuk memulangkan kembali ke Batavia sambil mengingati sikap Tumenggung Pati yang dibunuh karena sikapnya yang mengemis-ngemis kepada orang Belanda.
Sunan telah memerintahkan kepadanya untuk ke Batavia bagi melihat kuda yang dapat dibelinya dan harus memberi laporannya kepada Sunan tentang fisik kuda itu tetapi tidak perlu melakukan pembelian. Mereka berangkat dari Jepara dan tiba di Batavia, yakni Kentol Pusparaga (Ngabei Martanata), Lurah Patra(Wirasetia). Hadiah yang dibawa adalah beras enam koyan, tiga ekor kuda (1 mati), dan empat ekor sapi besar. Mereka datang atas nama Sunan untuk membeli dua ekor kuda Persia dan permaidani. Namun, Sunan tidak berkenan dengan hadiah yang dibelikan Ngabei Martanata untuk dirinya dan ia memerintahkan kepadanya utuk memulangkan kembali ke Batavia sambil mengingati sikap Tumenggung Pati yang dibunuh karena sikapnya yang mengemis-ngemis kepada orang Belanda.
Ngabei Martanata Mengubah Pemerintahan Cirebon, akhir 1662M
Telah disusun rencana pernikahan antara putri Cirebon dan putra mahkota namun tidak satu pun rencana-rencana itu terlaksanakan. Terdengar desas-desus Raja Cirebon dibunuh atas perintah Sunan tapi ternyata ia telah kehilangan semua abdinya dan hidup sebagai orang biasa di Desa Pajaten. Perjalanan N. Martanata ke Cirebon mungkin sehubungan dengan meninggalnya raja itu dan mengubah hukum serta sistem pemerintahan.
Telah disusun rencana pernikahan antara putri Cirebon dan putra mahkota namun tidak satu pun rencana-rencana itu terlaksanakan. Terdengar desas-desus Raja Cirebon dibunuh atas perintah Sunan tapi ternyata ia telah kehilangan semua abdinya dan hidup sebagai orang biasa di Desa Pajaten. Perjalanan N. Martanata ke Cirebon mungkin sehubungan dengan meninggalnya raja itu dan mengubah hukum serta sistem pemerintahan.
Matinya Ngabei Martanata, Desember 1662
Ngabei Martanata dan dua putranya diperintahkan menghadap Sunan di Mataram setelah ia kembali di Semarang. Sunan menanyakan tentang pembelian kuda Persia dari Batavia. Sunan mengetahui bahwa itu bukan dikirim Belanda ke Mataram yang menyebabkan ia marah dan memerintahkan agar kepala N. Martanata dipotong dengan keris dan ditusuk badannya 30kali dengan keris.
Ngabei Martanata dan dua putranya diperintahkan menghadap Sunan di Mataram setelah ia kembali di Semarang. Sunan menanyakan tentang pembelian kuda Persia dari Batavia. Sunan mengetahui bahwa itu bukan dikirim Belanda ke Mataram yang menyebabkan ia marah dan memerintahkan agar kepala N. Martanata dipotong dengan keris dan ditusuk badannya 30kali dengan keris.
Comments
Post a Comment