Sebagaimana halnya masyarakat Melayu dan Filipina, pandangan mengenai masyarakat Jawa yang malas menjadi semakin kuat dan meluas sejak kekuasaan colonial Belanda atas pulau tersebut berkembang. Menjelang abad ke-19 khususnya setelah diterapkan system tanah paksa oleh Van Den Bosch, gagasan tentang masyarakat Jawa yang malas tampil dengan lebih mencolok dalam perdebatan antara golongan liberal dengan konservatif. Citra tentang masyarakat jawa yang malas tetap hidup sesudah itu dalam pikiran para penulis lain. Maka pada thun 1904, sejarawan ekonomi Clive Day, yang mengomentari situasi pada akhir abad ke 19, memberikan kesan sebagai berikut : “ Golongan pribumi yang tidak memiliki tanah maupun perdagangan yang mendukung mereka, dan yang menyewakannya kepada pihak-pihak lain tidak banyak jumlahnya, dan diserap kedalam organisasi desa setempat yang banyak sekali. Tingkat hidup-hidup rata-rata petani kelihatan rendah sekali jika diukur menurut standard barat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaan budaya daerah. Dari wilayah Sabang sampai Merauke terdapat berbagai macam seni kebudayaan yang mewarnai setiap sendi kehidupan manusia . Keanekaragaman budaya daerah memberikan corak dan karakteristik kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia. Banyak orang yang menyebutkan Indonesia sebagai “Zamrud Khatulistiwa”. Dan berkat perjalanan sejarah tersebut telah banyak mewariskan peninggalan kebudayaan yang tidak terhingga nilainya. Surakarta sebuah kota yang terkenal akan corak budaya Jawanya yang kuat bahkan melekat sebuah slogan Solo The Spirit Of Jawa. Selain dari bidang budaya Surakarta juga terkenal akan banyaknya bangunan bersejarah yang menjadi saksi dinamika perkembangan Kehidupan manusia. bangunan-bangunan bersejarah tersebut antara lain adalah Gereja Santo Antonius dan Gereja Kristen Jawa Margoyudan. Dua bangunan peribadatan tersebut mempunyai sejarah panjang serta peran y